Target Produksi 60 Juta Ton GKG
Dirjen Tanaman Pangan, Sutarto Ali Muso,
Dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri dan meningkatkan pendapatan petani, tahun ini pemerintah merencanakan, merumuskan, dan menyepakati sasaran dan target peningkatan produksi untuk masing-masing komoditas pangan, yakni untuk padi produksi ditargetkan sebanyak 60 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), untuk jagung sebanyak 16 juta ton, dan kedelai sebanyak 1 juta ton. Kata Kunci Keberhasilan Ada Pada Pemerintah Daerah
Bersamaan dengan target peningkatan produksi, yang tidak kalah pentingnya adalah target peningkatan efisiensi dan peningkatan kualitas produksi. Namun, untuk mencapai itu semua kita harus memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki. “Keterbatasan itu di antaranya adalah keterbatasan lahan, infrastruktur, modal yang dimiliki oleh petani, kelembagaan, terutama keterbatasan kelembagaan kelompok tani dan penyuluhan,” Demikian dikemukakan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian, Sutarto Ali Muso.
Menurut Sutarto, untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan itu, pemerintah pusat selaku fasilitator dan motivator harus memiliki sejumlah strategi. Strategi dimaksud berkaitan dengan peningkatan produktivitas, peningkatan perluasan lahan, mengamankan produksi, dan penguatan kelembagaan.
Dalam meningkatkan produktivitas, pemerintah melakukan berbagai cara, seperti mendorong peningkatan penggunaan benih unggul bermutu, baik hibrida maupun non hibrida. Penggunaan benih ini tergantung lahan atau daerah setempat, di mana secara empiris penggunaan benih unggul ternyata juga mampu meningkatkan kualitas produksi. Budidaya yang sehat dan sesuai dengan kondisi daerah setempat juga ditingkatkan, yakni mendorong penggunaan pupuk berimbang antara pupuk nonorganik dengan pupuk organik. Sebagian besar lahan-lahan pertanian di Indonesia sudah lama menggunakan pupuk kimia sehingga terjadi degradasi kemampuan lahan, maka salah satu solusinya adalah mendorong penggunaan pupuk organik. Untuk itu pemerintah mengupayakan adanya subsidi pupuk NPK maupun organik.
Selain itu, di beberapa daerah ada yang mengembangkan sistem rice intensification, yang tujuannya adalah penggunaan efesiensi air sekaligus meningkatkan produktivitas. Namun, juga harus dikombinasikan dengan menggunakan benih unggul bermutu. “Sebab, untuk varietas padi non hibrida, kalau bisa ditangani dengan baik dan maksimal ternyata juga bisa menghasilkan sampai 7-9 ton per hektar, bahkan mungkin lebih,” katanya.
Namun, sekarang rata-rata hasil produksi padi petani Indonesia untuk per hektarnya masih di bawah 5 ton. “Artinya masih ada gap, dan gap inilah yang harus diberikan pemahaman kepada petani. Salah satunya adalah dengan menggunakan varietas padi unggul bermutu, penggunaan pupuk berimbang dan organik, dan penggunaan air secara efesien, hal ini berlaku untuk seluruh komoditas,” tutur Sutarto.
LAHAN BARU: Untuk mengatasi keterbatasan lahan, ada beberapa cara yang dapat ditempuh. Sutarto menyebutkan, pemerintah mengupayakan kemungkinan perluasan areal tanam dengan mencetak lahan-lahan pertanian baru, konservasi lahan, kerja sama dalam memanfaatkan lahan-lahan kehutanan atau perkebunan, meningkatkan indeks pertanaman, dan lain sebagainya.
Meningkatkan indeks pertanaman juga menjadi solusi. Misalnya, yang tadinya di lahan tersebut ditanami padi-padi, kalau airnya cukup bisa menjadi padi-padi-kedelai atau padi-padi-jagung. Untuk daerah yang airnya kurang bisa menggunakan pola padi-jagung-jagung, padi-jagung-kedelai, atau padi-kedelai-kedelai. Di daerah yang airnya sangat kurang cukup ditanami kedelai-kedelai atau jagung-kedelai. Sementara itu, untuk lahan kering biasanya masyarakat bertanam dengan cara tumpang sari, ada padi, kedelei, jagung, kacang panjang, cabe, dan lain-lain.
Kemudian, kerjasama peningkatan penggunaan lahan kehutanan dan perkebunan juga dapat diterapkan. “Katakanlah, ada dulu istilahnya bule (tebu-kedelai, red.), kemudian pada perkebunan sawit yang masih muda bisa ditanami jagung atau kedelai, kemudian pada perkebunan karet yang masih muda pun bisa ditanam kedelei, bahkan bila ditanam kedelai justru akan mempersubur tanah,” kata Sutarto.
Khusus untuk masalah lahan pertanian yang semakin lama semakin menyusut akibat alih fungsi ke lahan non pertanian, maka dalam waktu dekat pemerintah pusat akan mengusulkan ke DPR untuk disahkannya UU Lahan Pertanian Abadi atau UU Perlindungan Lahan Pertanian. Hal ini memang mendesak untuk segera dilakukan. Seab, ke depan akan menjadi masalah yang sangat krusial terutama menyangkut masalah pangan, sementara jumlah penduduk terus bertambah dari waktu ke waktu.
Dalam pengamanan produksi, terutama terkait dengan perubahan iklim yang luar biasa, misalnya untuk musim tanam tahun ini (Oktober 2007-Maret 2008) terjadi peningkatan curah hujan yang relatif tinggi sehingga terjadi banjir di beberapa daerah. Untuk kondisi seperti ini pemerintah harus siap mengantisipasinya dan segera memberikan bantuan benih, traktor, pupuk dan sebagainya untuk mendorong agar petani segera bertanam kembali. Sutarto menambahkan, untuk musim tanam tahun ini dari sekitar 96 ribu hektar yang terkena banjir dan ternyata sudah lebih dari 95 % petani sudah menanam kembali.
PERAN PEMDA: Di samping banjir, tentunya ada hama penyakit yang dapat mengganggu pola tanam. Jika tadinya tertib menjadi tidak tertib, sehingga sangat memungkinkan ancaman hama itu timbul. Untuk kondisi seperti ini pemerintah juga harup siap memberikan bantuan. Salah satunya, pemerintah pusat memberikan bantuan pestisida, menyiapkan mobil-mobil brigade, dan sepeda motor pengamat hama, seperti yang dilakukan pada tahun 2007 lalu. Semua ini dilakukan untuk menjaga kemungkinan terjadi peningkatan hama penyakit yang relatif mendadak.
Penguatan kelembagaan juga terus diupayakan, mulai dari kelompok tani, gapoktan, lembaga penyuluhan, dan lembaga keuangan atau sumber modal misalnya melaui SP3, KKP, KUR, dan sebagainya. Penguatan kelembagaan ini juga diwujudkan dengan membangun kemitraan seperti penggilingan padi, Bulog, perbankan, koperasi, pengrajin tahu dan tempe, lembaga penelitian, dan lembaga lainnya terkait yang diharapkan mampu bersinergi dil apangan untuk mencapai sasaran yang sudah ditargetkan..
Namun di era otonomi daerah ini kunci keberhasilan semua ini ada pada pemerintah daerah. Terkait dengan produktivitas pangan dan pembanguna pertanian pada umumnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Pemerintah pusat, menurut Sutarto, hanya berperan untuk memberikan pedoman, arahan, dorongan, serta fasilitas.
“Nah, ini semua kita dorong agar kegiatan produksi bisa efesiensi dan efektif sehingga terjadi peningkatan kualitas maupun kuantitasnya,” kata Sutarto menambahkan. Berbagai kebijakan maupun program ini diharpakan pada akhirnya akan menuju pada peningkatan produktivitas masyarakat petani sekaligus meningkat pendapatannya sehingga kesejahteraan petani meningkat. MRS
Dirjen Tanaman Pangan, Sutarto Ali Muso,
Dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri dan meningkatkan pendapatan petani, tahun ini pemerintah merencanakan, merumuskan, dan menyepakati sasaran dan target peningkatan produksi untuk masing-masing komoditas pangan, yakni untuk padi produksi ditargetkan sebanyak 60 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), untuk jagung sebanyak 16 juta ton, dan kedelai sebanyak 1 juta ton. Kata Kunci Keberhasilan Ada Pada Pemerintah Daerah
Bersamaan dengan target peningkatan produksi, yang tidak kalah pentingnya adalah target peningkatan efisiensi dan peningkatan kualitas produksi. Namun, untuk mencapai itu semua kita harus memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki. “Keterbatasan itu di antaranya adalah keterbatasan lahan, infrastruktur, modal yang dimiliki oleh petani, kelembagaan, terutama keterbatasan kelembagaan kelompok tani dan penyuluhan,” Demikian dikemukakan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian, Sutarto Ali Muso.
Menurut Sutarto, untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan itu, pemerintah pusat selaku fasilitator dan motivator harus memiliki sejumlah strategi. Strategi dimaksud berkaitan dengan peningkatan produktivitas, peningkatan perluasan lahan, mengamankan produksi, dan penguatan kelembagaan.
Dalam meningkatkan produktivitas, pemerintah melakukan berbagai cara, seperti mendorong peningkatan penggunaan benih unggul bermutu, baik hibrida maupun non hibrida. Penggunaan benih ini tergantung lahan atau daerah setempat, di mana secara empiris penggunaan benih unggul ternyata juga mampu meningkatkan kualitas produksi. Budidaya yang sehat dan sesuai dengan kondisi daerah setempat juga ditingkatkan, yakni mendorong penggunaan pupuk berimbang antara pupuk nonorganik dengan pupuk organik. Sebagian besar lahan-lahan pertanian di Indonesia sudah lama menggunakan pupuk kimia sehingga terjadi degradasi kemampuan lahan, maka salah satu solusinya adalah mendorong penggunaan pupuk organik. Untuk itu pemerintah mengupayakan adanya subsidi pupuk NPK maupun organik.
Selain itu, di beberapa daerah ada yang mengembangkan sistem rice intensification, yang tujuannya adalah penggunaan efesiensi air sekaligus meningkatkan produktivitas. Namun, juga harus dikombinasikan dengan menggunakan benih unggul bermutu. “Sebab, untuk varietas padi non hibrida, kalau bisa ditangani dengan baik dan maksimal ternyata juga bisa menghasilkan sampai 7-9 ton per hektar, bahkan mungkin lebih,” katanya.
Namun, sekarang rata-rata hasil produksi padi petani Indonesia untuk per hektarnya masih di bawah 5 ton. “Artinya masih ada gap, dan gap inilah yang harus diberikan pemahaman kepada petani. Salah satunya adalah dengan menggunakan varietas padi unggul bermutu, penggunaan pupuk berimbang dan organik, dan penggunaan air secara efesien, hal ini berlaku untuk seluruh komoditas,” tutur Sutarto.
LAHAN BARU: Untuk mengatasi keterbatasan lahan, ada beberapa cara yang dapat ditempuh. Sutarto menyebutkan, pemerintah mengupayakan kemungkinan perluasan areal tanam dengan mencetak lahan-lahan pertanian baru, konservasi lahan, kerja sama dalam memanfaatkan lahan-lahan kehutanan atau perkebunan, meningkatkan indeks pertanaman, dan lain sebagainya.
Meningkatkan indeks pertanaman juga menjadi solusi. Misalnya, yang tadinya di lahan tersebut ditanami padi-padi, kalau airnya cukup bisa menjadi padi-padi-kedelai atau padi-padi-jagung. Untuk daerah yang airnya kurang bisa menggunakan pola padi-jagung-jagung, padi-jagung-kedelai, atau padi-kedelai-kedelai. Di daerah yang airnya sangat kurang cukup ditanami kedelai-kedelai atau jagung-kedelai. Sementara itu, untuk lahan kering biasanya masyarakat bertanam dengan cara tumpang sari, ada padi, kedelei, jagung, kacang panjang, cabe, dan lain-lain.
Kemudian, kerjasama peningkatan penggunaan lahan kehutanan dan perkebunan juga dapat diterapkan. “Katakanlah, ada dulu istilahnya bule (tebu-kedelai, red.), kemudian pada perkebunan sawit yang masih muda bisa ditanami jagung atau kedelai, kemudian pada perkebunan karet yang masih muda pun bisa ditanam kedelei, bahkan bila ditanam kedelai justru akan mempersubur tanah,” kata Sutarto.
Khusus untuk masalah lahan pertanian yang semakin lama semakin menyusut akibat alih fungsi ke lahan non pertanian, maka dalam waktu dekat pemerintah pusat akan mengusulkan ke DPR untuk disahkannya UU Lahan Pertanian Abadi atau UU Perlindungan Lahan Pertanian. Hal ini memang mendesak untuk segera dilakukan. Seab, ke depan akan menjadi masalah yang sangat krusial terutama menyangkut masalah pangan, sementara jumlah penduduk terus bertambah dari waktu ke waktu.
Dalam pengamanan produksi, terutama terkait dengan perubahan iklim yang luar biasa, misalnya untuk musim tanam tahun ini (Oktober 2007-Maret 2008) terjadi peningkatan curah hujan yang relatif tinggi sehingga terjadi banjir di beberapa daerah. Untuk kondisi seperti ini pemerintah harus siap mengantisipasinya dan segera memberikan bantuan benih, traktor, pupuk dan sebagainya untuk mendorong agar petani segera bertanam kembali. Sutarto menambahkan, untuk musim tanam tahun ini dari sekitar 96 ribu hektar yang terkena banjir dan ternyata sudah lebih dari 95 % petani sudah menanam kembali.
PERAN PEMDA: Di samping banjir, tentunya ada hama penyakit yang dapat mengganggu pola tanam. Jika tadinya tertib menjadi tidak tertib, sehingga sangat memungkinkan ancaman hama itu timbul. Untuk kondisi seperti ini pemerintah juga harup siap memberikan bantuan. Salah satunya, pemerintah pusat memberikan bantuan pestisida, menyiapkan mobil-mobil brigade, dan sepeda motor pengamat hama, seperti yang dilakukan pada tahun 2007 lalu. Semua ini dilakukan untuk menjaga kemungkinan terjadi peningkatan hama penyakit yang relatif mendadak.
Penguatan kelembagaan juga terus diupayakan, mulai dari kelompok tani, gapoktan, lembaga penyuluhan, dan lembaga keuangan atau sumber modal misalnya melaui SP3, KKP, KUR, dan sebagainya. Penguatan kelembagaan ini juga diwujudkan dengan membangun kemitraan seperti penggilingan padi, Bulog, perbankan, koperasi, pengrajin tahu dan tempe, lembaga penelitian, dan lembaga lainnya terkait yang diharapkan mampu bersinergi dil apangan untuk mencapai sasaran yang sudah ditargetkan..
Namun di era otonomi daerah ini kunci keberhasilan semua ini ada pada pemerintah daerah. Terkait dengan produktivitas pangan dan pembanguna pertanian pada umumnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Pemerintah pusat, menurut Sutarto, hanya berperan untuk memberikan pedoman, arahan, dorongan, serta fasilitas.
“Nah, ini semua kita dorong agar kegiatan produksi bisa efesiensi dan efektif sehingga terjadi peningkatan kualitas maupun kuantitasnya,” kata Sutarto menambahkan. Berbagai kebijakan maupun program ini diharpakan pada akhirnya akan menuju pada peningkatan produktivitas masyarakat petani sekaligus meningkat pendapatannya sehingga kesejahteraan petani meningkat. MRS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar