"Pemerintah Harus Pikirkan Pasar Beras"
H. Ferry Priatna
Sebagai pengusaha sukses, ia bertekad untuk memajukan dunia pertanian khususnya perberasan di daerahnya. Menurutnya, dengan potensi sumber daya lahan serta didukung dengan kuatnya penggilingan padi yang ada di Kabupaten Indramayu sangat memungkinkan untuk mewujudkan hal itu. Bahkan lebih jauh lagi, Ia bertekad ingin membantu program pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.
Kondisi perberasan di daerahnya, yaitu Indramayu, telah menjadi perhatian Ferry Priatna selama ini. Sebagai pengusaha muda yang sukses sekaligus sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (DPC. PERPADI) di Kabupaten Indramayu, ia memiliki kepedulian dalam meningkatkan potensi pertanian di daerahnya.
Di Kabupaten Indramayu saat ini, menurut catatannya, terdapat lebih dari 1000 huller (penggilingan padi) yang bisa dikategorikan sebagai anggota PERPADI. Akan tetapi, sekarang hanya ada sekitar 300-400 huller yang masih running. “Hampir 90 persen penggilingan padi yang ada di Indramayu itu sudah usang,” ujar pria yang biasa dipanggil Ferry ini.
Meskipun demikian, ia sangat berharap penggilingan padi yang ada sekarang akan tetap tumbuh dan tetap beraktivitas. Untuk itu, ia memiliki impian dan obsesi mulai untuk membenahi penggilingan-penggilingan padi yang ada di Indramayu agar bisa bangkit dari “keusangannya”, dengan cara merevitalisasi penggilingan padi.
Dalam rangka memajukan dunia perberasan di Indramayu, revitalisasi penggilingan padi menjadi salah satu program yang mutlak dilakukan. Pasalnya, baik atau tidaknya kualitas beras yang dihasilkan salah satunya bergantung dari penggilingan padi. Logikanya, dengan keterbatasan mesin penggilingan padi yang dimiliki, maka output beras yang dihasilkan mutunya menjadi kurang bagus.
Ferry menuturkan, banyak anggota PERPADI di Indramayu yang sebetulnya memiliki keinginan kuat untuk merevitalisasi penggilingan padinya. Namun, tambahnya, antusiasme pengusaha penggilingan padi tersebut selalu terbentur dengan terbatasnya permodalan yang dimiliki.
Oleh karenanya, langkah awal dan mendasar yang dilakukan Ferry melalui DPC PERPADI untuk membangun dunia perberasan di Indramayu adalah dengan menjadi mediator antara sektor perbankan dan sektor riil dalam hal ini penggilingan padi guna memperoleh permodalan. Dengan begitu, anggota PERPADI diharapkan memperoleh dukungan permodalan dari pihak perbankan dengan mudah.
Berbicara mengenai usaha memajukan dunia perberasan di Indonesia khususnya di Indramayu tentu tak bisa hanya berbicara penggilingan padi sebagai Prosesing Pasca Panen. Lebih luas lagi, kita juga harus berbicara pertanian padi secara keseluruhan. Disinggung mengenai hal tersebut, pria yang pernah mengenyam pendidikan di Jurusan Sinematografi, Institut Kesenian Jakarta, ini juga tak kalah menggebu. Menurutnya, untuk menggairahkan sektor perberasan pemerintah harus betul-betul membuat kebijakan yang dapat memproteksi para petani.
“Kita harus banyak belajar dari negara-negara tetangga kita seperti Vietnam misalnya,” katanya. Meskipun negara ini belum lama merdeka jika dibandingkan Indonesia, tetapi karena pemerintahnya sangat memproteksi dunia pertanian. Vietnam sadar betul bahwa food security itu penting dalam rangka memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, bahkan sampai bisa mengekspor beras.
Sebenarnya, jelas Ferry, tidak sulit bagi pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. “Asalkan pemerintah mau terus memfokuskan diri pada sektor yang satu ini. Kalau produktivitas dalam negeri masih kurang, harus ada peningkatan. Infrastruktur harus dibangun kembali, karena sebetulnya sumber daya alam kita sudah cukup,” terangnya.
Lebih jauh, Ferry mengusulkan agar kebijakan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan harus bersifat jangka panjang. Tidak hanya dengan solusi jangka pendek yang biasa dilakukan pemerintah yaitu dengan impor. Sebagai pengusaha beras dan mewakili seluruh anggota PERPADI yang dipimpinnya, Ferry berharap pemerintah pada tahun ini tidak kembali mengimpor beras.
Menurutnya, sudah saatnya kita kembali ke kejayaan Indonesia pada tahun 80-an yang bisa swasembada beras. “Salah satu indikator keberhasilan sektor riil pertanian, itu kan terlihat dari kemampuan kita untuk memenuhi kuota yang ditentukan pemerintah dalam rangka pengadaan pangan untuk stok pangan nasional”, tandasnya.
Di samping itu, menurut Ferry, pemerintah juga harus memikirkan pasar beras. “Tugas pemerintah tidak hanya bagaimana meningkatkan produktivitas beras, tetapi juga harus meningkatkan penyerapan terhadap produktivitas itu sendiri,” tegasnya. Jangan sampai, tambahnya, anggota PERPADI dan para pengusaha berjuang sendiri-sendiri untuk merebut pasar.
Sudah sering terjadi, keinginan pemerintah dalam meningkatkan produktivitas, sementara pasarnya sendiri tidak pernah dipikirkan secara serius. Contohnya, di Indramayu luas lahan persawahan yang produktif mencapai kurang lebih 128 ribu hektar. Lahan ini mampu menghasilkan beras sekitar 1,2 juta ton dalam setahun. Sedangkan penyerapan yang dilakukan Bulog hanya sekitar 8-10 persen.
Artinya pula, bahwa kita sudah over produksi. Secara otomatis, tambah Ferry, pengusaha harus berusaha sendiri merebut pasar-pasar di luar itu. “Nah, maksud kami, kalau pemerintah melakukan penyerapan barang bisa lebih bagus tentunya kita tidak perlu impor lagi,” tuturnya.
Dengan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, Ferry yakin Indonesia bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri tanpa harus mengimpor. Semuanya tinggal bergantung kesiapan dan kesungguhan petani, pengusaha beras dan pemerintah dalam rangka mengalokasikan sumber daya yang ada. AJI
Selasa, 25 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar