Selasa, 29 April 2008

Empat Mata

Sentra Kebijakan Perberasan Nasional

Perum Bulog

Peran lembaga ini begitu vital dan strategis. Regulasi di bidang pangan dan perberasan nasional bermuara dari perusahaan umum (Perum) ini. Tidak hanya bertugas dalam menstabilkan harga beras, lembaga ini juga menangani distribusi dan pemasaran.

Bagi bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia, beras memiliki peran yang sangat strategis, politis, ekonomis, sekaligus juga sangat sensitif. Hal ini disebabkan oleh keberadaannya yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang setiap saat harus dapat dipenuhi. Itulah sebabnya sejarah perberasan di Indonesia tidak pernah lepas dari peranan pemerintah yang secara sengaja turut serta dalam mengatur ekonomi perberasan nasional. Peran beras yang sangat khusus itu pulalah yang menjadi alasan utama pentingnya campur tangan pemerintah terhadap masalah perberasan di Indonesia yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan.

Keikutsertaan pemerintah dalam ekonomi perberasan antara lain dilakukan melalui lembaga pangan yang bertugas melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang perberasan, baik menyangkut aspek pra produksi, proses produksi, serta pasca produksi. Salah satu lembaga pangan yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menangani masalah pasca produksi, khususnya dalam bidang harga, pemasaran dan distribusi adalah Badan Urusan Logistik (Bulog).

Di Indonesia, lembaga seperti Bulog telah ada sejak zaman sebelum penjajahan Belanda, yang waktu itu dikenal denga nama VMF. Pada masa penjajahan Jepang dikenal dengan sebutan Sangyobu Nanyo Kohatsu Kaisa. Sejak Indonesia merdeka, lembaga pemerintah yang menangani masalah perberasan mengalami gonta-ganti nama dan peranan, mulai dari PMR, BAMA, YUBM, BPUP, Klognas, kemudian Bulog yang ada hingga saat ini. Tugas dan fungsi lembaga pangan tersebut umumnya berkisar pada masalah pengendalian harga, distribusi, dan pemasaran. Hanya saja fokus utamanya yang berbeda antar waktu dan antar lembaga tersebut.

Bulog merupakan lembaga pemerintah yang dibentuk pada tahun 1967. Pada awalnya lembaga ini bertugas untuk mengendalikan stabilitas harga dan penyedian bahan pokok, terutama pada tingkat konsumen. Dalam perkembangan, peran Bulog bertambah satu lagi yaitu mengendalikan harga produsen melalui instrumen harga dasar untuk melindungi petani padi. Perkembangan selanjutnya, peran Bulog tidak hanya terbatas pada beras saja, tetapi juga pada pengendalian harga dan penyediaan komoditas lainnya, seperti gula pasir, tepung terigu, kedele, minyak goreng, telur, daging, pakan ternak, dan juga bumbu-bumbuan. Tugas ini dilakukan secara insidentil, terutama saat situasi harga melonjak tajam.

Mulai tahun 1998, Bulog kembali pada tugas utamanya sebagai pemegang kendali utama masalah perberasan. Tugas yang diberikan kepada Bulog juga mengalami perubahan, karena berubahnya kebijakan perberasan yang dilakukan oleh pemerintah. Perlindungan kepada petani melalui harga dasar tetap menjadi prioritas utama. Sedangkan peran dalam menjaga stabilitas harga konsumen mulai berkurang sejalan dengan terus tertekannya harga beras domestik. Sebaliknya, peran Bulog untuk membantu kelompok miskin yang rawan pangan semakin menonjol.

Perubahan peran Bulog yang sangat menonjol terlihat sejak terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Sebagai lembaga yang bertugas menjalankan kebijakan pemerintah, Bulog harus segera menyesuaikan diri akibat perubahan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah menghadapi krisis ekonomi yang merusak tatanan ekonomi nasional. Perubahan kebijakan tersebut tidak hanya terjadi pada sektor perberasan saja, tetapi juga berlangsung pada sektor lain seperti moneter, fiskal dan perdagangan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tugas yang diberikan kepada Bulog.

Krisis ekonomi yang terjadi dan diperburuk oleh penurunan produksi beras akibat El-nino telah menyebabkan ketahanan pangan berada pada posisi yang sangat rawan. Akibat krisis, banyak industri yang tutup, jumlah pengangguran meningkat, daya beli rendah, sementara harga beras justru melambung tinggi. Impor pangan mengalami hambatan yang sangat signifikan akibat rendahnya kepercayaan internasional terhadap kemampuan devisa Indonesia. Perilaku panic buying semakin sering dijumpai akibat rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap jaminan suplai pangan.

Namun, pada umumnya publik menilai bahwa Bulog sukses mengemban amanat yang diberikan oleh pemerintah, misalnya efektivitas pengendalian harga produsen dan stabilitas harga konsumen sampai tahun 1998. Penelitian yang dilakukan oleh David Dew (1999), selama 20 tahun (1973-1997) membuktikan bahwa hanya 10 kali dalam 240 bulan (4%) harga gabah yang jatuh di bawah harga. Sementara di Filiphina jumlahnya mencapai 72 kali dalam 279 bulan (26%).

Untuk mengamankan harga dasar, antara tahun 1985-1997, Bulog melakukan pembelian hasil petani sekitar 5,8% dari produk nasional. Di daerah produsen utama seperti Jawa dan Sulawesi Selatan, penyerapan tersebut mencapai sekitar 6,6%-11,9% dari produksi setempat. Penyerapan hasil panen petani oleh Bulog sebagai suatu firma begitu dominan dibandingkan dengan peneyerapan yang dilakukan oleh firma lain, pedagang atau penggilingan padi secara individu.

Pada tingkat konsumen, pada priode 1985-2001 fluktuasi harga beras juga dapat dikendalikan dan jauh lebih rendah dari fluktuasi harga beras dunia. Hal ini terutama disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar rupiah yang sangat besar bersamaan dengan pembukaan pasar domestik dari pasar beras dunia. Dalam kurun waktu 1985-2001, harga nominal beras domestik rata-rata mencapai Rp. 1.017 per kilogram, sedangkan harga varietas impor sekitar Rp. 1.024 per kilogram. Artinya stabilitas yang dilakukan dalam pasar domestik tidak menyebabkan distorsi harga yang berlebihan dan tidak merugikan konsumen.

Pada bulan September 2007 ini, untuk pertama kalinya Perum Bulog kembali melakukan impor beras, sejak pemerintah Indonesia menutup pintu impor beras pada tahun 2004. Impor beras kali ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi paceklik, yang didasarkan pada Surat Menteri Koordinator Perekonomian tanggal 31 Agustus 2007 yang memberikan keleluasaan kepada Bulog untuk menstabilkan harga dan impor beras. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional di masa mendatang. MRS

Tidak ada komentar: