Jumat, 28 November 2008

Editorial


MANFAATKAN MOMENTUM KENAIKAN HARGA BERAS DUNIA

Naiknya harga beras dunia hingga ke level tertinggi menjadi isu utama belakangan ini. Pasalnya, peristiwa yang juga menandakan inflasi pangan dunia baru sekali ini terjadi dalam dua dekade terakhir. Meskipun isu soal pangan, termasuk beras, tidak lagi murah sudah muncul sejak lima tahun lalu, efeknya tetap dirasakan warga Asia, yang lebih dari 2,5 miliar populasinya bergantung pada beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Di pasar spot komoditas nilainya menyentuh 700 dolar AS per ton, tiga kali lipat dari harga beras lima tahun lalu. Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyatakan, harga beras Thailand, yang menjadi indikator global, akhir Maret lalu naik menembus level 760 dolar AS per ton, sehingga memaksa negara-negara importir untuk mengamankan pasokan mereka. Pejabat berwenang di Thailand memperingatkan harga ini bahkan dapat meroket hingga 1.000 dolar AS per ton.

Oleh karena itu, kita pun memiliki pemahaman yang sama dengan Direktur Institut Kajian Beras Internasional (IRRI) Robert Zeigler, agar para pengambil keputusan harus memperhatikan situasi ini. Sebab, jika berpatokan pada sejarah, kita harus khawatir karena kelangkaan beras di masa lalu mampu menyulut kerusuhan.

Namun, bagi bangsa Indonesia, situasi ini seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk kesediaan beras dalam negeri dan mengekspor beras berkwalitas/khusus. Gagasan ini bukan tanpa alasan rasional karena harga beras dalam negeri masih stabil dibandingkan harga diluar negeri . Jika memang demikian adanya, Indonesia seharusnya melihat peristiwa kenaikan harga beras global sebagai momentum untuk meningkatkan perekonomian dengan segala kekuatan dan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan produksi beras nasional.

Dengan biaya produksi 400-an dollar AS per ton, beras Indonesia pasti bisa bersaing di pasar internasional. Oleh sebab itu, saatnya memberikan kesempatan bagi para petani kita untuk menikmati kenaikan harga pangan dunia ini. Dengan menetapkan kebijakan yang tepat, pemerintah dapat memberikan nilai tambah bagi para petani dengan mereguk keuntungan di tingkat global.

Memang, gagasan ekspor beras ini sempat mengalami penolakan dari sejumlah kalangan. Kekhawatiran harga beras dalam negeri akan melonjak serta upaya pemerintah untuk meningkatkan stok dalam negeri tidak terpenuhi, adalah beberapa alasan yang dilontarkan. Ada benarnya, walaupun penutupan kran ekspor untuk sementara secara tidak langsung telah menutup peluang para petani memperoleh harga setara dengan harga internasional yang terjadi saat ini.

Sebetulnya, jika para petinggi bangsa ini memiliki kepedulian untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya masyarakat petani, gagasan ekspor ini bisa diterima sebagai masukan berarti. Namun, tentu hal ini dilakukan dengan penuh mawas diri. Meskipun pengadaan beras dapat terpenuhi, kita harus cermat dalam membaca perkembangan produksi beras dalam negeri.

Pemerintah tetap harus menyikapi peristiwa global ini dengan meningkatkan penyerapan lokal dan meningkatkan stok beras nasional. Ketahanan pangan dalam negeri harus diutamakan meskipun harga beras dunia menawarkan iming-iming keuntungan berlipat. Stabilitas pasokan tetap harus jadi prioritas utama. Pemerintah tetap mesti mengedepankan upaya mengamankan pasokan dalam negeri, dengan harga setara di kancah internasional agar pendapatan maupun daya beli petani menjadi meningkat. Walaupun, kebijakan ekspor jauh lebih bermartabat daripada mengimpor.

Tidak ada komentar: