Rabu, 07 Januari 2009

Sosok

ANTON APRIYANTONO

MOTOR PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL

Jika ada sosok yang disebut sebagai motor penggerak pembangunan pertanian di Tanah Air, maka Menteri Pertanian Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS layak ditempatkan di urutan teratas. Tak hanya memiliki kewenangan yang luas, baik dalam program, kebijakan, penerapan, hingga pengawasan, ia juga memiliki kemampuan dan kapasitas yang mumpuni dalam memajukan sektor ini.

Mantan dosen Departemen Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor (IPB) ini sejak awal memang memiliki tekad dan komitmen yang kuat untuk memajukan sekaligus menyejahterakan petani dan pertanian kita. Apalagi, sebagai orang nomor satu di jajaran Departemen Pertanian (Deptan), pria kelahiran Serang, 5 Oktober 1959 ini memiliki otoritas yang tinggi dalam menentukan kebijakan pembangunan pertanian nasional.

Dalam pertemuan dengan Susilo Bambang Yudhoyono, dalam rangka uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon anggota menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu, ketika ia terpilih menjadi Presiden, Anton Apriyantono menyampaikan tiga program unggulan yang harus dilakukan guna memajukan sektor agraria, yakni peningkatan ketahanan pangan,peningkatan kesejahteraan petani, dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian.

Tiga hal ini yang menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakannya. Menurutnya, kebijakan yang akan disusun harus benar-benar berpihak kepada petani. Selama ini, pertanian identik dengan kesan kumuh, becek, dan terbelakang. “Padahal pertanian tidak hanya bercocok tanam, tapi mencakup berbagai aspek, termasuk agroindustri,” katanya kepada Qusyaini Hasan, Tri Aji, dan Safitri Agustina dari Majalah PADI saat menemuinya di ruang kerjanya di Gedung A Lantai II, Deptan, Ragunan, Jakarta.

Menurutnya, membangun sektor pertanian ke depan berarti menyejahterakan petani, peternak, pemilik kebun, dan petani lainnya. Dengan demikian, sektor pertanian tidak semata-mata mengejar peningkatan produksi, tetapi yang lebih penting adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. “Oleh karena itu, diperlukan suatu perubahan penting, yaitu agar pembangunan pertanian berpusat kepada manusianya,” kata Anton.

Demi kemajuan di bidang pertanian, Mentan Anton Apriyantono tak kelah lelah untuk terus berjuang. Sosialisasi dan kampanye tentang pentingnya swasembada pangan senantiasa ia gelorakan. Ia pun mengajak para gubernur dan bupati seluruh Indonesia untuk kembali menghidupkan lumbung pangan di daerah masing-masing. Keberadaan lumbung pangan dinilai penting untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Anton yang juga selaku Ketua Pelaksana Harian Dewan Ketahanan Pangan Nasional berujar, “Ketahanan pangan secara nasional sesungguhnya juga tergantung pada kesiapan masing-masing daerah.”

Sebagai bukti akan kesungguhannya dalam memajukan pertanian, ia mengobarkan tekad dan semangat untuk memperbaiki citra pertanian. Anton, panggilan akrabnya, pun tak ragu untuk turun ke sawah dan berbecek-becek dengan petani. Kehadirannya seringkali menyemarakkan acara tanam perdana, panen bersama, ataupun memperkenalkan inovasi dan teknologi terbaru di bidang pertanian. “Progam pertanian perlu didukung oleh semua institusi di jajaran Deptan dan institusi terkait lainnya,” tuturnya. Berikut wawancara lengkapnya:

Bisa dijelaskan apa program kerja maupun target Departemen Pertanian di tahun 2008 ini?
Program kerja Deptan tahun 2008 khususnya di sub sektor tanaman pangan adalah peningkatan produksi dan produktivitas dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan sasaran produksi padi 61 juta ton gabah kering giling (GKG), serta jagung 14,5 juta ton pipilan kering. Ada pula program penyebarluasan teknologi pengelolaan sumber daya dan tanaman secara terpadu (PTT) melalui metode sekolah lapangan (SL). Penyebaran tanaman meliputi padi non hibrida seluas 1,5 juta ha oleh 60 ribu kelompok tani, padi hibrida 86 ribu ha oleh 6.500 kelompok tani, dan jagung 200 ribu ha oleh 13.500 kelompok tani.

Bagaimana perkembangan sejauh ini?
Berdasarkan Angka Ramalan II BPS produksi padi tahun 2008 mencapai 59,877 juta ton GKG atau meningkat 2,27 juta ton (4,76%) dari tahun 2007. Jagung mencapai 14,85 juta ton pipilan kering atau meningkat 1,566 juta ton (11,79%) dari tahun 2007. Capaian ini merupakan rekor dalam sejarah pertanian kita.

Produksi beras domestik sejak tahun 2005 sebenarnya tidak ada masalah dalam arti cukup untuk memenuhi kebutuhan. Yang masalah adalah menyangkut keterjangkauan oleh sebagian masyarakat. Harga yang cukup baik dari sisi petani produsen adakalanya dinilai terlalu tinggi dan tidak terjangkau oleh kelompok masyarakat yang masuk katagori miskin.

Pemerintah menargetkan swasembada pangan tahun ini dapat terwujud. Bagaimana prospek atau peluang dalam mewujudkan hal ini?
Ada kesenjangan produktivitas antara potensi dengan kondisi lapangan. Selain itu, tersedianya teknologi (hibrida, umur pendek, SRI, Legowo dll), peluang pasar domestik dan internasiaonal, potensi SDM yang masih dapat ditingkatkan, serta usaha tanaman pangan merupakan peluang investasi (menarik investor). Kami melihat, dukungan yang besar dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, misalnya Sulsel, Gorontalo, Sumsel, dan lain-lain, memiliki potensi dalam memajukan pertanian kita.

Sejauh ini apa kendala dalam mewujudkan hal ini?
Kami menghadapi kebutuhan pangan terus meningkat sering dengan meningkatnya jumlah penduduk. Harga pangan dunia terus meningkat, ketersediaan lahan dan air berkurang, dampak fenomena iklim (banjir, kekeringan dan gangguan OPT), serta infrastruktur pertanian banyak yang rusak. Ada juga akses petani terhadap modal lemah, serta kelembagaan pertanian maupun koordinasi di berbagai tingkatan masih lemah.

Lalu, bagaimana perkembanganya saat ini?
Pada tahun 2008 diperkirakan surplus beras sejumlah 2,11 juta ton. Asumsinya adalah, produksi padi yang mencapai 59,877 juta ton, dengan konversi GKG ke beras tersedia untuk konsumsi manusia 56,64%, maka tersedia 33,91 juta ton beras. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia tahun 2008 sejumlah 228,523 juta orang dan konsumsi pe rkapita per tahun 139,15 kg beras, maka dibutuhkan 31,80 juta ton beras. Untuk itu, saya optimis kita bisa mewujudkan swasembada pangan ini.

Apakah program ini tidak terpengaruh oleh peristiwa krisis pangan global yang sedang terjadi?
Secara tidak langsung memang ada pengaruhnya. Namun berdasarkan data-data yang ada justru pada saat ini kondisi pangan nasional masih aman-aman dan produksi terus meningkat. Kita harus bersyukur ketika negara-negara lain dilanda krisis pangan, Alhamdulillah Indonesia termasuk aman. Ketersedian pangan kita cukup bahkan surplus. Dengan krisis pangan global justru merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi Indonesia yang merupakan negara agraris untuk membuktikan bahwa kita mampu. Banyak investor baik dari dalam maupun luar negeri yang akan melakukan investasi di sub tanaman pangan.

Apa langkah antisipasi agar Indonesia terhindar dari krisis pangan?
Selain memanfaatkan peluang peningkatan produksi padi/beras, maka program diversifikasi pangan non beras harus digalakkan lagi, mengingat Indonesia mempunyai potensi sumber pangan lokal yang sangat beragam di setiap wilayah, seperti sagu, jagung, hingga umbi-umbian. Peran media massa juga sangat penting dalam mendukung hal ini, misalnya tidak memberitakan dengan nada merendahkan masyarakat kita yang mengomsumsi pangan non beras.

Sejauh ini, bagaimana perkembangan program diversifikasi pangan di Indonesia?
Pada intinya penerapan program diversifikasi pangan dilakukan dengan terus mengupayakan pemanfaatan bahan pangan lokal yang jenisnya sangat beragam di negeri kita. Tujuannya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dengan cara lebih mensosialisasikan ragam pangan yang tersedia. Kita juga perlu memberikan pemahaman pada masyarakat bahwa makan selain beras tidak menurunkan status sosial. Selain itu, diversifikasi pangan juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan sehingga dapat tercapai pola pangan harapan 100, yang pada saat ini baru mencapai skornya 75,6.

Lalu bagaimana soal ketersediaan pangan, khususnya dengan penerapan otonomi seperti sekarang?
Dalam kaitan inilah, saya telah berkirim surat ke semua gubernur dan bupati di seluruh Indonesia untuk meningkatkan ketahanan pangan. Antara lain dengan meningkatkan ketahanan pangan sampai ke tingkat RT/RW. Caranya dengan membuat cadangan pangan di masing-masing RT sekitar 500 kg. Fungsinya sebagai lumbung pangan di wilayah RT masing-masing. Cadangan ini bisa dipakai untuk membantu mereka yang kurang mampu. Entah sebagai pinjaman atau bantuan dari yang kaya atau berkemampuan kepada mereka yang miskin.

***

Pria yang menamatkan pendidikan akademiknya di bidang pertanian dan ilmu pangan, IPB ini dilantik menjadi Menteri Pertanian menggantikan Prof. Dr. Bungaran Saragih, pada Oktober 2004 lalu. Sebelumnya, doktor bidang Kimia Pangan dari University of Reading, Inggris, ini adalah menjadi staf pengajar Departemen Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), IPB, ini dengan jabatan Lektor di Fateta IPB. Ia pun sempat menjadi dosen tamu di National University of Singapore (NUS) pada program Food Science and Technology, auditor di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika (LPOM) MUI, dan sedang dalam pengusulan untuk menjadi profesor atau guru besar di IPB.

Boleh dibilang, hampir sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk menggeluti bidang pertanian dan pangan. Suami dari Ir. Rossi Rozanna Septimurni, MKes, yang merupakan peneliti pada Puslitbang Gizi dan Kesehatan Depkes yang berpusat di Bogorm ini dikenal sebagai pria yang sangat bersahaja. “Kesederhanaan penampilan fisik tidaklah harus berarti kesederhanaan berpikir. Saya akan tetap dengan kehidupan yang selama ini sudah berjalan,” katanya.

Sesuai dengan programnya dalam peningkatan ketahanan pangan, kesejahteraan petani, dan nilai tambah produk pertanian, ia menjelaskan bahwa komitmen pemerintah untuk membantu petani tidak perlu diragukan. Selain melanjutkan program bantuan benih unggul, Pemerintah juga berkomitmen untuk tetap menjaga ketersediaan pupuk dengan harga tetap (tidak terpengaruh harga BBM).

Tahun 2008, lanjutnya, pemerintah menyediakan dana Rp 13 triliun untuk subsidi pupiuk. Angka ini hampir dua kali lebih besar dari angka subsidi tahun sebelumnya. Untuk membantu permodalan dan peningkatan kesejahteraan petani, pemerintah juga telah menggulirkan berbagai program dan skema kredit. ”Antara lain Kredit Usaha Rakyat, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM), dan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Deptan telah menyediakan dana Rp 1,1 trilyun untuk program PUAP di 11.000 desa seluruh Indonesia,” katanya.
***
Bagaimana dengan kebijakan pertanian, khususnya di sektor padi dan perberasan?
Kebijakan yang diambil dalam komoditas padi adalah meningkatkan pendapatan petani dan pelaku agribisnis padi melalui peningkatan produktivitas dan produksi. Hal dimaksudkan untuk mewujudkan swasembada padi/beras secara berkelanjutan. Kami juga tetap memberikan subsidi khususnya benih dan pupuk. Kami juga memfasilitasi pembiyaan, bantuan benih dan peralatan pra dan pasca panen, serta melindungi harga dengan penetapan HPP beras/gabah.

Belakangan ini santer desakan publik agar kita tidak hanya memiliki ketahanan pangan, tapi juga kedaulatan pangan. Apa komentar Anda?
Sesuai dengan konteksnya, pengertian ketahanan pangan terus berkembang, mulai dari ketersediaan pangan, tidak melakukan impor lebih dari 5 persen, bahkan saat ini mengarah kepada istilah kedaulatan pangan. Pada saat ini kita sedang mengarah kepada pencapaian kedaulatan pangan melalui berbagai program pemerintah, seperti program swasembada beras, swasembada daging, swasembada gula, dan lainnya dalam karangka revitalisasi pertanian. Di samping itu, Deptan juga mengembangkan percontohan Desa Mandiri Pangan di beberapa daerah.

Apa benar sampai saat ini kita bisa surplus produksi secara merata?
Secara nasional pada tahun 2008 akan terjadi surplus produksi padi/beras. Namun, dengan kondisi iklim Indonesia dimana ada dua musim tanam (MH dan MK), maka diperkiraan pada tahun 2008 terjadi defisit beras antara produksi di bulan yang sama masih kurang. Hal ini berlangsung selama lima bulan, yaitu pada Januari, September, Oktober, Nopember, dan Desember 2008. Demikian pula antara kebutuhan di suatu wilayah dengan wilayah lain, ada yang surplus produksi dan banyak pula yang harus mendatangkan dari wilayah lain. Untuk itu sangat diperlukan stok nasional yang pada saat ini ditandatangani oleh Perum Bulog.

Apa pemicu terjadinya surplus ini?
Dalam strategi kita, ada empat, yaitu ekstentifikasi, intensifikasi, penyelamatan pasca panen, serta memperkuat kelembagaan dan pembiayaan. Ekstentifikasi, paling tidak untuk mengimbangi konversi lahan sawah. Pembuatan sawah baru terus dilakukan terutama di luar Jawa. Tahun ini kita targetkan 30 ribu ha. Soal intensifikasi, kita membagikan secara gratis benih unggul yang produktivitasnya tinggi. Di samping itu, penggunaan pupuk yang berimbang, pengairan yang mencukupi, dan teknologi budidaya yang optimal.

Semuanya ini kita kemas dalam bentuk sekolah lapang, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Tahun ini sekitar ada 1,5 juta ha melakukan sekolah lapang. Satu kelompok tani mengelola 25 ha, 1 ha laboratorium lapang. Petani dibimbing soal budidaya yang baik dan diberi benih serta pupuk gratis. Kita juga melakukan penyelamatan pasca panen, mulai menyediakan terpal untuk perontokan dan pengerikan. Bulog membantu dalam menjaga harga dan produktivitas, serta memperkuat kelembagaan dan pembiayaan.

Apa terobosan baru agar bisa surplus produksi secara merata?
Untuk surplus produksi secara merata tidaklah mungkin, mengingat masing-masing wilayah mempunyai potensi dan kendala yang berbeda. Sebagai contoh DKI Jakarta tidak mungkin memenuhi kebutuhan pangannya dari DKI, tetapi dapat memenuhi kebutuhan dari propinsi lainnya. Hal yang dilakukan adalah memanfaatkan peluang di propinsi lain untuk memenuhi kebutuhan secara nasional.

Sempat muncul gagasan untuk ekspor. Realistiskah?
Dulu kita memang ingin swasembada pangan lestari. Tapi dua tahun berturut mampu meningkatkan produksi 5% per tahun. Maka, sekarang kita berubah sasarannya, menjadi negara eksportir. Dan itu sangat mungkin. Tahun 2007, kita sudah swasembada dalam arti kebutuhan dalam negeri sepenuhnya bisa disuplai dari dalam negeri. Tahun ini, kemungkinan produksi akan meningkat lagi sekitar 4,8%. Kalau itu benar, jelas kita surplus. Harga naik sedikit tidak apa-apa. bisa jadi keuntungan bagi petani.

Dari situ timbul optimisme bahwa sebetulnya kita bisa menjadi eksportir beras. Apalagi kalau kita hitung, kita bisa menanam sampai 2-3 kali dan mampu meningkatkan produktivitas. Jadi, kalau dilihat dari potensinya, sangat mungkin kita jadi eksportir. Itu baru kita bicara soal lahan yang ada. Belum soal perluasan lahan yang sedang gencar kita lakukan, bersamaan dengan investor yang terus berdatangan. Bayangkan, Indonesia bisa jadi negara seperti apa nanti.

Anda mengatakan bahwa menggantungkan semua kebutuhan pangan dicukupi dari dalam negeri. Maksudnya?
Berapa luas sih lahan kita? Apalagi dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk dan lain-lain. Yang bisa kita cukupi adalah bahan-bahan pokok saja. Contoh yang paling ekstrem adalah mungkin enggak kita tanam gandum. Untuk sekarang sih memang tidak bisa. Tapi, di masa mendatang siapa tahu. Jadi, ini contoh ekstrem saja, bahwa tidak semua bisa ditanam dan dicukupi dari sini. Tidak mungkin itu. Kita harus memilih, kalau beras, jagung, gula, insya Allah bisa.

Belakang ini juga muncul gagasan agar kita lebih berorientasi pada maritim (maritime oriented). Apa komentar Anda?
Pemahamannya tidak seperti itu. Kami berpendapat, baik daratan maupun lautan harus dikembangkan secara bersama dan seimbang sesuai potensi di masing-masing wilayah. Kita memiliki daratan dan lautan yang luas dan harus dioptimalkan demi kesejahteraan kita bersama. Saya ingatkan, potensi kita di bidang perikanan atau lautan masih belum tergali, bahkan sering dicuri orang.

Benarkah sektor pertanian adalah bagian dari masa lalu dan tak lagi dapat diandalkan di masa mendatang?
Tidak benar itu. Selama manusia masih makan tanaman (sereal dan lainnya), maka pertanian masih merupakan sektor yang masih menjadi andalan di masa yang akan datang. Jadi, pertanian masih bisa kita optimalkan sehingga memberikan kesejahteraan bagi kita.

Lalu, apa upaya Anda untuk mengembalikan kejayaan pertanian kita?
Kita harus mengembangkan pertanian sesuai potensi dengan skala usaha yang menguntungkan, lebih efesien sehingga mampu bersaing di pasar internasional.



Tidak ada komentar: