Rabu, 07 Januari 2009

Resonansi

AGRARIS ATAU MARITIM?
Oleh: M. Nur Gaybita

Apakah nenek moyang kita seorang pelaut ataukah petani?

Dalam sebuah acara yang berlangsung di Departemen Pertanian, beberapa waktu lalu, Menteri Pertanian Anton Apriyantono memaparkan oleh-olehnya sekembali dari kunjungannya ke Brasil. Mentan lalu membandingkan profil lahan pertanian kita yang seluas 21 juta hektar ternyata hanya seukuran luas lahan pertanian kedelai di Brasil. “Luas sawah Indonesia sama dengan luas lahan tebu di Brasil, sementara luas ladang penggembalaan sapi di Brasil (220 juta hektar) lebih luas dari seluruh daratan di Indonesia (190 juta hektar),” demikian kata Mentan.

Yang agak terenyuh dari ucapan Mentan adalah pernyatannya menyangkut potensi pertanian kita dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. “Dengan kondisi lahan yang ada, realistiskah Indonesia harus memenuhi semua kebutuhan kita dari produksi pertanian di dalam negeri? Mengapa kita juga tidak membebankan hal ini pada sektor kelautan yang memang lebih luas dari daratan kita?”.

Sebuah pernyataan yang memang benar adanya. Benar bahwa lautan kita lebih luas dari daratan, tapi sektor agraris itulah yang menjadi pekerjaan utama bangsa ini sekaligus tanggung jawab Deptan.

Sebagai tanggung jawab dan pekerjaan utama, Deptan harus memprioritaskan pertanian ini sebagai sektor unggulan. Kita pun tetap harus mengelola pertanian kita dengan segala daya dan upaya yang kita miliki. Tidak lagi dikelola sekadar business as usual. Revitalisasi pertanian dalam arti luas dan menyeluruh harus berjalan dan dijalankan. Harus ada terobosan dan inovasi baru dalam rangka membangun pertanian menjadi lebih produktif.

Jadi, mari kita sejahterakan penduduk kita melalui sektor ini. Dan, ini mungkin saja terjadi. Siapa yang tak mengagumi kekayaan alam kita yang melimpah ruah dan membentang di seluruh penjuru nusantara? Siapa yang tidak mengakui hamparan kekayaan lautan dan daratan yang kita miliki? Jadi, sudah waktunya kita juga membangun sinergi antara pertanian, kelautan, dan perkebunan dalam memajukan bangsa ini. Kita buktikan kalau kita juga bisa berjaya melalui tiga sektor ini.

Tiga potensi ini harus kita gali dan gunakan secara maksimal. Di bidang kelautan, siapa yang bisa menduga apa potensi laut kita? Di dalam laut masih banyak kekayaan yang masih terbengkalai dan belum digarap secara serius. Siapa sih yang memperhatikan nelayan kita selama ini? Siapa yang peduli apakah mereka bisa melaut atau tidak?

Begitu pula dengan hutan kita. Hutan tropis kita adalah modal yang memiliki manfaat nyata bagi kehidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya, maupun ekonomi. Kita dapat mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.

Jadi, apakah kita lebih pantas disebut negara agraris atau maritim? Pertanyaan ini kita tidak signifikan lagi untuk dijawab. Apalagi, kita memiliki dua-duanya. Daratan kita masih menyimpan kekayaan yang mampu menyejahterakan rakyat. Kedalaman lautan kita masih menyimpan potensi yang membanggakan.

Sayangnya, hingga kini pertanian kita tetap tak memberikan dampak secara signifikan terhadap kesejahteraan para petani. Potensi laut kita belum pernah diurus secara serius. Begitu pula dengan sumber daya alam lain, khususnya hutan kita yang selalu menjadi rebutan para pembalak liar. Hutan dibabat, pertanian tidak terkontrol, lahan semakin sempit, di laut pun nelayan kita tak berdaya, bahkan sering dikebiri nelayan asing. Bila hal ini terus-menerus terjadi, hancur sudah!

Tidak ada komentar: