Selasa, 25 November 2008

Empat Mata

Wujudkan Swasembada Beras

Metode Sukamiskin ala Probosutedjo,

Metode yang juga disebut Metpro (Metode Probo), dan pupuk organik temuannya, patut dikembangkan. Kombinasi Metpro dan pupuk organik tersebut diyakini mampu meningkatkan produksi beras. Hasilnya pun sudah teruji. Swasembada pangan pun kini bukan lagi impian.

Siapa yang tak kenal dengan Probosutedjo? Seorang pengusaha sukses dan saudara seibu dari almarhum H.M Soeharto, mantan Presiden RI yang ke-2. Kesuksesannya sebagai pengusaha selalu dikait-kaitkan karena hubungan persaudaraannya dengan Soeharto yang menjabat sebagai presiden selama 32 tahun itu.

Barangkali hanya sedikit orang yang tahu bahwa sebelum terjun ke dunia usaha, pria kelahiran Desa Kemusuk, Yogyakarta, 1 Mei 1930 ini, turut bergerilya mengusir Belanda dari Yogyakarta. Setelah itu, ia bertahun-tahun mengabdikan hidupnya untuk dunia pendidikan. Pengabdiannya dirintis mulai dari menjadi guru ilmu pasti dan sejarah, Kepala Sekolah SMP dan SMA di Pematang Siantar, Sumatra Utara, sampai dengan mendirikan SMP progresif di Serbelawan, yang kemudian menjadi SMP Negeri.

Prinsip indah yang dipegang teguh oleh ayah enam orang anak ini dalam menjalankan kehidupan ini adalah “Sebaik-baik manusia adalah orang yang bisa memberikan manfaat bagi bangsanya atau paling tidak bagi orang lain.” Artinya tingkat kebaikan seorang itu diukur dari berapa banyak ia mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Untuk mewujudkan prinsip nan agung ini, salah satu tempat yang paling tepat menurutnya adalah di dunia pendidikan.

Itulah sebabnya pendiri PT. Kedaung Surya ini ketika meraih sukses pun tidak pernah melupakan dunia pendidikan. Ia pun mendirikan Universitas Mercu Buana di Jakarta dan Universitas Wangsa Menggala Yogyakarta. Karena dunia pendidikan adalah salah satu tempat yang paling tepat untuk bisa memberikan manfaat sebanyak mungkin bagi orang lain.

Namun, sejak 30 November 2005, suami Ratna Ratmani ini harus menghuni LP (Lembaga Pemasyarakatan) Cipinang selama 4 tahun atas tuduhan korupsi dana Reboisasi Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Selatan. Merasa tidak melakukan korupsi, Probo lalu mengajukan PK (peninjauan kembali), namun ditolak oleh Mahkamah Agung. Sejak Maret 2006 ia dipindahkan ke LP Sukamiskin Bandung, tempat Soekarno, mantan Presiden RI pertama dulu, pernah dipenjara oleh Belanda.

Penjara, kendati namanya sudah diperhalus menjadi LP, fungsinya tetaplah sebagai tempat tahanan bagi orang yang dianggap bersalah menurut hukum yang berlaku. Oleh karena itu siapa pun pasti tidak ingin menjadi warganya, apalagi atas kesalahan yang tidak pernah ia lakukan, seperti yang dialami oleh Probosutedjo, pasti sangat mengecewakan. Namun, ternyata kurungan itu tidak mampu membelenggu semangat pengabdiannya dan prinsip hidupnya tetap berbakti kepada sebanyak mungkin orang.

Justru di LP Sukamiskin pesona kebeningan jiwanya terpancar semakin indah. Probosutedjo yang juga Direktur Utama PT Menara Hutan Buana (PT MHB), ini mengajak para napi untuk memanfaatkan pekarangan LP Sukamiskin menjadi lahan perkebunan berbagai jenis tanaman palawija. Hasilnya, dalam waktu lebih kurang tiga bulan pekarangan LP Sukamiskin telah berubah fungsi menjadi Laboratorium Pertanian (LP) bagi para napi. Kawasan ini bahkan menggunakan sarana dan teknologi pertanian modern yang dimodali sendiri oleh Probosutedjo.

Sampai suatu ketika, Probo mendapatkan informasi bahwa di luar sana ada orang yang berhasil menemukan pupuk organik yang sama sekali bebas dari zat kimia. Pupuk organik itu diyakini mampu menghasilkan 10 ton GKP (Gabah Kering Panen) per hektar sawah. Informasi tentang pupuk organik itu ini benar-benar menarik perhatiannya.

Karena ada kesamaan visi dengan si penemu pupuk untuk membantu petani dan membangun kemandirian pangan bangsa ini, maka akhirnya disepakati kerjasama pengembangan padi organik khusus benih unggul Indonesia (dalam hal ini benih Pandan Wangi, Red). Kerjasama perdana itu dilakukan di lahan sawah seluas lebih kurang 300 hektar milik masyarakat di Sumedang, Jawa Barat.

Namun, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. “Setelah dievaluasi, kegagalan itu lebih dikarenakan oleh sistem kerja yang diterapkan, di mana petani hanya dibimbing tentang proses pengolahan lahan, penggunaan pupuk, pemeliharaan, dan sebagainya. Namun pada pelaksanaanya petani tidak dikontrol,” kata Probo, menjelaskan.

Rasa penasaran dengan keampuhan pupuk organik tersebut masih tinggi. Probo lantas melakukan uji coba bersama warga LP di Laboratorium Pertanian Sukamiskin binaanya. Dalam uji coba kali ini, Chairman PT. Mertju Buana, itu langsung terjun kembali sebagai petani sekaligus bertindak sebagai pembimbing, mulai dari metode pengolahan lahan, penggunaan pupuk, penanaman benih, pemeliharaan, dan sebagainya.

Dan, hasilnya benar-benar mengundang decak kagum warga LP Sukamiskin, petugas LP, masyarakat sekitar LP, bahkan Museum Rekor Indonesia (MURI). Pasalnya, satu benih padi bisa berkembang menjadi 100 batang padi, bahkan ada yang mencapai 190 batang padi. Atas keberhasilan itu, maka metode yang ia ciptakan kemudian dinamai Metode Sukamiskin. Sebagian kalangan ada yang menyebutnya Metpro (Metode Probo). Sedangkan pupuk organik itu diberi nama Pupuk Cendana.

Dengan Metode Sukamiskin ini, tidak usahlah sampai 100 atau 190 batang, anggaplah satu benih padi rata-rata berkembang menjadi 50 batang saja. Hasilnya sama dengan satu ons GKP. Maka satu hektar sawah untuk satu kali panen bisa menghasilkan lebih dari 10 ton GKP. Kalau dalam satu tahun dua kali panen, berarti satu hektar sawah menghasilkan 20 ton GKP.

Kemudian 20 ton GKP itu dikalikan dengan 4 juta hektar sawah, hasilnya sama dengan 80 juta ton GKP yang berarti 40 juta ton beras. Sedangkan kebutuhan Indonesia dalam satu tahun hanya 35 juta ton beras. Dengan demikian, kita sudah kelebihan 5 juta ton beras dalam satu tahun. Kalau 80 juta ton GKP dalam satu tahun dikalikan dengan 11,7 juta hektar, hasilnya sungguh tak terbayangkan.

Berdasarkan kalkulasi di atas dan keberhasilan Metode Sukamiskin ciptaannya, jiwa dan semangat pengabdian mantan pejuang ini dalam membantu para petani dan mewujudkan swasembada pangan Indonesia, semakin menemui jalan terang. Namun, kali ini tidak mau gagal lagi. Belajar dari kegagalan kerjasama perdana di Sumedang itu, maka dibentuklah satu tim yang di antaranya terdiri dari koordinator, tenaga ahli, pendamping, PPL, dan lain sebagainya yang menjadi bagian integrasi dari Metode Sukamiskin dan Sistem Pertanian Organik Intensif (SIMPONI).

Sebelum kontrak kerjasama lahan sawah dengan petani, terlebih dahulu petani ditanya berapa biasanya hasil untuk satu hektar sawah dalam satu kali panen. “Ada yang jawab 3, sampai 5 ton GKP per hektar, ini kan hasil kotor. Ya, sudah sekarang kami tetapkan rata-rata 5 ton GKP untuk satu kali panen,” katanya. Selanjutnya, semua biaya dan kebutuhan, mulai dari penggarapan atau pengolahan lahan, benih, gaji PPL, tenaga Ahli, pendamping, koordinator ditanggung Probo. Termasuk kalau petani pemilik lahan juga mau bekerja dilahan mereka sendiri juga mendapatkan gaji.

Setelah panen, mereka dapat menerima bersih 5 ton GKP. Selebihnya adalah menjadi milik Metode Sukamiskin. “Namun, jika tidak sabar menunggu sampai masa panen, 5 ton GKP itu juga bisa terima di awal setelah tanda tangan kontrak. Bisa berupa uang atau GKP,” jelas Probo yang pada awal Maret 2008 ini akan bebas secara penuh dari LP Sukamiskin.

Sampai awal Februari 2008 penerapan Metode Sukamiskin dan SIMPONI pada lahan sawah milik petani baru mencapai 2000 hektar yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Indramayu. Di Jawa Tengah, baru Pekalongan dan Kalten yang menerapkan metode ini. Sedangkan di Yogyakarta baru Kabupaten Bantul. Benih yang dikembangkan adalah benih Pandan Wangi.

Selanjutnya, pihaknya mengaku akan melestarikan benih-benih kebanggaan Indonesia lainnya, sesuai dengan daerah masing-masing. Sementara ini yang sudah memasuki masa panen sampai Februari 2008 baru di Kabupaten Sumedang, yaitu seluas 544 hektar dan rata-rata per hektar hasilnya lebih dari 10 ton GKP. Artinya, jika kita mau bekerjasama dan sama-sama bekerja dengan sungguh-sungguh, swasembada beras bukanlah mimpi. Bukan begitu, Pak? MRS

Tidak ada komentar: