Rabu, 07 Januari 2009

Inovasi

Pemanfaatan Jerami Dalam Pembuatan Kompos

Jerami Multiguna

Jerami ternyata menyimpan potensi. Selain untuk makanan ternak, limbah pertanian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber biomasa dalam pembuatan kompos. Jerami merupakan sumber hara kalium yang sangat murah dan dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk organik untuk penanaman padi musim berikutnya.

Oleh: Ana Nurhasanah dan Harmanto

Salah satu limbah pertanian yang jumlahnya cukup besar dan tersebar di Indonesia adalah limbah jerami padi. Potensi limbah padi jerami sampai saat ini sekitar sebesar 5 ton/ton padi. Bahkan dikatakan pula setara dengan produksi gabah per hektar. Apabila produksi gabah 5-7 ton per hektar maka potensi jerami juga sekitar 5-7 ton per hektar.

Limbah ini sebenarnya sebagian sudah digunakan di masyarakat, baik untuk keperluan pertanian atau industri. Untuk keperluan industri pada saat ini telah digunakan sebagai bahan baku kertas dan bahan pembuatan seni kerajinan, juga sebagai bahan bakar pembuatan batu bata, gerabah, serta tungku untuk industri kecil. Untuk keperluan pertanian, jerami digunakan sebagai media tanaman, pakan ternak/ikan, dan bahan baku pembuatan kompos.

Data survei lapang menunjukkan bahwa produksi jerami bervariasi antara 5-14 ton/ton gabah yang dihasilkan. Produksi gabah Indonesia pada tahun 2004 adalah 54.060.817 ton. Jika minimum limbah jerami yang dihasilkan 5 ton/ton gabah, maka produksi jerami diperkirakan sekitar 270 juta ton.

Limbah jerami padi yang cukup tinggi produksinya ini apabila tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kondisi iklim tropis, curah hujan yang tinggi dan komposisi bahan organik yang tinggi menyebabkan dekomposisi bahan organik berlangsung cepat. Pada kondisi yang tidak terkontrol, proses dekomposisi ini menyebabkan pencemaran udara dan air, yang lebih jauh berdampak pada gangguan kesehatan masyarakat.

Untuk itu, para pakar pertanian menyebutkan bahwa jerami padi harus dimanfaatkan serta dikelola dengan baik. Prioritas utama pemanfaatan jerami adalah penggunaan kembali sebagai kompos di lahan sawah untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga penggunaan pupuk kimia dapat lebih efisien (Rahmarestia,W,E. Dkk, 2007).

Jerami padi merupakan sumber hara untuk tanah yang sangat potensial, namun masih mengandung kadar karbon (C) dan nitrogen (N) yang cukup tinggi sehingga kadar ratio C/N cukup tinggi pula yaitu sekitar 70. Sedangkan untuk pupuk organik yang baik dan optimal, diusahakan kadar C/N sekitar 11–25. Untuk itu sebaiknya dilakukan proses penurunan kadar C/N terlebih dahulu dengan proses perombakan C dan N oleh mikroba melalui proses fermentasi aerobik maupun anaerobik.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN: Beberapa teknologi pengelolaan jerami padi telah dikembangkan. Salah satu teknologi yang dikenal murah adalah teknologi pengomposan. Pada saat ini teknologi pengomposan telah dilakukan pada skala kecil dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan lebih mengandalkan tenaga manusia.

Teknologi pengomposan pada dasarnya merupakan proses dekomposisi bahan-bahan organik yang dapat dilakukan baik pada kondisi aerobik maupun anaerobik. Pada kondisi aerobik, proses dekomposisi bahan organik mengandalkan mikroorganisme yang hidup pada kondisi kaya oksigen, sedangkan sebaliknya pada kondisi anaerobik lebih mengandalkan pada mikroorganisme yang membutuhkan minim oksigen. Pada sistem aerobik, proses pengomposan lebih mudah dilaksanakan, karena tidak memerlukan pengontrolan oksigen yang cukup teliti. Tahapan pembuatan kompos jerami padi secara aerobik disajikan pada Gambar 1.

Jerami Padi
(utuh, cacahan)
Pembuatan tumpukan
Pembalikan/pemberian udara
Pengeringan
Pengayakan
Pengepakan
BIODEK




Dalam pembuatan tumpukan, jerami padi dapat ditumpuk langsung secara utuh maupun dicacah terlebih dahulu, ataupun kombinasi tumpukan untuk memudahkan penumpukan. Tumpukan paling bawah dapat ditaruh jerami secara utuh kemudian lapisan berikutnya cacahan jerami dan seterusnya. Pencacahan jerami dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pencacah/choper jerami (Gambar 2). Hal ini dilakukan untuk memperluas permukaan bahan dalam proses pengomposan dan memudahkan pengayakan.

Proses penumpukan dilakukan pada setiap lapisan 15-20 cm sampai mencapai ketinggian 1 m. Pada setiap lapisan diberikan cipratan larutan Biodek sebagai aktifator pengomposan yaitu proses berlangsungnya aktivitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan suhu pada tumpukan, sehingga kemungkinan tidak diperlukan lagi tambahan suhu luar.

Suhu optimum pada proses pengomposan 35-55oC. Kondisi optimum bahan yang akan dikomposkan sebaiknya berada pada kadar air 50-65% dengan perbandingan kandungan awal dari jerami untuk C/N ratio sekitar 70. Dengan penambahan bahan-bahan tersebut (biodek) dapat menurunkan C/N ratio kompos jerami menjadi sekitar 11–12 dan mencapai optimasi C/N ratio yang baik untuk tanaman yaitu sekitar 11–25 %.



Pembuatan tumpukan dapat dilakukan menggunakan peralatan manual seperti sekop, pacul, dan lain-lain. Pada bagian atas tumpukan diberi plastik berwarna gelap untuk mempertahankan kelembaban serta untuk menghindari tumpukan terguyur air hujan atau panas yang berlebihan.


Pembalikan bahan yang dikomposkan bertujuan untuk memberikan keseragaman udara pada bahan yang ada dalam tumpukan. Pembalikan dilakukan minimal seminggu sekali. Pembalikan dapat dilakukan dengan cara memindahkan tumpukan paling atas menjadi tumpukan paling bawah pada lahan disampingnya dan biasa disebut penumpukan bergulir. Pembalikan sekaligus dilakukan untuk membuat tumpukan baru dan tempat tumpukan sebelumnya diisi oleh tumpukan bahan baru. Sehingga ’umur’ pengomposan dapat dicirikan dari letak tumpukan.

Kompos telah matang setelah kurang lebih proses pengomposan berlangsung selama 6-7 minggu. Kompos yang telah matang seperti tanah yang berwarna coklat kehitaman, berbau seperti tanah. Kompos kemudian dibongkar dari tumpukan dan diangin-anginkan untuk menstabilkan kondisi kompos.

Setelah kompos matang, dilakukan pengayakan untuk menyortir bahan-bahan yang tidak diinginkan (seperti kerikil, daun-daun, dan lain-lain) yang kemungkinan tercampur selama proses pengomposan. Pengayakan dapat dilakukan secara manual seperti mengayak pasir atau dengan alat pengayak kompos. Dalam proses pengayakan dapat juga sekaligus dilakukan penambahan pupuk hayati sepeti kapur untuk meningkatkan nilai hara kompos jerami.

Setelah diayak, kini kompos berbahan limbah pertanian telah siap dibungkus. Kompos dapat dikemas dengan plastik atau karung, sesuai dengan selera maupun kebutuhan Anda. Dengan kompos berbahan jerami, setidaknya Anda telah memberikan nilai tambah bagi diri dan masyarakat sekitar Anda.


Perekayasa Muda Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong

Tidak ada komentar: