MEMANTAPKAN KEMANDIRIAN BANGSA AGRARIS
Oleh: Siswono Yudo Husodo
Rupaya makin banyak pihak yang sepakat bahwa sektor pertanian yang sehat dapat diandalkan akan memperbaiki dua hal sekaligus, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mayoritas petani dan menciptakan landasan yang kokoh bagi pembangunan ekonomi.
Perlu disadari bahwa kemampuan pertanian Indonesia secara relatif sedang terus menurun dan telah memasuki keadaan rawan pangan dalam arti ketergantungan pada pangan impor terus meningkat. Impor pangan yang terus meningkat ini akan memperlemah ketahanan ekonomi bangsa kita karena devisa yang susah payah kita peroleh dibelanjakan untuk hal-hal konsumtif yang sebenarnya dapat kita produksi sendiri.
Untuk itu, peningkatan produksi pangan nasional tidak bisa ditawar lagi bila kita ingin lepas dari jerat ketergantungan pada impor yang memerlukan devisi yang sangat banyak. Kunci dari peningkatan produksi ini adalah insentif harga, perluasan areal pertanian, peningkatan teknologi, dan perlindungan terhadap produksi dalam negeri. Pemberantasan hama dan penyelundupan berbagai produk pangan juga harus serius dilakukan, karena selain merugikan negara secara materiil, juga telah membuat penderitaan para petani kita.
Negara kita memerlukan tambahan kegiatan ekonomi produktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hal mendasar yang perlu kita ubah adalah orientasi kita dalam menghadapi masalah, yang harus lebih percaya diri dan mandiri. Apalagi dengan lahan pertanian tropis terbesar di dunia yang dimiliki, Indonesia tak hanya berpotensi swasembada, tapi juga menjadi eksportir produk-produk pertanian tropis, sekaligus dengan agroindustrinya.
Sebagai bangsa, kita memiliki potensi amat besar untuk menjadi bangsa sejahtera dan mandiri, mengubah kondisi kita saat ini yang tertinggal menjadi negara maju dan diperhitungkan dunia. Untuk itu, diperlukan program-program pembangunan eknomi yang merangsang optimalisasi kapasitas produksi serta memanfaatkan pasar dalam negeri untuk meningkatkan kegiatan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan fakta bahwa Indonesia memiliki potensi pangan yang sangat besar dan beragam, serta pertambahan pasar pangan dunia yang sangat besar pula, maka kemandirian pangan dan cita-cita menjadi negara eksportir pangan tropis haruslah menjadi tujuan pembangunan pangan di Indonesia. Upaya peningkatan produksi pangan perlu mempertimbangkan liberalisasi yang amat pesat di semua sektor kehidupan, tak terkecuali di sektor pertanian.
Liberalisasi perdagangan di dunia yang kini tak mengenal batas ini menjadikan para petani di berbagai negara dengan kondisi sosial ekonomi yang berbeda, harus bersaing bebas di pasar yang sama. Begitu juga dengan para petani kita. Makanya, negara perlu meningkatkan perlindungannya terhadap petani kita.
Ke depan, kalaupun benar ada kekurangan beras, sebaiknya pemerintah mengajak rakyat untuk melakukan diversifikasi makanan, dengan memakan ubi kayu, atau ubi jalar, tiwul, bubur Manado dengan ubi jalar yang banyak, dan lain-lain. Sebaiknya pemerintah mengajak rakyat menjadi lebih produktif. Tidak dengan menganjurkan impor, tapi mengembangkan diversifikasi pangan sebagai jalan keluar.
Bangsa-bangsa yang sekarang sejahtera,, di masa lalunya juga pernah mengalami the great depression. Eropa pernah mengalami malaise, Jepang atau Korea Selatan juga pernah hancur lebur karena perang. Negara-negara tersebut berhasil bangkit kembali dan jaya karena dedikasi para penyelenggara negaranya dan kemampuan memetik pelajaran dari masa lalunya.
Ada sebuah jargon sejarah yang patut direnungkan, yang berbunyi, “Bangsa yang tidak mampu memetik pelajaran dari kesalahan di masa lalunya, akan dihukum oleh sejarahnya sendiri dengan mengalami sekali lagi kepahitan yang pernah dialaminya di waktu yang lalu.” Semoga pelajaran amat pahit yang telah dan sedang kita rasakan ini dapat kita petik sebagai pelajaran agar ke depan sebagai suatu negara-bangsa, kita dapat semakin bersatu, maju, adil, makmur, dan sejahtera.
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar