Pelajaran dari Sungai Gangga
India Jumlah penduduk terbesar kedua di dunia tentu menjadi beban berat bagi India khususnya dalam menghadapi persoalan pangan dalam negerinya. Namun, urusan pangan tertangani dengan kebijakan yang fokus serta langkah-langkah yang nyata. Hasilnya, negara ini pun terhindar dari ancaman masalah pangan. Sebuah pelajaran dari negara tetangga.
"Segalanya bisa menunggu, kecuali pertanian," kata pendiri India sekaligus Perdana Menteri Jawaharlal Nehru beberapa hari setelah India merdeka pada tahun 1947. Ucapan ini meneguhkan persepsi dunia tentang India sebagai negara pertanian. Ya, fokus maupun perhatian Pemerintah India melihat masalah pangan, khususnya beras, memang tidak diragukan lagi. Menyimak ucapakn Nehru di atas, komitmen para pengambil kebijakan, hingga para peneliti India, merupakan bukti nyata betapa betapa mereka melihat masalah produksi padi sebagai persoalan serius.
Sebetulnya, India dapat digolongkan sebagai negara yang padat penduduk. Bahkan, beberapa kota di sana dicitrakan sebagai kawasan yang kumuh dan tak terawat. Moda transportasi yang digunakan pun begitu beragam, mulai dari transportasi modern sejenis pesawat terbang atau kereta bawah tanah, hingga transportasi tradisional seperti gajah, unta, dan keledai.
Begitulah India. Membayangkan India secara sepintas dengan populasi penduduknya yang padat, terlintas betapa Negara ini tengah menghadapi kesulitan besar, khususnya dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun ekonomi para penduduknya. Namun, bayangan ini akan sirna seketika jika kita melihat berbagai langkah nyata dan keberhasilan yang dilakukan pemerintah, petani, dan swasta dalam menangani persoalan pangan. Tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan sendiri, India pun menjelma sebagai pengekspor beras potensial.
Hingga zaman berganti, keseriusan mereka menangani masalah padi sudah sejak lama, dan telah teruji. Direktur Lembaga Riset Pertanian India Mangala Rai mengatakan, India melakukan perbaikan kualitas tanaman padi sejak tahun 1911. Perbaikan ini merupakan usaha yang berkesinambungan dari generasi ke generasi. Tak peduli siapa yang berkuasa maupun partai mana yang memenangi pemilu.
Simak sebuah proyek bernama All India Coordinated Rice Improvement Project di mana Pemerintah India memfasilitasi pengembangan penelitian benih pada tahun 1965. terobosan ini dilakukan tentu dengan tetap memerhatikan berbagai kondisi lokasi tanam padi dari mulai sawah hingga daerah yang kering. Patut diketahui bahwa saat ini India memiliki areal tanaman padi secara bervariasi, mulai dari lahan beririgasi, lahan dataran rendah, lahan kering, hingga lahan dengan rendaman air yang dalam. Hasilnya, upaya ini menuai setidaknya 739 varietas padi yang siap diluncurkan. Varietas ini biasa ditanam di berbagai tempat, mulai dari rawa, sawah, dan juga lahan kering.
Sebelum Revolusi Hijau pada tahun 1960, India hanya memiliki dua kawasan yang mengembangkan varietas tanaman padi dengan kemampuan produksi dua ton per hektar. Namun, dalam perkembangan, produksi ini bahkan telah merambah hingga 103 distrik dengan produktivitas yang sama. Di samping itu, terdapat 46 distrik dengan produksi di atas tiga ton per hektar.
Tatkala India meraih swasembada padi sejak tahun 1977, produksinya selalu surplus. Pada mulanya, negara ini hanya memproduksi padi dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk saja. Namun, kini mereka telah mengembangkan padi berkualitas tinggi, antara lain padi untuk keperluan medis dan aromatik. Salah satu beras berkualitas yang lahir di bumi India dan dikenal di seluruh dunia adalah beras basmati. Beras ini merupakan salah satu padi jenis aromatik.
PELOPOR HIBRIDA KEDUA: Pada dekade 80-an, Pemerintah India membuat langkah maju dengan keputusannya untuk membuka peluang ekspor. Keputusan ini pun langsung ditangkap kalangan swasta sebagai peluang baru untuk meningkatkan produksi basmati. Tidak hanya itu, para petani juga mulai membudidayakan beras yang bermanfaat untuk kepentingan kesehatan, seperti beras yang dapat dikonsumsi untuk para penderita diabetes. Sekarang, beras jenis ini dapat dinikmati di Indonesia dengan merek Taj Mahal.
Cukupkah prestasi ini bagi India? Tidak, ternyata. Walaupun mereka mampu mengekspor beras ke berbagai negara dan memproduksi padi sekitar 128 juta ton per tahun, India tidak melupakan kepentingan dirinya. Terbukti, mereka masih terus berupaya meningkatkan produksi padi dengan berbagai macam cara agar kebutuhan komoditas ini bisa dipenuhi dari dalam negeri.
India tak pernah mengenal kata henti dalam berproduksi. Saat ini India pun tergolong progresif dalam mengembangkan padi hibrida. Budidaya benih padi hibrida ini kini telah memakan lahan seluas 1,2 juta hektar dari 44 juta hektar lahan yang ada. Tidak mengherankan jika India kini menjadi Negara kedua setelah Cina yang memelopori padi hibrida dengan areal penamanan yang begitu luas. Dalam dua tahun mendatang, mereka memproyeksikan penggunaan padi hibrida mencapai 10 juta hektar atau sekitar 25 persen dari areal yang ada.
Keuntungan yang didapatkan para petani yang baru pertama kali mencoba benih padi hibrida begitu nyata dirasakan. Sebagian besar di antara mereka menyatakan bahwa hasil produksi meningkat sekitar 20 persen dan penggunaan pupuk bisa berkurang. Tanaman padi juga terlihat lebih kuat dan tumbuh lebih baik. Oleh sebab itu, mereka makin termotivasi untuk menggunakan beni padi hibrida ketika menyadari produktivitasnya yang begitu tinggi.
Melihat India, kita seperti berkaca pada sebuah negara yang betul-betul melindungi dan memanjakan rakyat petaninya. Selain pembudidayaan padi hibrida, India juga terus memperbaiki peramalan iklim guna menunjang usaha yang dilakukan para petaninya. Peramalan ini menjadi sangat penting di tengah iklim dunia yang tengah berubah serta kondisi iklim mikro yang juga sulit diprediksikan.
Beberapa tahun silam, kita sempat mendengar bahwa India menginvestasikan kekuatan modal yang dimilikinya di bidang peramalan cuaca. India bahkan diberitakan membeli satelit untuk peramalan cuaca sehingga makin memungkinkan mereka meramalkan cuaca lebih tepat. Yang pasti, upaya itu diyakini akan mengurangi kerugian petani akibat perubahan iklim. Dengan satelit ini peramalan cuaca dapat berjalan dengan baik sehingga penentuan musim hujan dan musim kering lebih akurat. Petani pun bisa menanam tepat waktu.
India juga senantiasa terus melahirkan tenaga-tenaga ahli yang mumpuni di bidang pertanian, khususnya tanaman padi. Ketika berkunjung ke sana, kita dengan mudah menemukan peneliti tanaman padi dengan berbagai keahlian. Tidak hanya di India, tetapi juga di luar negeri, karena sejumlah tenaga ahli pertanian India juga ada yang bekerja dan pernah bekerja di belahan dunia lainnya, seperti International Rice Reserach Institute (IRRI) di Filipina.
HASIL PANEN TURUN: Pada masa Revolusi Hijau, hasil panen padi di India mengalami peningkatan yang drastis. Namun, sejak pertengahan tahun 1980, hasil panen padinya mulai menurun. Populasi penduduk India terus bertambah setiap saat. Sementara kondisi ekonomi negara yang tidak mengalami peningkatan membawa pada kekhawatiran akan terjadinya rawan pangan di masa depan.
Selama ini, memang muncul berbagai informasi tentang penyebab menurunnya hasil panen di India. Namun, belum ada yang secara spesifik mengaitkan penurunan tersebut dengan perubahan iklim, misalnya karena awan polusi atmospheric brown clouds (ABCs). Polusi yang diyakini mengandung aerosol dan gas karbon dioksida penyebab efek rumah kaca memang disebut-sebut sebagai pemicu timbulnya pemanasan global.
Penelitian dilakukan Maximillian Auffhammer, dari UC Berkeley's College of Natural Resources, V. “Ram” Ramanathan, dan Jeffrey Vincent, peneliti dari UC San Diego. Mereka melakukan analisis historis terhadap panen padi di India. Selain itu, mereka juga memerikasa efek kombinasi akibat ABCs dan peningkatan gas karbon dioksida.
Hasilnya, para peneliti menemukan bukti adanya efek kombinasi negatif yang dampaknya semakin besar setelah medio 1980. apabila dampak negatif tersebut tidak pernah terjadi di India, sebuah prestasi besar akan ditorehkan India di pentas dunia. Sebab, para ilmuwan ini memperkirakan bahwa hasil panen sesungguhnya bisa 20-25 persen lebih tinggi dari kondisi yang ada pada tahun 1990-an.
Sebelumnya, tim peneliti internasional yang dipimpin Ramanathan menemukan bukti bahwa ABCs atau awan polusi telah membuat iklim India menjadi lebih kering dan lebih dingin. Oleh karena itu, pengurangan kedua jenis polutan, aerosol dan gas rumah kaca, akan menguntungkan petani. Pengurangan aerosol akan merangsang terjadinya hujan, sedangkan pengurangan gas rumah kaca dapat menurunkan temperatur udara yang tinggi pada malam hari yang berefek negatif pada pertumbuhan padi.
Gas rumah kaca dan aerosol yang terdapat dalam dalam awan polusi dikenal sebagai faktor yang saling berlomba menyebabkan pemanasan global. Selain itu, temuan penting lainnya dalam studi interdisipliner ini menunjukkan bahwa efek yang terjadi pada produksi padi bersifat aditif. Suatu penemuan yang selain mengejutkan, juga tidak menyenangkan.
Center for Global Development, sebuah lembaga non profit di Washington, Amerika Serikat, memaparkan hasil penelitian yang lain. Studi ini menghubungkan antara metode mutakhir dalam pertanian di India dan kaitannya dengan iklim dan polusi. Penemuan ini secara signifikan menunjukkan bahwa awan polusi telah merugikan India jutaan ton produksi makanan.
Penelitian ini makin memberikan dorongan untuk pelaksanaan program pengendalian polusi udara di Asia. Aufhammer, Asisten Profesor Pertanian dan Sumberdaya Ekonomi, Universitas California Berkeley, menambahkan, “Meski studi ini terfokus pada kondisi di India, ABCs juga terdapat di negara-negara produsen beras di seluruh Asia.” Bahkan, banyak diantaranya telah mengalami penurunan hasil panen.
Berpijak pada riset maupun penelitian ini, India terus berbenah. Lembaga penelitian dan juga perguruan tinggi pertanian juga banyak terdapat di berbagai negara bagian. Setidaknya, terdapat 53 lembaga di India yang bekerja sama dengan IRRI untuk melakukan penelitian tanaman padi. Adanya penemuan bahwa polusi udara berpengaruh pada hasil pertanian penting sebagai pertimbangan dalam upaya memastikan ketahanan pangan.
Hasilnya, di tengah berbagai pihak yang sibuk meributkan soal rekayasa genetika, India telah melakukan penelitian rekayasa genetika untuk tanaman padi. Mereka melakukan hal ini karena melihat prospek pengembangan tanaman padi ke depan melalui rekayasa genetika. Salah satu rekayasa genetika yang akan dimunculkan adalah beras dengan kandungan provitamin A untuk beberapa varietas tanaman padi.
Hingga kini, fokus dan konsentrasi Pemerintah India, kalangan swasta, maupun para petaninya tak pernah memudar, bahkan terus meningkat. Upaya ini tidak lepas dari semangat awal para bapak pendiri India, yang senantiasa dipegang teguh dari generasi ke generasi. India dapat menjadi contoh tentang adanya upaya serius dari sebuah pemerintahan yang memihak sektor pertanian dengan penuh totalitas. QYH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar