Pengabdian Intelektual Tiada Akhir
Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief DESS
Cerminan akademisi profesional sekaligus pengabdi masyarakat begitu kuat pada dirinya. Tidak lagi semata berkutat di ruang kuliah ataupun laboratorium, sosok intelektual ini menjadi mitra strategis sekaligus bagian dari denyut nadi masyarakat. Pemberdayaan umat selayaknya menjadi pertanggungjawaban sosial kaum intelektual, begitulah prinsipnya.
Sebagai Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Rizal Syarief mengemban tugas yang tidak ringan. Ia senantiasa dituntut untuk mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat secara luas. Hal ini sesuai dengan visi LPPM untuk menjadi lembaga terkemuka dan berkualitas internasional dalam penelitian dan pemberdayaan masyarakat berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian dan tropika.
Tidak hanya itu, Rizal, begitu panggilan kecil doktor Ilmu Pangan dari Universitas de Nantes, Prancis, ini memikul amanah mewujudkan tujuan, fungsi, dan tugas mulia LPPM dalam rangka mewujudkan IPB sebagai Universitas Berbasis Riset. Tidak hanya menegaskan komitmen institusi dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan perguruan tinggi, kegiatan pendidikan maupun pengabdiannya pun senantiasa didasarkan atau didukung oleh hasil riset yang dilakukan.
LPPM merupakan gabungan antara Lembaga Penelitian (LP) dengan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) yang ada di IPB. Lembaga ini memiliki misi meningkatkan budaya penelitian dan pemberdayaan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan moral. Lembaga ini bertekad untuk mengembangkan program penelitian dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, LPPM turut serta mendorong, memfasilitasi, meningkatkan, dan mengembangkan kerja sama
Selama mengemban amanah ini, Ketua Dewan Pakar Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI) ini mengukir sejumlah prestasi yang membanggakan. Ia berhasil menyusun kebijakan penelitian dan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk payung penelitian melalui penyusunan Rencana Strategis (Renstra) LPPM. Payung penelitian ini memang berkali-kali disusun sejak tahun 1998. Namun, di bawah kepemimpinan Rizal, LPPM mampu menyusunnya dengan pendekatan sinergi top down-buttom up, konsensus alternative dispute resolution (ADR) yang berbasis analisis akademik (portofolio, SWOT). Dari 10 komponen payung penelitian, saat ini telah disusun empat sasaran penelitian terobosan dan difokuskan pada lima klaster tropical bio resources.
Pada tahun 2004, Rizal melakukan penataan pusat-pusat penelitian di lingkungan LPPM yang semula terdiri dari 24 puat menjadi 13 pusat. Penataan ini memerlukan kemampuan (leadership) yang tidak hanya mengetahui, namun juga menemukan dan mempertunjukkan cara yang akan ditempuh. Selain itu, kepemimpinan ini juga memerlukan justifikasi yang jelas dan benar.
Sebagai Kepala LPPM, Rizal senantiasa merespon dan mengakomodasikan gagasan bernas (genuine) dari kelompok dosen (peneliti) yang kreatif dan inovatif secara cepat dan proporsional. Respon tersebut berupa pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) bagi bidang-bidang yang belum bisa ditampung dalam LPPM. Dalam perkembangannya, LPPM kini mengkoordinasikan 16 pusat penelitian yang melingkupi berbagai macam bidang.
Sebelum mengabdi di LPPM, Rizal sempat dipercaya menjabat sebagai Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) IPB. Selama menjabat, Rizal membukukan berbagai kisah sukses. Salah satunya adalah melakukan upaya untuk mendorong, memotivasi, membangun networking, serta mengayomi para Kepala Pusat di lingkungan LPM IPB dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Di samping itu, pada kurun 1997-1998, LPM berhasil melaksanakan kegiatan pendidikan dan latihan bagi masyarakat, seperti kegiatan Program Nasional PROKSIDATANI. Dalam program ini Rizal berperan sebagai mediator, karena kegiatan tersebut sarat konflik internal maupun eksternal yang perlu dicarikan solusinya melalui pendekatan alternative dispute resolution (ADR). Kegiatan ini melibatkan 17 Provinsi (PPL dan Pemda) dan 24 universitas (LPM, fakultas). Sepanjang sejarah, program ini menjadi omzet LPM terbesar yang menghabiskan dana sekitar Rp 150 miliar.
Tidak hanya mengayomi, kepemimpinan dosen di bidang ilmu dan teknologi pangan ini juga mampu mengangkat kewibawaan akademik dan profesi. Ia memprakarsai pembentukan Job Placement Center (JPC) serta Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) masing-masing pada tahun 2006 dan 2007. Sebagai Kepala Food Technology Development Center (FTDC) atau dikenal juga dengan Pusat Pengembangan Teknologi Pangan (Pusbangtepa), ia diberi kepercayaan menjadi koordinator maupun ketua delegasi berbagai macam kegiatan internasional.
Jiwa kewirausahaannya dimatangkan oleh berbagai kegiatan pendirian bengkel (industri) alat mesin pertanian (alsintan) di seluruh Indonesia dan pengembangan usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) bersama Direktur Bina Usaha Tani (Binus) Departemen Pertanian Ir. Nur Gaybita pada kurun waktu 1992-1996. Ia pun berhasil mengembangkan sistem kemitraan Akademik, Bisnis, Goverment-Community (ABG-C).
Selain itu, kemampuannya dalam mengembangkan jejaring tidak diragukan lagi. Sewaktu menjabat sebagai Kepala FTDC/ Pusbangtepa, ia berhasil memperluas jaringan dengan TNO (Belanda), Vrei University, UNDP, dan BPPT dalam pembinaan pedagang makanan jajanan (street food) di indonesia pada tahun 1988-1991. Rizal juga mampu mengkoordinasikan jejaring nasional maupun internasional, seperti Kementerian Koordinator Bidang Kesra, LSM, Pemda, UNDP, hingga Arizona State University (ASU) untuk alternative dispute resolution pada tahun 2000, 2003, dan 2007.
Tekadnya untuk menjadikan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari karya-karya intelektual begitu bulat. “IPB harus memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya untuk pembangunan pertanian yang mampu meningkatkan harkat hidup dan kesejahteraan petani,” kata peraih Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun, pada tahun 1994 ini. Untuk itu, lanjutnya, IPB harus membangun kemitraan.
Di bidang pangan, menurut Rizal, kedaulatan pangan yang berorientasi pada kesejahteraan petani merupakan program yang harus dilaksanakan dalam lima tahun mendatang. IPB telah melakukannya melalui penelitian terobosan padi, jagung, kedelai, kentang, dan komoditas lainnya. “Kedaulatan ini meliputi ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Selain itu, kkalau setiap bupati berwawasan agriculture, negara ini pasti maju,” tuturnya.
Boleh jadi, program ini hanyalah satu dari sekian banyak program yang masih mengganjal di benaknya. Sebab, menurutnya, IPB secara institusi merupakan milik publik yang setiap saat akan diminta pertanggungjawaban oleh publik. Bagi Rizal pribadi, keikutsertaannya dalam memberdayakan masyarakat merupakan prestasi sekaligus kebanggaan intelektual yang tak ternilai harganya.
Boks
Biografi Rizal Syarief
Nama lengkap : Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS
Tempat, tanggal lahir : Yogyakarta,
Pendidikan:
- S1 (Sarjana) Mekanisasi Pertanian, IPB (1973)
- S2 (Magister) Teknologi Industri DESS, DEA, Universitas de Nantes, Prancis (1980)
- S3 (Doktor) Ilmu Pangan Universitas de Nantes (1983).
Penghargaan:
- Prima Mahasiswa (1973)
- Mention Honorable Universitie de Nantes, Prancis (1980)
- Cited for Distinguished Academic Performance, Cranfield Institue of Technology, UK (1985)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar