Sonia Wibisono
Tidak ada yang meragukan arti keberadaan nasi. Sebagai sumber karbohidrat, keberadaan nasi begitu diperlukan bagi kita. Hal ini juga disadari oleh Sonia Wibisono. Dokter yang juga bintang iklan berbagai produk kesehatan ini mengatakan, kandungan vitamin dalam nasi atau beras akan lebih bernilai apabila ari-ari atau kulit berasnya tidak semuanya terbuang. “Tapi, jarang ya sekarang kita melihat beras yang masih ada kulitnya,” katanya.
Paradigma bahwa belum makan kalau belum makan nasi yang masih dianut mayoritas masyarakat, menurutnya, lebih dikarenakan pola maupun kebiasaan yang sudah terbentuk dari kecil. “Karena dari kecil tiap hari memang makan nasi, jadi kebiasaan,” katanya sambil tersenyum. Pola ini akan berbeda, lanjutnya, jika anak-anak dari kecil sering diberi makan mie, bakso, hingga makanan yang manis, gurih, dan sebagainya. “Jadi, semua ini hanya soal kebiasaan.”
Dokter lulusan Universitas
Benarkah menggantungkan kebutuhan kalori dari beras hanya merangsang pertumbuhan tubuh daripada perkembangan daya pikir atau kecerdasan? Sonia, panggilan akrabnya, tidak sepenuhnya mengiyakan soalan ini. Menurut pembicara di berbagai seminar kesehatan ini, tiap zat gizi mempunyai fungsinya masing masing. Karbohidrat lebih berfungsi sebagai sumber energi kita. Jadi, kalau bekerja lebih banyak dengan otot, memang membutuhkan lebih banyak energi.
“Istilah itu sebenarnya salah kaprah. Otot pun baru bisa berkembang kalau dilatih, seperti berolahraga, angkat besi, atau sering angkat berat,” tuturnya. Kalau makan tinggi kalori saja, tapi tidak angkat angkat, lanjutnya, jadinya bukan otot berkembang, tapi numpuk jadi lemak yang berkembang. Hasilnya, jadilah perut, paha, tangan, serta beberapa anggota tubuh yang berlemak dan terlihat lebih gemuk.
Sebetulnya, kebutuhan kalori dapat dipenuhi dari berbagai jenis makanan, seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Singkong, jagung, kentang, ubi, dan beberapa jenis makanan dapat dijadikan alternatif pilihan untuk itu. Bahkan, tidak sekadar pilihan nomor dua, kata Sonia, berbagai jenis pangan ini memiliki presentasi karbohidrat yang lebih besar, sehingga dapat digolongkan menjadi sumber energi selain beras atau nasi.
Kalau untuk mengembangkan kecerdasan atau daya pikir, ia berpendapat, tentu kita tidak semata mengandalkan makanan. Memang, otak untuk berpikir tentu membutuhkan kalori, seperti karbohidrat, protein, atau lemak. Namun, menurutnya, otak tetap membutuhkan latihan untuk berkembang, makanya kita butuh sekolah, les, dan belajar terus agar otak tetap berkembang dan tetap terjaga kecerdasannya. Ia juga menekankan, kita perlu juga memperkaya konsumsi vitamin dan mineral agar semua sel, termasuk sel otak, tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Berbicara soal beras terbaik, menurutnya, jenis beras apapun tetap layak kita konsumsi, baik dari segi kandungan gizi maupun dampaknya bagi kesehatan kita. “Beras apa saja, yang penting alami dan tidak ditambah zat-zat kimia,” katanya. Namun, dari beragam jenis maupun varietas beras yang ada, ia merekomendasikan beras merah lebih bagus. “Ia adalah karbohidrat kompleks,” tuturnya.
Jika diperbandingkan, nasi putih memiliki karbohidrat yang tergolong sederhana. “Memang cepat kenyang dan bikin ngantuk. Tapi, kita juga cepat lapar lagi,” katanya sambil tertawa. Sedangkan, nasi merah/ beras merah adalah lebih baik untuk kesehatan karena mengandung lebih banyak serat yang baik untuk pencernaan tubuh. Selain itu, beras merah juga dapat menjadi gula darah lebih lama ketika dicerna, sehingga seseorang yang makan itu tidak cepat lapar lagi. “Tapi, sayangnya, banyak yang kurang suka rasanya ya,” katanya.
Ingin tahu nasi dari jenis berapa apa yang digemari Sonia? Perempuan berusia 30 tahun ini ternyata begitu mengemari nasi yang pulen, hangat, dan dimakan dengan menggunakan tangan. Ia juga jatuh hati pada beras Jepang, yang katanya, pulen dan empuk. “Soalnya, saya suka yang empuk-empuk,” tandasnya sembari tergelak. Namanya juga selera. GUS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar