Kamis, 08 Januari 2009

Editorial

Wujudkan Janji-Janji Swasembada Pangan

Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menampakkan keseriusan dan komitmennya dalam mewujudkan swasembada pangan melalui berbagai upaya di bidang pertanian. Janji yang disampaikan pemerintah bagi tercapainya swasembada pangan pada tahun ini sangatlah menyenangkan. Pertanyaannya, bisakah janji itu dipenuhi? Inilah tantangan berat yang dihadapi pemerintahan sekarang ini. Begitu seringnya janji disampaikan, tetapi realisasinya tidak pernah ada.

Kita tentu belum lupa ketika pemerintah mencanangkan revitalisasi pertanian beberapa waktu silam. Dengan penuh gelora, pemerintah menjelaskan rencana besar yang akan dilakukan untuk membangun kembali pertanian di Tanah Air. Namun, setelah pencanangan, semuanya seperti ikut berakhir juga. Berjaya di angan, terkulai dalam penerapan.

Terus terang, kita sangat senang dengan pilihan pemerintah untuk memberikan perhatian kepada sektor pertanian karena memang itulah kekuatan negara ini. Nenek moyang kita adalah petani dan pelaut. Begitu ujaran yang sering terdengar. Bangsa ini pun akrab dan mengenal betul seluk beluk pertanian sejak berabad-abad silam. Dengan struktur, terutama angkatan kerja, yang hampir 95 persen lulusan SMA ke bawah, bahkan 54 persen di antaranya hanya lulus sekolah dasar, memang tidak bisa lain kecuali membangun negara ini melalui pertanian.

Bagaimana pun, pertanian adalah masa depan kita bersama. Anggapan bahwa pertanian adalah masa lalu hanyalah dugaan segelintir orang yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Apa pasal? Ketika dikelola dengan pendekatan bisnis, pertanian terbukti bisa menjadi bidang usaha yang menguntungkan. Sekarang ini perusahaan-perusahaan besar seperti Astra International, Bakrie Brothers, Salim Group, dan Sinar Mas, memiliki unit pertanian yang menjadi salah satu andalan dalam menopang bisnis mereka.

Memang selama ini orientasi bisnis lebih tertuju pada bidang perkebunan tanaman keras.

Namun, sektor-sektor lain seperti peternakan, hortikultura, bahkan tanaman pangan juga sebetulnya memiliki potensi yang tidak kalah untuk bisa menjadi mesin bisnis yang menguntungkan. Hal seperti itu telah dipraktikkan oleh negara-negara seperti Australia, Thailand, dan Vietnam. Devisa yang mereka dapatkan dari ekspor entah itu daging, buah-buahan, ataupun beras mencapai miliaran dollar AS.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana hal itu bisa terjadi? Jawabnya tentu fokus dan konsisten dengan kebijakan untuk membangun pertanian. Bukan sekadar seremoni, pencanangan, atau sebagai lahan pencarian proyek semata, tetapi secara sungguh-sungguh melakukan pembangunan pertanian.

Pembangunan pertanian adalah proyek besar dan harus melibatkan banyak pihak. Bukan hanya urusan tanam-menanam, tetapi pertanian juga menyangkut pendanaan, pemasaran, penyediaan infrastruktur, dan insentif bagi peningkatan produksi. Inilah yang tidak kita miliki. Di saat bangsa lain hidup di alam nyata dan menikmati kerja kerasnya di bidang pertanian, inilah yang masih menjadi dambaan kita semua.

Sejak tahun 1988 ketika kita hanya mengenal bank umum, tidak ada lagi pendanaan khusus bagi pembangunan pertanian. Setelah krisis keuangan tahun 1998, dan krisis keuangan global yang tengah melanda dunia, pengalokasian dana bagi pembangunan infrastruktur pun sangatlah terbatas. Apalagi yang namanya insentif. Bahkan, karena begitu mudahnya untuk berorientasi kepada impor, petani tidak merasa mendapatkan perlindungan bagi penanganan usaha mereka.

Sekarang keinginan untuk membangun pertanian dan bahkan pencanangan swasembada pangan terdengar lagi. Semua itu akan bermakna apabila ada tindak lanjut, dan tidak hanya selesai dengan berbicara. Swasembada pangan mensyaratkan berbagai tindakan yang mencerminkan bahwa kita memang sungguh-sungguh ingin membangun pertanian itu.

Tidaklah mungkin pertanian kita akan berkibar tanpa kesediaan banyak pihak untuk kembali menoleh sektor ini. Mustahil pertanian kita akan bisa maju tanpa ada keberpihakan dari pemerintah. Oleh sebab itu, tidak ada cara lain bagi pemerintahan yang berkuasa, selain memanfaatkan sebaik-baiknya momentum krisis global ini untuk memenuhi janji-janjinya, yaitu melakukan revitalisasi pertanian, dan mengubah paradigma dari menciptakan ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan.

Tidak ada komentar: