Kemilau yang Membawa Harapan
Beras Emas (Golden Rice)
Seperti namanya, beras emas memang berwarna oranye agak kekuning-kuningan. Sekilas menyerupai warna logam mulia emas. Bedanya, kalau logam mulia emas asli berwarna pekat, beras emas berwarna agak bening. Warna keemasan ini diihasilkan dari betakaroten yang terkandung di dalamnya. Beras emas ini membawa angin segar terhadap kebutuhan pangan dan kecukupan nutrisi terutama vitamin A yang sering menjadi masalah di negara-negara berkembang.
Beras emas tergolong beras temuan baru, karena baru ditemukan sekitar tahun 2000-an. Beras ini kali pertama dikembangkan oleh Tim dari Swiss Federal Institute of Technology di Zurich yang terdiri dari empat lembaga penelitian yaitu, Germany’s University of Freiburg, Hoffman-LaRoche, perusahaan farmasi Swiss, dan International Rice Research Institute (IRRI) di Manila.
Tim yang diketuai oleh Dr. Ingo Potrykus dari Institute for Plant Sciences, Swiss Federal Institute of Technology, ini telah berhasil melakukan terobosan mutakhir dengan memasukkan dua gen utama dalam pembentukan provitamin A yang berasal dari gen jagung atau tanaman dafodil (Narcissus pseudonarcissus). Satu gen lagi berasal dari jenis bakteri tanah Erwinia uredovora di dalam endosperma padi.
Produk enzim dari dua gen tersebut membentuk likopen yang selanjutnya diubah menjadi betakaroten dan karatenoid provitamin A lainnya oleh enzim yang terkandung di dalam beras. Tak hanya berhenti sampai di situ, biji padi hasil rekayasa genetika itu dihibridasikan (dikawinkan) dengan padi yang diperkaya zat besi untuk menghasilkan padi super. Alhasil, perkembangan modifikasi genetika ini pun menghasilkan padi Hybrid yang mengandung Vitamin A dan zat besi.
Berdasarkan data WHO, diperkirakan 500 ribu orang per tahun di seluruh dunia mengalami kekurangan vitamin A. Pada anak-anak, kekurangan vitamin A bisa berakibat fatal, yaitu bisa menyebabkan kebutaan. Bahkan, lebih parahnya, defisiensi vitamin A juga bisa mengakibatkan kematian pada anak-anak. Diperkirakan sejuta orang mati per tahunnya karena kekurangan vitamin A dan malnutrisi.
Sementara itu, di banyak negara di dunia yang jumlah anak-anaknya cukup banyak justru menjadikan beras sebagai makanan pokok dan mensuplai sekitar 80 persen dari kalori per hari. Tentunya, ini tidak perlu terjadi jika dalam beras yang dikonsumsi mereka dapat mensuplai asupan provitamin A.
Jika ditilik lebih lanjut, saat ini beras yang umum dikonsumsi masyarakat adalah beras putih yang tidak mengandung betakaroten dan provitamin A lainnya. Selain itu, beras putih biasa sangat miskin akan kandungan mikronutrisi seperti zat besi dan Zinc. Melihat realita tersebut, maka lumrahlah bila asupan vitamin A sulit didapat jika hanya mengandalkan konsumsi beras putih biasa.
Idealnya, berdasarkan estimasi yang telah dibuat, jika varietas terbaru dari beras emas dikonsumsi dalam jumlah yang sama dengan konsumsi beras putih biasa serta dikombinasikan dengan makanan lainnya akan akan memenuhi hampir sebagian besar vitamin A yang dibutuhkan.
Di balik manfaat besar yang ditawarkan beras emas, sejumlah pakar mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya keracunan vitamin A yang disebabkan dalam mengonsumsi beras emas. Namun, Dr. Ingo Potrykus membantah keras pernyataan tersebut. Menurutnya, akumulasi vitamin A tidak akan terjadi karena beras emas tidak menyediakan vitamin A secara langsung, melainkan menyediakan betakaroten. Nah, betakaroten inilah yang kemudian di dalam tubuh diubah menjadi vitamin A. “Adalah sangat sulit terjadinya kelebihan dosis betakaroten,” tegasnya.
Sayangnya, keberadaan beras emas masih menuai sejumlah kontroversi. Banyak kalangan menduga, bahwa beras ini masih belum memenuhi persyaratan biosafety (keselamatan hayati). Pasalnya, seperti diketahui, produk pertanian rekayasa genetika dihasilkan dengan cara mengubah susunan genetis tanaman dengan cara mengambil dan menambahkan gen organisme lain ke dalam DNA tanaman untuk memberinya sifat yang baru. Namun, dampaknya bagi lingkungan dan manusia yang memakannya belum diketahui. Sehingga penelitian demi penelitian serta uji coba lapang yang lebih luas secara berkesinambungan masih perlu dilakukan untuk beberapa tahun ke depan guna lebih memastikan keamanannya.
Masalah lain yang kemudian timbul terlepas dari kontroversi biosafety yang menghinggapi beras emas adalah varietas padi emas yang saat ini dikembangkan oleh kalangan swasta di Amerika Serikat ternyata kurang cocok untuk ditanam di wilayah Asia. Hal ini yang mendorong IRRI dan jaringan kerja padi emas di Asia seperti India, Filipina, Cina Bangladesh, Vietnam termasuk di dalamnya Indonesia untuk mulai melakukan pemuliaan sifat beras emas ke varietas yang cocok untuk di tanam di Asia. Rencananya, pengujian di lahan petani di Asia akan dimulai tahun ini. Setelah melalui pengujian lapang yang lebih luas serta telah memenuhi persyaratan biosafety, barulah varietas yang cocok untuk Asia ini dilepas untuk di tanam secara luas. Tentu, proses ini akan memerlukan waktu beberapa tahun ke depan.
Dengan keunggulan yang dimiliki beras emas dibandingkan beras putih biasa, diharapkan bisa menjadi solusi dalam mengatasi kerawanan pangan. Beras yang warnanya kemilau ini sekaligus menjadi harapan baru dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, khususnya provitamin A dan zat besi yang masih banyak dialami sekitar 125 juta anak di seluruh dunia. AJI
Beras Emas (Golden Rice)
Seperti namanya, beras emas memang berwarna oranye agak kekuning-kuningan. Sekilas menyerupai warna logam mulia emas. Bedanya, kalau logam mulia emas asli berwarna pekat, beras emas berwarna agak bening. Warna keemasan ini diihasilkan dari betakaroten yang terkandung di dalamnya. Beras emas ini membawa angin segar terhadap kebutuhan pangan dan kecukupan nutrisi terutama vitamin A yang sering menjadi masalah di negara-negara berkembang.
Beras emas tergolong beras temuan baru, karena baru ditemukan sekitar tahun 2000-an. Beras ini kali pertama dikembangkan oleh Tim dari Swiss Federal Institute of Technology di Zurich yang terdiri dari empat lembaga penelitian yaitu, Germany’s University of Freiburg, Hoffman-LaRoche, perusahaan farmasi Swiss, dan International Rice Research Institute (IRRI) di Manila.
Tim yang diketuai oleh Dr. Ingo Potrykus dari Institute for Plant Sciences, Swiss Federal Institute of Technology, ini telah berhasil melakukan terobosan mutakhir dengan memasukkan dua gen utama dalam pembentukan provitamin A yang berasal dari gen jagung atau tanaman dafodil (Narcissus pseudonarcissus). Satu gen lagi berasal dari jenis bakteri tanah Erwinia uredovora di dalam endosperma padi.
Produk enzim dari dua gen tersebut membentuk likopen yang selanjutnya diubah menjadi betakaroten dan karatenoid provitamin A lainnya oleh enzim yang terkandung di dalam beras. Tak hanya berhenti sampai di situ, biji padi hasil rekayasa genetika itu dihibridasikan (dikawinkan) dengan padi yang diperkaya zat besi untuk menghasilkan padi super. Alhasil, perkembangan modifikasi genetika ini pun menghasilkan padi Hybrid yang mengandung Vitamin A dan zat besi.
Berdasarkan data WHO, diperkirakan 500 ribu orang per tahun di seluruh dunia mengalami kekurangan vitamin A. Pada anak-anak, kekurangan vitamin A bisa berakibat fatal, yaitu bisa menyebabkan kebutaan. Bahkan, lebih parahnya, defisiensi vitamin A juga bisa mengakibatkan kematian pada anak-anak. Diperkirakan sejuta orang mati per tahunnya karena kekurangan vitamin A dan malnutrisi.
Sementara itu, di banyak negara di dunia yang jumlah anak-anaknya cukup banyak justru menjadikan beras sebagai makanan pokok dan mensuplai sekitar 80 persen dari kalori per hari. Tentunya, ini tidak perlu terjadi jika dalam beras yang dikonsumsi mereka dapat mensuplai asupan provitamin A.
Jika ditilik lebih lanjut, saat ini beras yang umum dikonsumsi masyarakat adalah beras putih yang tidak mengandung betakaroten dan provitamin A lainnya. Selain itu, beras putih biasa sangat miskin akan kandungan mikronutrisi seperti zat besi dan Zinc. Melihat realita tersebut, maka lumrahlah bila asupan vitamin A sulit didapat jika hanya mengandalkan konsumsi beras putih biasa.
Idealnya, berdasarkan estimasi yang telah dibuat, jika varietas terbaru dari beras emas dikonsumsi dalam jumlah yang sama dengan konsumsi beras putih biasa serta dikombinasikan dengan makanan lainnya akan akan memenuhi hampir sebagian besar vitamin A yang dibutuhkan.
Di balik manfaat besar yang ditawarkan beras emas, sejumlah pakar mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya keracunan vitamin A yang disebabkan dalam mengonsumsi beras emas. Namun, Dr. Ingo Potrykus membantah keras pernyataan tersebut. Menurutnya, akumulasi vitamin A tidak akan terjadi karena beras emas tidak menyediakan vitamin A secara langsung, melainkan menyediakan betakaroten. Nah, betakaroten inilah yang kemudian di dalam tubuh diubah menjadi vitamin A. “Adalah sangat sulit terjadinya kelebihan dosis betakaroten,” tegasnya.
Sayangnya, keberadaan beras emas masih menuai sejumlah kontroversi. Banyak kalangan menduga, bahwa beras ini masih belum memenuhi persyaratan biosafety (keselamatan hayati). Pasalnya, seperti diketahui, produk pertanian rekayasa genetika dihasilkan dengan cara mengubah susunan genetis tanaman dengan cara mengambil dan menambahkan gen organisme lain ke dalam DNA tanaman untuk memberinya sifat yang baru. Namun, dampaknya bagi lingkungan dan manusia yang memakannya belum diketahui. Sehingga penelitian demi penelitian serta uji coba lapang yang lebih luas secara berkesinambungan masih perlu dilakukan untuk beberapa tahun ke depan guna lebih memastikan keamanannya.
Masalah lain yang kemudian timbul terlepas dari kontroversi biosafety yang menghinggapi beras emas adalah varietas padi emas yang saat ini dikembangkan oleh kalangan swasta di Amerika Serikat ternyata kurang cocok untuk ditanam di wilayah Asia. Hal ini yang mendorong IRRI dan jaringan kerja padi emas di Asia seperti India, Filipina, Cina Bangladesh, Vietnam termasuk di dalamnya Indonesia untuk mulai melakukan pemuliaan sifat beras emas ke varietas yang cocok untuk di tanam di Asia. Rencananya, pengujian di lahan petani di Asia akan dimulai tahun ini. Setelah melalui pengujian lapang yang lebih luas serta telah memenuhi persyaratan biosafety, barulah varietas yang cocok untuk Asia ini dilepas untuk di tanam secara luas. Tentu, proses ini akan memerlukan waktu beberapa tahun ke depan.
Dengan keunggulan yang dimiliki beras emas dibandingkan beras putih biasa, diharapkan bisa menjadi solusi dalam mengatasi kerawanan pangan. Beras yang warnanya kemilau ini sekaligus menjadi harapan baru dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, khususnya provitamin A dan zat besi yang masih banyak dialami sekitar 125 juta anak di seluruh dunia. AJI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar