Rabu, 28 Januari 2009

Nusantara

Kota Susu Yang Kaya Potensi

Kabupaten Boyolali


Menjadikan pertanian sebagai lokomotif pembangunan daerah setidaknya memberikan peluang emas bagi Boyolali untuk mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Hal ini diwujudkan dengan pencapaian angka surplus di beberapa sektor komoditi andalan. Realistiskah?


Kabupaten Boyolali (bahasa Jawa: nayalali, arti harafiah: “lupa dari marabahaya”), adalah salah satu dari 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis, kabupaten ini terletak antara 110o 22 ‘ – 110o 50’ Bujur Timur dan 7o 36’ – 7o 71’ Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75 sampai dengan 1.500 meter dari permukaan laut.

Boyolali memiliki luas wilayah sebesar 101.510,1 hektar atau kurang 4,5 % dari luas Propinsi Jawa Tengah, terdiri dari 22.119 ha (21,79 %) lahan sawah dan 79.371,1 ha (78,21 %) bukan lahan sawah. Secara administratif kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan yang terbagi menjadi 262 desa dan 5 kelurahan. Dari seluruh desa dan kelurahan yang ada, 224 desa merupakan desa yang berada di dataran rendah atau sekitar 83 persen dari seluruh desa dan selebihnya merupakan desa yang berada di dataran tinggi.

Batas wilayah Boyolali di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Sukoharjo. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.

KOTA SUSU: Boyolali dikenal sebagai kota susu, karena merupakan salah satu sentra terbesar penghasil susu sapi segar di Jawa Tengah. Peternakan sapi perah umumnya berada di daerah selatan dan dataran tinggi yang berudara dingin. Sapi perah yang dikembangkan saat ini berasal dari wilayah subtropis Australia dan Selandia Baru. Selain itu, di Kecamatan Ampel terdapat sentra industri abon dan dendeng.

Kondisi alam Boyolali dan potensi pendukung lainnya memberi peluang bagi pengembangan pertanian, kehutanan, kerajinan dan pariwisata. Potensi pertanian Boyolali meliputi tanaman pangan, palawija, dan holtikultura. Sektor pertanian tanaman pangan memiliki arti sangat penting karena merupakan penyerap tenaga kerja paling banyak. Dari 932.882 jiwa penduduk Boyolali (sensus September 2002), misalnya, 271.929 orang di antaranya atau sekitar 29,1 persen bermata pencaharian di sektor pertanian tanaman pangan. Jumlah ini lebih besar daripada jumlah penduduk Boyolali yang bekerja di sektor jasa. Padahal, dengan menyerap 87.098 tenaga kerja, sektor jasa paling banyak kedua yang menyerap tenaga kerja.

Atas dasar inilah, pemerintah setempat menjadikan sektor pertanian, sebagai salah satu fokus pembangunan, selain industri, dan pariwisata. Untuk menunjang sektor pertanian jangka panjang, Pemkab Boyolali merencanakan pendirian gudang pupuk. Untuk mengembangkan pertanian, Boyolali juga mulai melirik Kecamatan Ampel sebagai sentra agropolitan.

Hal ini diungkapkan, Sri Wiyono, Kepala Sub Bidang Pertanian dan Pengairan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Boyolali. Menurutnya, pengembangan agropolitan dimaksudkan agar Ampel dapat menjadi pintu gerbang penjualan hasil pertanian dari kecamatan lain di Boyolali seperti Nogosari, Andong, dan Mojosongo.

Tidak hanya itu, pengembangan Ampel juga diarahkan menjadi lokasi agrowisata nantinya. Agropolitan yang dikembangkan di Ampel bukan hanya meliputi bidang pertanian, tetapi juga bidang peternakan. Bahkan, salah satu alasan Ampel dipilih sebagai lokasi agropolitan, karena merupakan sentra industri berbasis hewan. Di Ampel, banyak industri pengolahan daging yang menghasilkan dengdeng dan abon, juga sebagai sentra produksi susu segar. Nilai produksi industri dendeng dan abon tahun 2001 mencapai Rp18,7 miliar.

LOKOMOTIF PEMBANGUNAN: Menjadikan pertanian sebagai lokomotif pembangunan bukan berarti Boyolali tidak menghadapi masalah klasik, yaitu konversi fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman. Ancaman berkurangnya luas areal produktif di Boyolali sangat mengkhawatirkan karena lahan yang beralih fungsi justru lahan produktif yang terjangkau irigasi teknis. Namun, lahan yang berada di pinggir jalan utama itulah yang paling banyak diincar para pengembang. Lahan yang banyak mengalami konversi di antaranya di Kecamatan Banyudono, Ngemplak, dan Teras.

Menurut Sukardi, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Boyolali, saat ini luas lahan pertanian di Boyolali untuk pertanian tanaman pangan dan holtikultura seluas 78.656 hektar atau 77,48 persen dari total luas lahan. Dari jumlah ini, 22.556 hektar di antaranya digunakan untuk lahan sawah, 30,683 hektar jadi lahan tegalan, dan sisanya 25.417 hektar menjadi lahan perkarangan.

Sebagai penyumbang hampir 40 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), produksi padi Boyolali mencapai 207.312 ton per tahun pada areal 37.194 hektar yang tersebar di Kecamatan Nogosari, Andong, karanggede, Banyudono, dan Ngemplak. Selain dikonsumsi masyarakat lokal, padi juga dipasarkan ke berbagai daerah untuk kepentingan industri pangan.

Untuk sektor tanaman pangan, khususnya beras, Boyolali berhasil mencapai angka surplus yang cukup signifikan yaitu 40.900 ton untuk tahun 2007. Bahkan, tidak terkecuali untuk sektor andalan lain yang juga surplus. Masing-masing jagung surplus 85.904 ton, kacang surplus 4.381 ton, ubi kayu surplus 50.785 ton, telur surplus 10.058.499 ton, dan susu surplus 16.658.531 ton.

Boyolali memang juga dikenal sebagai sentra jagung hibrida. Luas lahan untuk tanaman ini sekitar 24.869 hektar yang tersebar di Kecamatan Musuk, Boyolali, Mojosongo, Klego, Kemusu, Wonosegoro, Ampel, dan Teras, dengan total produksi per tahun 113.479 ton. Komoditi andalan lainnya yaitu pepaya, ubi kayu, singkong, asparagus, tembakau, tanaman jarak, jahe, dan kencur, juga bunga kenanga.

Dengan angka yang diraih tersebut, Bupati Boyolali, Sri Moeljanto berharap Boyolali dapat mengembangkan peluang di segala aspek komoditi. Saat ini Boyolali cukup memiliki peluang pengembangan pangan lokal yang ditunjang dengan potensi luas lahan produksi dan sumber bahan baku pangan lokal. Jadi, ada kesempatan besar untuk menjadikan Boyolali menjadi kabupaten yang makmur dan berswasembada. PIT


***

Boks

Wawancara Bupati Boyolali, Drs. H. Sri Moeljanto

“Ingin Melihat Boyolali Tersenyum”


Guna mewujudkan masyarakat yang makmur, berswasembada, dan sejahtera pastinya diperlukan pemikiran-pemikiran yang inovatif dan berdaya saing. Sejatinya, Bupati Boyolali, Drs. Sri Moeljanto, berharap dapat membawa daerah yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik. Tidak hanya peningkatan kualitas sumber daya manusianya, tetapi juga menjadikan pertanian sebagai lokomotif pembangunan daerah.

Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal mudah bagi seorang purnawiran ini. Tidak hanya waktu, ide maupun perhatian suami dari Kusmiyati ini dicurahkan untuk kemajuan daerahnya. Bahkan jiwa raganya pun dia berikan untuk rakyat tercintanya. Hanya satu yang ingin Sri Moeljanto capai yaitu melihat Boyolali bisa tersenyum bahagia. Berbagai program dan kebijakan tercetus dari pemikiran Sarjana Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini untuk peningkatan kualitas produksi dan produktivitas di segala bidang, terlebih sektor pertanian yang menjadi penyangga perekonomian daerah.

Lantas apa saja kontribusi yang dia sumbangkan untuk Boyolali? Sudah puaskah ia terhadap program yang dicapai selama ini? Berikut wawancara eksklusif Safitri Agustina dan Sulistyo M Nugroho dari Majalah PADI saat ditemui di ruang kerjanya di Jalan Merbabu No. 48, Boyolali:

Bisa dijelaskan secara riil mengenai kondisi sektor pertanian, setidaknya dalam dua tahun terakhir?
Pertanian di Boyolali berada di tengah himpitan berbagai persoalan. Hal ini menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan, baik dari sisi produksi maupun produktivitas yang akhirnya bermuara pada peningkatan pendapatan masyarakat tani. Namun demikian, dalam pembangunan daerah, upaya membangun kemandirian dan keberlanjutan program adalah jauh lebih penting dari pada sekadar meningkatkan produksi. Karenanya dalam beberapa tahun ke depan membangun kelembagaan yang kuat di tingkat petani menjadi perioritas.

Bagaimana kondisi pertanian di awal Anda menjabat?
Pada awal saya menjabat tahun 2005, pembangunan pertanian di Boyolali sebenarnya sudah pada rel yang benar. Artinya sebagai sektor strategis dalam struktur pembangunan perekonomian daerah, perhatian dalam pelaksanaan pembangunan pertanian sangat besar dan dilakukan secara sistematis. Namun, ada satu hal yang nampaknya agak dilupakan yaitu soal spirit, semangat yang belum digarap secara optimal.

Maksudnya?
Saya sederhanakan saja dengan ilustrasi, pemerintah daerah akan memfasilitasi beberapa jenis peralatan mekanisasi pertanian. Kami tidak semata-mata mendasarkan pada proposal yang ada, tetapi kita lihat dulu bagaimana dinamika petani dan kelembagaannya. Dalam hal ini harus ada pembagian peran. Tidak mungkin fasilitasi akan diberikan kelompok yang tidak pernah ada aktivitasnya. Misalnya mereka tidak pernah melakukan gerakan pengendalian hama penyakit atau tidak penah melakukan kegiatan pembersihan saluran irigasi. Jadi betapapun bagusnya proposal, tetapi di lapangan tidak ada bukti kongkrit, ya mau tidak mau fasilitas akan dialihkan ke yang lain.

Apakah ada seleksi ketat dalam hal pemberian fasilitas ini?
Ya harus. Setidaknya laporan yang diberikan ke kita, tidak langsung diiyakan tetapi kita harus melakukan cek dan ricek ke lapangan. Contoh, setiap kali ada informasi terjadi kekeringan petani langsung minta dibantu. Padahal pokok persoalannya adalah mereka melanggar pola tanam. Karena itu, model pendekatan demikian kita ubah, di mana fasilitas hanya diberikan kalau ada kemauan untuk mengatur pola tanam dan tata tanam yang akan datang. Petani juga harus diajak belajar dari kesalahan dan kegagalan, tidak melulu harus diberi fasilitas semata.

Adakah kebijakan spesifik terkait dengan sektor pertanian?
Banyak kebijakan yang saya keluarkan, terlebih untuk sektor pertanian. Adapun kebijakan tersebut yaitu mewujudkan agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan, membangun partisipasi petani dalam pembangunan pertanian, meningkatkan skala usaha pertanian, meningkatkan kualitas SDM petani, mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian, mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna, dan mewujudkan sistem usaha tani bernilai tinggi melalui intensifikasi, diversifikasi dan perwilayahan pengembangan komoditas unggulan.

Rencana dan target Anda di bidang ketahanan pangan?
Berbicara mengenai ketahanan pangan, persoalan bukan semata-mata pada upaya menjaga surplus pangan terutama beras, tapi bagaimana membangun kedaulatan pangan di masyarakat. Karenanya, aspek-aspek konsumsi, distribusi, dan peningkatan daya beli menjadi perhatian juga. Boyolali saat ini bisa dikatakan surplus beras. Jika dihitung produksi beras tahunan sebesar 154.180 ton dan kebutuhan beras sebesar 87.125 ton, maka Boyolali surplus 67.055 ton.

Namun kenyataannya, seringkali ditemukan petani yang menanam padi justru kesulitan membeli beras. Kondisi ini sangat ironis dan menjadi perhatian khususnya bagaimana meningkatkan daya beli petani dan membangun sistem ketahanan pangan daerah. Hal ini mungkin cukup sulit, tetapi perlahan bisa kita atasi melalui kebersamaan seluruh stakeholder.

Menurut Anda, bagimana potensi dan prospek pertanian Boyolali?
Sebenarnya kegiatan pertanian memiliki prospek yang cukup cerah. Persoalannya adalah optimalisasi usaha belum dapat dicapai, sehingga petani khususnya belum merasakan manfaat secara penuh dari pertanian. Fakta ini menunjukkan bahwa sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja sagat besar. Sementara, lahan relatif sempit, teknologi terbatas, dan akses ke lembaga keuangan untuk memperluas permodalan juga terbatas. Karena itu, selain dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, juga diupayakan fasilitas serta meningkatkan nilai jual produk dengan membangun kemitraan dengan pasar dan melakukan segmentasi produk.

Realisasinya seperti apa?
Dengan konsep pembangunan lokal “Bangun Tani Mandiri”. Pemerintah daerah berupaya membangun kelembagaan petani yang kuat dengan basis desa atau melalui Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani, Red.)

Apa masalah paling krusial yang dihadapi guna menjadikan pertanian sebagai lokomotif pembangunan?
Persoalan krusial yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan sektor pertanian adalah sempitnya kepemilikan lahan, akses ke lembaga keuangan yang terbatas, akses tekonologi terbatas dan infrastruktur pertanian yang kurang memadai. Karena itu, setelah tahapan penguatan kelembagaan berbasis desa digarap, perhatian selanjutnya akan diberikan lebih besar bagi upaya penguatan akses keuangan, teknologi, dan perbaikan infrastruktur. Hal lainnya mungkin pola pikir masyarakat yang kadang cenderung memakai pola lama dan struktur kelembagaan yang harus dibenahi.

Apa kontribusi Boyolali dalam memajukan pangan dan pertanian di Jawa Tengah?
Ditinjau dari sisi produksi dan konsumsi, Boyolali termasuk surplus pangan. Dengan demikian, kelebihan yang kita capai sudah menunjukkan Boyolali sudah memberikan kontribusi bagi kecukupan pangan terutama beras di Propinsi Jawa Tengah.

Apa kiat Anda untuk melepaskan ketergantungan masyarakat terhadap beras?
Bisa dibilang masyarakat kita memang tergantung dengan konsumsi beras. Ini budaya yang turun menurun. Permasalahannya kurang teraksesnya produk pangan non beras dengan bahan baku lokal secara terus menerus dalam jumlah yang cukup, serta budaya gengsi. Ya, saat ini kita sedang mengembangkan pembuatan pangan dari bahan pangan lokal, seperti buah waluh yang dimanfaatkan untuk pembuatan kue. Bahan pangan olahan ini merupaka salah satu bahan pangan yang dapat dikembangkan di Boyolali untuk mengganti ketergantungan pangan dari beras.

Program intensifikasi pengolahan bahan pangan lokal ini, setidaknya bertujuan untuk mengantisipasi rawan pangan sekaligus sebagai gerakan aksi percepatan diversifikasi pangan lokal dalam rangka ketahanan pangan nasional melalui penguatan kelembagaan yang ada di Boyolali.

Lalu, apa harapan Anda untuk kemajuan Boyolali ke depan?
Tidak muluk-muluk, saya berharap Boyolali menjadi kabupaten yang berkecukupan pangan secara beragam, bergizi, seimbang, dan aman. PIT

Tidak ada komentar: