Rabu, 28 Januari 2009

Profil


Pencetak Beras Sehat

H. Achmad Zaelani


Hampir 24 tahun lamanya menekuni bisnis perberasan, ia berhasil menghimpun laba dan membesarkan usahanya. Satu hal yang ingin dia capai yaitu bisa membuat bahagia orang-orang di sekitarnya. Apa kiat sukesnya?


Awalnya, H. Ahmad Zaelani termasuk pedagang serabutan. Dia jualan apa saja yang dianggapnya menguntungkan. Bahkan, buat menutupi biaya hidupnya, dia sempat berprofesi menjadi tukang ojek di kampungnya. Sekali waktu, dia diminta ayahnya untuk merubah nasibnya dengan dibekali modal sebesar Rp800 ribu. Amanah tersebut kontan saja disambut gembira oleh pria yang menikah dengan Hj. Masripah pada tahun 1972 ini.

Sedikit demi sedikit dia mengaku tahu soal bisnis perberasan, apalagi dulu sang kakek pernah bekerja di sebuah koperasi di dekat tempat tinggalnya. Berbekal ilmu tersebut, Zaelani memberanikan diri untuk terjun di bisnis gabah. Dengan modal seadanya plus peralatan sederhana, Zaelani mulai membangun bisnisnya. Dibantu sang istri, Zaelani mulai menggepakkan sayap.

“Modal nekad saja. Apalagi saya yakin kalau berusaha pasti Allah kasih jalan,” umbarnya pada PADI saat bertandang di kediamannya di daerah Subang, Jawa Barat. Bahkan, menurut Zaelani merintis usaha ini butuh ketekunan dan keuletan. Semuanya dia kerjakan sendiri, mulai dari mencari gabah kering yang berkualitas, menjemur gabah, jadi kuli panggul, sampai usaha buat memasarkan produknya. Dengan sepeda ontel, Zaelani mengaku tidak pernah lelah mengayuh, walau jarak dari satu tempat ke tempat lain sangat jauh. Panas terik matahari dianggap sebagai ujian diri Allah kepadanya.

Perlahan usaha dan kerja kerasnya memperlihatkan kemajuan sampai akhirnya tahun 1991, Zaelani memutuskan untuk mengontrak pabrik kecil. Dengan sewa Rp1,5 juta per tahun, Zaelani mulai memutar otak untuk bisa mengembangkan produk dan pemasarannya. Dibantu karyawannya, ayah tiga anak ini mulai mencari jaringan dan strategi untuk menembus pasar yang lebih luas. Hasilnya, Zaelani mampu memproduksi beras sekitar 10 ton sehari. Walau bukan angka yang besar, Zaelani justru amat bangga dengan angka tersebut. “Saya bukan orang yang ngoyo, sedikit tapi menghasilkan. Dan produksi masih bisa berjalan,” tandasnya.

Tahun demi tahun merintis usaha pastinya ada cobaan yang menghampirinya. Kendala yang paling krusial yang dia hadapi adalah masalah permodalan. “Modal jadi kendala terbesar. Kalau kita tidak pintar cari pinjaman, agak kewalahan juga. Apalagi sistem usaha ini DP duluan, berani pinjam modal kita juga mesti siap konsekuensinya,” ucapnya antusias.

Agar kemitraan dengan petani tetap berjalan baik, Zaelani selalu mengedepankan strategi kekeluargaan. Bahkan dengan sistem tersebut, ia mengaku sangat terbantu. “Jika saya lagi tidak ada modal, mereka seringkali memberikan gabah terlebih dahulu. Nanti kalau sudah ada rejeki baru saya bayar, begitu pula sebaliknya. Prinsipnya, saling percaya saja,” cetusnya.

Dari hasil penjualannya, Zaelani menyisihkan sedikit keuntungannya untuk menambah aset perusahaan. Bahkan dia sudah bisa membeli mesin baru untuk kegiatan operasional pabriknya. Setelah cukup modal untuk berdiri sendiri, tahun 1995 Zelani memutuskan untuk membeli pabrik sendiri. Pabrik seharga Rp40 juta dengan luas 5.300 meter ini dia beli dari hasil keringatnya. Kendati masih berupa bilik sederhana, Zaelani mengaku bisa bernafas lega, apalagi dia bisa mengibarkan bendera sendiri dengan nama PB. PADA SUKA (PDS). “Biar kecil tapi sudah punya sendiri. Ya, 4 tahun ngontrak jadi pelajaran berharga buat usaha saya,” katanya lagi.

Saat ini, Zaelani mampu memproduksi sekitar 15 ton sehari. Bahkan, lewat usahanya, kakek satu cucu ini bisa memberi nafkah sekitar 37 karyawannya. Keuletan dan kesuksesan yang diraih Zaelani pun membuahkan hasil. Buktinya tahun 2006, sejumlah departemen maupun instansi pemerintah bersedia memberikan bantuan untuk pengembangan pabriknya. Bantuan ini hanya diberikan kepada empat penggilingan padi se-Indonesia, dan Zaelani mengaku amat beruntung bisa menjadi salah satu bagiannya.

Bahkan, berkat dedikasinya di bidang penggilingan beras, organisasi PERPADI menunjuknya sebagai Ketua DPC Subang dan pengurus Gapoktan Mitra Tani Sejahtera. “Alhamdulillah saya dipercaya sebagai Ketua DPC PERPADI Subang. Banyak hal yang saya dapat, bahkan PERPADI banyak membantu pengembangan produk saya,” ujar pria yang sedang mengembangkan bisnis burung walet di belakang rumahnya ini.

Kini, Zaelani sudah bisa melenggang sendiri sebagai pengusaha beras yang sukses. Kendati kesuksesan sudah dia raih, Zaelani mengaku masih banyak impiannya yang belum tercapai. “Saya masih malu kalau dibilang pengusaha sukses. Sebab, masih banyak pengusaha-pengusaha yang lebih sukses ketimbang saya. Satu hal yang paling mendasar di diri saya yaitu bersyukur dengan apa yang sudah kita dapatkan,” imbuhnya.

Jika ditanya apa keinginannya terhadap bisnis penggilingannya ke depan, pria yang murah tertawa ini mengaku ingin lebih mengembangkan produknya untuk menembus pasar yang lebih luas. Bukan saja tingkat nasional tapi berharap bisa ke luar negeri.

Zaelani amat menyayangkan soal pengusaha beras yang nakal dengan produknya. Apalagi penggunaan zat pemutih dan bahan kimia pada beras. Sejatinya, kenakalan inilah yang memicu merosotnya penjualan dipasaran. “Saya berharap pemerintah bisa lebih tegas terhadap oknum yang nakal. Ini amat merugikan kita sebagai pengusaha beras yang lebih mengedepankan kualitas,” tegasnya.

Untuk menjaga mutu dan kualitas produknya, Zaelani kini menerbitkan beras yang diberi label bebas zat pemutih dan bahan kimia. “Saya lebih mengutamakan mutu barang kepada konsumen ketimbang mencari keuntungan semata,” tandasnya di akhir obrolan. PIT

Tidak ada komentar: