Rabu, 26 November 2008

Inovasi

Sistem Integrasi Padi-Ternak Sapi

Pupuk Organik

Tanah, tanaman, dan lingkungan. Tiga hal yang menjadi penentu hasil produksi padi. Berbeda dengan tanah dan tanaman yang dapat dimodifikasi, faktor lingkungan, seperti curah hujan, sinar matahari atau temperatur udara merupakan faktor yang tak dapat diubah,. Namun, keberadaan pupuk organik senantiasa dibutuhkan agar tanah tetap subur dan memperoleh hasil panen yang optimal.

Faktor tanaman sejatinya juga bisa diupayakan melalui modifikasi arsitektur tanaman yang mampu memaksimalkan serapan energi matahari dalam fotosentesis seperti posisi daun tegak, daun lebar dan batang kokoh, serta responsif terhadap pemupukan. Di samping itu, , faktor tanah juga dapat dimodifikasi agar tetap mampu menjaga keseimbangan antara udara, air, dan padatan dalam lapisan tanah. Singkatnya, perkembangan mikroorganisme tanah akan baik jika didukung oleh aerasi tanah yang baik serta kandungan bahan organik tanah yang cukup.

Di samping itu, menjaga agar tanah tetap subur dan mengandung bahan organik yang cukup ternyata relatif mudah karena bahannya tersedia cukup melimpah. Tinggal menyebarkan jerami sisa panen secara merata ke lahan persawahan dan membiarkannya sampai membusuk, lahan pun senantiasa subur. Kalau hal ini dilaksanakan setiap habis panen, petani tidak perlu lagi membeli pupuk kalium untuk tanaman padi, karena 80% hara kalium yang diserap tanaman terakumulasi padi jerami padi.

Sayangnya, sebagian petani kita justru mengeluarkan jerami sisa penen itu dari lahan persawahan. “Bahkan ada pula yang membakarnya karena dianggap mengotori sawah,” kata Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Hasil Sembiring. Padahal manfaat dan kegunaan jerami begitu banyak. Sekadar informasi, jerami padi yang sudah melalui proses pragmentasi juga bisa digunakan sebagai pakan ternak, khususnya sapi, apalagi saat musim kemarau ketika pakan hijauan untuk sapi susah diperoleh.

Untuk itu, mulai tahun 2002 yang lalu Balai Besar Penelitian Tanaman Padi melaksanakan program Sistem Integrasi Padi-Ternak atau disingkat dengan SIPT. Program ini digelar di kebun percobaan yang terletak di komplek Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Program ini memungkinkan ternak sapi mengeluarkan kotoran dari pakann jerami yang sudah melalui proses farmentasi. Selanjutnya, kotoran itu melalui proses pragmentasi pula, sehingga menghasilkan pupuk organik untuk menyuburkan tanah sebagai media tumbuh tanaman padi.


“Pengembangan SIPT ini juga bertujuan untuk mendukung peningkatan produktivitas padi sawah irigasi, mendukung upaya peningkatan produktivitas daging, mendukung produktivitas ternak sapi, dan meningkatkan pendapatan petani,” kata doktor lulusan Oklahoma State University Still Water OK, Amerika Serikat itu.

PROSES FARMENTASI: Guna mempercepat proses farmentasi dan meningkatkan kandungan protein pada jerami sehingga mudah dicerna oleh sapi, dibutuhkan air, probion, dan urea. Sebagai gambaran, untuk proses farmentasi 1 ton jerami, menurut pelaksana teknis SIPT, Achmad Yasin, dibutuhkan air 10 liter, 2,5 kg probion, dan 2,5 kg urea.

Terlebih dahulu jerami dihamparkan dengan ukuran 2,5x 4 meter dengan ketebalan 0,25 meter di suatu tempat yang terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung. Setelah itu, tumpukan jerami tersebut diperciki air secukupnya, lalu ditaburi campuran antara probion dan urea secukupnya. Kemudian, di atas tumpukan jerami dapat dihamparkan lagi jerami 2,5 x 4 x 0,25 meter, lalu diperciki air dan ditaburi lagi campuran antara probion dan urea secukupnya. Begitulah proses seterusnya sampai menjadi satu tumpukan jerami 1 ton.

Proses farmentasi ini membutuhkan waktu selama 21 hari. Setelah itu jerami diangin-anginkan atau dijemur selama satu hari. Dan, jerami farmentasi siap untuk disajikan untuk pakan sapi. Jerami farmentasi kalau disimpan di gudang atau tempat tertutup bisa tahan sampai 2 tahun, sedangkan yang disimpan ditempat terbuka hanya tahan selama 8 bulan. “Istimewanya lagi, pakan berupa jerami yang sudah difarmentasi ini dijamin tidak membuat kotoran sapi mengeluarkan bau busuk atau hawa yang menyengat, seperti halnya kotoran sapi pada umumnya,” jelas Achmad Yasin.

Pemberian pakan jerami farmentasi untuk seekor sapi dalam satu hari sebanyak 6-8 kg. Pakan ini diberikan dua kali, yaitu pukul 10.00 sebanyak 3- 4 kg (50%) dan pukul 17.00 sebanyak 3-4 kg. Selain itu, sapi juga diberikan pakan berupa konsentrat sebanyak 4 kg dalam satu hari, yang juga diberikan dua kali, yaitu pada pagi dan sore masing-masing sebanyak 2 kg. Konsentrat ini bisa diganti dengan ampas tahu atau daun Glerisedia yang disebut juga daun gamal. Oleh masyarakat Subang dan sekitarnya daun ini disebut dengan daun Jakarta.

Daun Glaresidea ini diberikan dalam keadaan layu atau sehari setelah dipetik. Singkatnya daun itu tidak diberikan dalam keadaan segar. Selain itu, sapi-sapi tersebut diberi minum sampai 40 liter dalam satu hari. “Dengan proses pemberian pakan sapi SIPT seperti ini berat badan sapi rata-rata naik 0,6 kg dalam satu hari,” kata Yasin.

KOMPONEN BAHAN: Untuk menghasilkan kompos, kandang dialasi dengan serbuk gergaji atau sekam padi sebanyak 40 ton untuk ukuran kandang 8x27 meter. Selanjutnya serbuk gergaji atau sekam tersebut akan bercampur dengan kotoran sapi dan membentuk kompos kotoran sapi. Alas kandang berupa serbuk gergaji atau sekam harus diganti bila alas telah becek dan kaki sapi telah terbenam dengan kedalaman 10-15 cm.

Kompos kotoran sapi yang diangkat dari kandang sebaiknya tidak langsung dipakai sebagai pupuk, tapi terlebih dahulu melalui proses farmentasi. Untuk 1 ton kompos dibutuhkan probion, urea, dan TSP masing-masing 2,5 kg. “Caranya kompos dihamparkan dengan ketebalan 20 cm di suatu tempat yang sudah disiapkan. Lalu taburi di atasnya campuran antara probion, urea, dan TSP. Biarkan sampai agak kering,” terang Yasin. Setelah itu hamparkan lagi di atasnya kompos setebal 20 cm, lalu taburi lagi campuran antara Probion, urea, dan TSP. Biarkan agak kering. Begitulah seterusnya sampai kompos mencapai ketinggian 1,5 meter.

Setelah itu, biarkan tumpukan kompos tersebut selama 21 hari. Namun, seminggu sekali kompos tersebut dibolak-balik atau diaduk-aduk. Berarti dalam waktu 21 hari proses farmentasi kompos dibolak-balik sebanyak tiga kali. Yang harus diingat, tumpukan kompos tersebut tidak boleh kena cahaya matahari langsung. Untuk itu, bisa ditutupi dengan jerami, daun kelapa, atau penutup lainnya. Setelah 21 hari, kompos siap dijadikan pupuk organik. MRS



Tidak ada komentar: