Senin, 14 Juli 2008

Agrowisata

Pesona Kemegahan Alam

Dieng

Tak banyak pesona alam di dunia ini yang mengombinasikan sawah berundak (terrace), hujan kapas salju, plus pemandangan sisa-sisa aktivitas vulkanik masa lampau. Seperti dituturkan Irwan Duse, di negeri Kahyangan Dataran Tinggi Dieng, semua itu menyatu bersama keindahan alami lainnya.

Kahyangan adalah tempat bersemayamnya para Dewa. Di semua cerita rakyat negeri ini, konon, keindahan alamnya tiada tara. Sayangnya, itu hanya cerita, hanya di angan-angan, hanya pembuai bocah menuju alam mimpinya.

Masyarakat di perbatasan Kabupaten Banjarnegera dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, tentu bukan Dewa atau keturunan dari Dewa. Juga, tak seorang pun dari mereka pernah menjelma dan menjadi tokoh dalam cerita rakyat.

Toh begitu, mereka menerjemahkan kampung tempat mereka tinggal sebagai Kahyangan. Dieng berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni di dan hyang. Di berarti tempat tinggi, sedangkan hyang berarti dewata. Artinya, Dieng adalah dataran tinggi tempat bersemayamnya para Dewa.

Sejatinya, tentu cuma mitos. Namun, kalau berkunjung ke sana, Anda akan merasa seolah dibuai pesona Kahyangan. Sawah dan lahan pertanian yang berundak, aroma vulkanik yang khas, embun yang membelai kulit, atau bahkan hujan kapas salju di bulan Juli hingga September. Itu belum termasuk hawa nan sejuk, pemandangan hutan jati nan memukau, berikut dinamika kehidupan tradisional khas pedesaan..

MISTIS NAN MENDEBARKAN: Tak susah menuju ke Kahyangan Dieng. Perjalanan bisa diawali dari Kota Wonosobo, Jawa Tengah, dengan jarak tempuh sekitar 26 kilometer. Bisa pula Anda mengawali perjalanan dari Kota Banjarnegara, dengan jarak tempuh 55 kilometer.

Jauh sebelum memasuki perbukitan Dieng, adrenalin pengunjung mulai menggeliat. Rasa kagum, mengerikan, dan takut, silih berganti mengocok sanubari. Soalnya, rute yang ditempuh berupa jalan menanjak, sempit, dan bertikungan tajam. Sementara itu, di sisi jalan terdapat jurang dan tebing terjal. Kalau kabut menerpa, jarak pandang bisa hanya beberapa meter. Karena itu, sebaiknya perjalanan dilakukan hanya pada cuaca cerah.

Di sisi lain, kondisi alam seperti itu menyeruakkan pemandangan menakjubkan. Bukan sekadar jurang, memang, sebab bukit-bukit terjal di sisi jalan disulap seolah menjadi rangkaian tangga.

Begitu sampai di kawasan wisata, ketegangan dicairkan oleh beberapa obyek tontonan yang saling berdekatan. Kunjungan ke setiap tempat dikenakan karcis masuk berkisar Rp 3.000 sampai dengan Rp 10.000. Tapi, jika ingin menikmati semuanya, ada semacam "karcis terusan" untuk semua obyek wisata.

Dari sisi obyek wisata itu, Anda masih bisa menyaksikan obyek wisata “gratisan” yang tak kalah menakjubkan. Ya, apalagi kalau bukan pemandangan alam. Sejauh mata menengok, hutan jati, sawah, atau lahan pertanian nampak begitu asri dan serasi. Sejak dulu, Dieng memang telah dikenal sebagai sentra aneka macam hasil pertanian.

Dengan iklim sesejuk Pangalengan dan tanah sesubur Lembang, Jawa Barat, Dieng memungkinkan berbagai tanaman holtikultura itu tumbuh dengan baik. Namun tanah yang subur itu tidak diperoleh dengan mudah karena masih bercampur dengan bebatuan dalam satu lahan. Bila ingin membuka lahan untuk pertanian di lereng-lerang bukit, terlebih dahulu harus memisahkan batu-batu dari tanah.

Bebatuan itu dikumpulkan pada batas lahan dan dijadikan pondasi penyangga, kemudian tanah diratakan, begitu seterusnya hingga ke bawah bukit dan membentuk seperti tangga terrace. Semakin curam lahan itu, maka tangga kian rapat dan lahan makin kecil-kecil. Beberapa tempat bahkan mempunyai kemiringan hingga 50-60 derajat.

Meski tantangan untuk membuka lahan pertanian sangat keras, penduduk setempat kebanyakan berprofesi sebagai petani. Selain memanfaatkan kampung mereka sebagai daerah tujuan wisata, penghasilan utama mereka berasal dari lahan pertanian.

WISATA TERFAVORIT: Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateu) merupakan daerah tujuan wisata yang paling digemari di Jawa Tengah setelah Candi Borobudur. Perbukitan ini semula merupakan gunung berapi yang meletus dahsyat, yang membuat puncaknya terlempar, menyisakan sebuah dataran di puncak gunung. Dataran ini kemudian dikenal dengan nama Dataran Tinggi Dieng.

Letaknya pada ketinggian sekitar 2,093 meter di atas permukaan air laut, dengan suhu siang hari antara 15 derajat Celcius dan 10 derajat Celcius pada malam hari. Pada musim kemarau, suhu dapat turun drastis di bawah titik nol derajat Celcius. Rendahnya suhu tersebut membekukan embun. Menurut petani Dieng, kristal-kristal embun yang sering disebut embun upas sangat tidak bersahabat. Tanaman kentang dan kubis mereka terancam jika embun ganas tersebut datang.

Di waktu-waktu tertentu, para penduduk Dieng merayakan ritual mereka, seperti Nyadran Suran Masyarakat Desa Pagerejo. Ritual ini hampir sama dengan yang dilaksanakan di dusun Gianti, juga diperingati setiap tanggal 1 bulan Suro (bulan Jawa). Dalam ritual ini, masyarakat Desa Pagerejo, Kecamatan Kertek ini melangsungkan upacara mandi di Sendang Surodilogo.

Ada pula Nyadran Suran Masyarakat Dusun Gianti. Ritual ini merupakan upacara memperingati hari jadi Dusun Gianti, desa Kadipaten, Kecamatan Selomerto yang biasanya dilanjutkan dengan Merdi Dusun disertai upacara Tenongan, dan dilanjutkan pagelaran seni tradisional semalam suntuk. Dusun Gianti terkenal dengan sebutan dusun wisata di kabupaten Wonosobo.

Luas Dataran Tinggi Dieng 619,846 hektar, dikelilingi gugusan gunung antara lain Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Perahu, Gunung Rogojembangan, serta Gunung Bismo. Keindahan Dieng menawarkan suatu pemandangan yang penuh daya tarik. Percaya atau tidak, pengunjung yang datang dari arah Wonosobo dapat menyaksikan dua kali matahari terbit.

Matahari yang terbit di perbukitan Dieng diberi julukan sebagai golden sunrise, dengan matahari keemasan, dan silver sunrise dengan warna sinar matahari putih perak. Penampilan matahari terbit yang pertama alias golden sunrise, dapat dilihat dari menara pandang pada ketinggian 1,700 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini berada sebelum memasuki Desa Dieng. Sedangkan penampilan kedua atau silver sunrise, dapat disaksikan dari komplek Candi Hindu.

Semua itu bisa disaksikan seraya menyeruput purwaceng, ramuan penghangat badan khas setempat. Anda juga bisa membawa pulang oleh-oleh ala Dieng berupa kacang Dieng, carica, kentang, asparagus, atau jamur Dieng. Dijamin tak akan mengecewakan tenggorokan sahabat. Percayalah!

P

Boks I

Judul : Dieng, Negeri Seribu Candi

Di sekitar Dieng Plateu, terdapat banyak candi. Pasalnya, dahulu, tempat tersebut merupakan arena pemujaan dan asrama pendidikan Hindu tertua di Indonesia. Sebagai sebuah bangunan suci, candi-candi yang ada masih terawat sampai sekarang, berikut puing-puing bekas vihara. Candi-candi tersebut antara lain:


Candi Arjuna: Kelompok candi ini terdiri dari lima candi tersusun dalam dua deret. Deret di sebelah timur terdiri dari empat bangunan candi yang semuanya menghadap ke barat Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Deret sebelah barat menghadap ke timur yaitu Candi Semar yang berhadapan dengan Candi Arjuna.

Masing-masing candi memiliki ciri khas dan keindahan tersendiri, dan dibangun tidak bersamaan dengan tujuan untuk bermeditasi. Pada candi-candi ini selalu digambarkan dewa-dewa pendamping utama Siwa, kecuali pada candi yang istimewa yaitu Candi Srikandi yang digambarkan pada relung-relung semu adalah dewa-dewa utama agama Hindu yaitu Brahma, Siwa, dan Wisnu.

Candi Gatotkaca: Candi ini terletak di sebelah barat kelompok Candi Arjuna di kaki bukit Pangonan menghadap ke barat, dahulu kala di lokasi ini terdapat enam bangunan candi yaitu Candi Gatotkaca, Candi Sentyaki, Candi Antareja, Candi Nakula-Sadewa, dan Candi Nalagareng. Karena proses alam, hanya Candi Gatotkaca yang mampu bertahan hingga saat ini.

Candi Gatotkaca dibangun setelah candi Srikandi. Hal ini diketahui dari cara penempatan tangga kaki, jumlah relung, denah bangunan, dan denah atap tingkatnya. Candi Gatotkaca memiliki kala makara yang khas, berupa wajah raksasa yang menyeringai tanpa rahang bawah.

Candi Bima: Terletak di sebelah selatan Candi Gatotkaca kurang lebih satu kilometer. Dulu diperkirakan terdapat beberapa candi, namun karena proses alam, hanya Candi Bima yang mampu bertahan, mempunyai tipe berbeda dengan candi-candi lain di Dieng dan diperkirakan dibangun setelah Candi Srikandi.

Candi Bima menghadap ke timur dengan denah candi berbentuk palang. Yang menarik dari candi ini adalah bagian atapnya yang sangat mirip bentuk shikara dan berbentuk seperti mangkuk yang ditangkupkan. Selain itu, pada bidang-bidang tingkatnya dihiasi dengan relung-relung yang melengkung dengan kepala tokoh dewa di dalamnya atau kudu.

Candi Dwarawati: Candi Dwarawati terletak paling timur di antara candi-candi di dataran tinggi Dieng, didirikan di bukit Perahu. Di lokasi ini dahulu ada dua buah candi yaitu candi Dwarawati dan Parikesit. Ketika ditemukan keduanya telah runtuh berserakan, dan diperbaiki pada tahun 1955. Candi Dwarawati direstorasi kembali pada tahun 1980, dan banyak dikunjungi wisatawan sampai sekarang.

P

BOKS II

Judul : Segarang Kawah, Setenang Telaga

Dua wajah yang unik sekaligus mengesankan di dataran Tinggi Dieng. Ketika pengunjung melihat ke kedalaman kawah, kegarangan dan kekokohan alam segera terasa. Namun, ketika Anda berkunjung ke telaga, rasa nyaman, teduh, dan sejuk seketika menerpa batin.

Memang, aset wisata lain yang tersebar di dataran tinggi Dieng adalah kawah dan telaga. Beberapa di antaranya adalah Kawah Sikidang, Kawah Si Banteng, Kawah Sileri, Kawah Candradimuka, Telaga Balaikumbang, Telaga Medada, Telaga Siwi, Telaga Dringa, Telaga Sinila, Sumur Jala Tunda, Goa Jumut, Gangsiran Asmotoma.

Kawah Sikidang: Kawah ini adalah kawah vulkanik dengan lubang kepundan berada di daerah dataran sehingga kawah dapat disaksikan langsung dari bibir kawah. Sampai saat ini kawah Sikidang masih aktif mengeluarkan uap panas sehingga air kawah mendidih dan bergejolak. Bau khas pegunungan berapi, kepulan asap putih selalu menghiasi penampilan kawah ini.

Uap panas yang keluar disertai semburan air yang mendidih berwarna kelabu selalu muncul berpindah-pindah dan berlompat-lompat dari satu tempat ke tempat lain seperti seekor Kidang, sehingga dinamai kawah Sikidang.

Kawah Sileri:
Kawah terluas di kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng yang masih aktif, dengan permukaan airnya yang terus-menerus mengepulkan asap putih dan menunjukkan gejala vulkanis. Kawah Sileri berwarna kelabu kental seperti leri, sehingga dinamakan kawah Sileri, lingkungan ini masih sangat alami dengan latar belakang pegunungan yang hijau.

Kawah Candradimuka: Kawah ini sebenarnya bukan kawah gunung berapi, tetapi merupakan pemunculan Solfatara dari rekahan tanah. Terdapat dua lubang rekahan yang masih aktif mengeluarkan solfatara, yang satu mengeluarkan secara terus menerus yang lainnya secar berselang. Di kawah yang sangat atraktif ini terdapat sumber air yang mempunyai kekuatan magis sehingga banyak wisatawan yang berkunjung untuk memanfaatkannya.

Sumur Jalatunda: Sumur Jalatunda berasal dari kawah yang telah mati ribuan tahun yang lalu kemudian terisi air sehingga menyerupai sebuah sumur raksasa. Sumur ini mempunyai garis tengah kurang lebih 90 meter dan kedalaman ratusan meter.


Ada kepercayaan penduduk setempat jika seseorang berhasil melemparkan batu menyeberangi sumur tersebut, maka segala keinginannya akan terlaksana. Bahkan air sumur Jalatunda mempunyai kekuatan magis sehingga banyak dimanfaatkan wisatawan.

Telaga Merdada: Telaga ini merupakan telaga terluas di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng kurang lebih 25 Ha dengan kedalaman 2 – 10 meter. Berlatar belakang lereng-lereng bukit yang hijau, dan bedeng-bedeng jamur khas Dieng menambah keindahan pemandangan telaga ini.

Museum Purbakala: Terletak di sebelah barat laut candi Gatutkaca dan berada di sebelah kanan jalan menuju candi Bima. Di dalam museum ini disimpan 100 buah temuan lepas yang berasal dari komplek candi Dieng.

Temuan lepas berupa arca, relief, komponen bangunan dan prasasti yang umumnya dari bahan batu andesit. Koleksi arca yang disimpan di sana memiliki kekhasan tersendiri yaitu koleksi arca singa dengan berbagai bentuk dan ukuran, dalam salah satu Kibat India disebutkan tipe singa di sini termasuk Khummana Simha yaitu bersikap duduk dengan kedua kaki di depannya terangkat ke atas.

Waduk Mrica: Wisata air ini memanfaatkan Bendungan Panglima Besar Soedirman yang mempunyai fungsi utama sebagai Pembangkit Listrik (PLTA). Bendungan sepanjang 6,5 kilometer dengan luas 1.250 hektar ini merupakan bendungan terbesar di Asia Tenggara dan mempunyai kapasitas tenaga listrik sebesar 184,5 MW. Wisata air yang ada di sana adalah berperahu/speedboat mengelilingi waduk, olah raga dayung, memancing dan naik kereta mini mengelilingi arena wisata.

Juga tersedia taman bermain untuk anak dan panggung hiburan. Lokasi ini sangat menarik karena berbukit-bukit dan rimbun oleh pepohonan serta pemandangan bendungan yang indah dan asri. Di dekat komplek Wisata Mrica juga terdapta Padang Golf dengan 9 hole yang dilengkapi segala fasilitasnya.

Taman Rekreasi Anglir Mendung:
Terletak arah Utara 18 Km dari Kota Banjarnegara. Di daerah ini beriklim sejuk dan dikelilingi hutan lindung yang dapat dijadikan wisata alam berburu, cross country. Fasilitas yang tersedia yaitu kolam renang yang jernih dengan mata air asli dari pegunungan, taman bermain anak-anak, penginapan remaja dan bumi perkemahan yang dapat menampung 200 tenda. Jalan menuju obyek wisata ini berkelok-kelok dengan pemandangan alam yang indah, berupa bukit, sawah, sungai dan hutan.

Arung Jeram Sungai Serayu: Wisata minat khusus arung jeram ini berada di Sungai Serayu Kabupaten Banjarnegara tepatnya dari Desa Tunggoro ke Desa Singomerto, Kecamatan Sigaluh dengan panjang route tempuh 12 kilometer

Fasilitas akomodasi dan cinderamata khas desa ini tersedia di sepanjang jalan raya, dan Sungai Serayu ini mengalir berdekatan dengan jalan raya Tunggoro – Singomerto. Arung jeram ini dinilai sangat baik oleh para atlet Arung Jeram Nasional sehingga pada tahun 1997 di lokasi ini dijadikan sebagai lokasi Kejurnas I Arung Jeram.

Tidak ada komentar: