Selasa, 06 Januari 2009

Nusantara

Ketahanan Pangan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Kabupaten Purbalingga

Dengan visi mewujudkan kemandirian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Daerah Purbalingga mantap menjadikan pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu pilar guna menopang pencapaian visi. Optimalisasi sistem ketahanan pangan sebagai bagian dari kemandirian pun diperkuat dengan pemberdayaan masyarakat melalui program-program inovatif.

Nama Purbalingga berasal dari dua suku kata yang mempunyai arti mendalam. Purba yang berarti kuno, dan Lingga yang berarti ‘Phallus’ yaitu makna esensi dari lambang Dewa Siwa dalam agama Hindu. Dalam versi lain, ada juga cerita tentang asal muasal nama Purbalingga yaitu terdapatnya tokoh Kiai Purbasenna dan Kiai Linggasena yang dipercaya sebagai cikal bakal terbentuknya Purbalingga.

Purbalingga merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota yang termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Purbalingga adalah 77.764,122 ha / 777,64 km² yang berdasarkan bentang alamnya terbagi menjadi dua daerah, yakni daerah utara yang cenderung merupakan daerah berbukit dan daerah selatan dengan kecenderungan merupakan daerah dataran rendah. Kabupaten Purbalingga pada sebelah utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Pemalang, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banyumas, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan Banyumas.

Jarak tempuh menuju Purbalingga dari Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah berkisar 191 km atau dengan waktu tempuh 4 jam. Sementara jika dari Purbalingga ke Jakarta jaraknya adalah 400 km atau dapat ditempuh dalam waktu 8 jam dengan mobil atau 6 jam dengan kereta api. Jalan darat sampai saat ini masih merupakan transportasi utama dari dan menuju Purbalingga. Namun demikian, Guna lebih menghidupkan perekonomian Purbalingga, Bupati Purbalingga Drs. H. Triyono Budi Sasongko, M.Si telah menempuh sebuah terobosan dengan memanfaatkan Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Wirasaba Di Desa Wirasaba, Kecamatan Bukateja guna penerbangan sipil atau komersial.

Meskipun letak kabupaten ini tidak terlalu strategis, namun berhasil dinobatkan sebagai kabupaten Pro Investasi oleh Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Jawa Tengah. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Purbalingga. Tidak kurang dari 18 Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah berinvestasi di Purbalingga.

Secara geografis, Purbalingga terletak hampir di penghujung bagian barat Jawa Tengah, tepatnya berada pada posisi 109° 11' BT - 109° 35' BT, dan 7° 10' LS - 7° 29' LS. Wilayah Purbalingga meliputi ketinggian dari 42 m di atas permukaan laut sampai dengan kurang lebih 3.100 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata antara 24,3°C sampai dengan 31,7° C dengan kelembaban udara rata-rata 85 persen dan curah hujan rata-rata 3.130 mm.

Seperti telah diutarakan di atas, wilayah Purbalingga yang terbentang mulai dataran rendah di bagian selatan dan dataran tinggi di bagian utara yang menyebabkan variasi iklim yang lebar. Sehingga, di Purbalingga memungkinkan untuk dikembangkan beberapa komoditi pertanian. Terbukti, saat ini Purbalingga memiliki komoditi pertanian yang terbilang lengkap, mulai dari padi, jagung, palawija, sayuran, buah-buahan, serta aneka ragam tanaman perkebunan dan kehutanan. Di samping itu, kawasan ini juga berpotensi untuk pengembangan usaha perikanan, peternakan, serta pengembangan potensi wisata alam.

Purbalingga masih memfokuskan pembangunannya pada sektor pertanian, selain juga fokus pada sektor industri baik skala kecil maupun menengah. Hal tersebut tercermin dari peruntukan lahan terbesar adalah untuk kegiatan pertanian yang luasnya mencapai 43.273 ha atau 56,65 persen dari keseluruhan luas wilayah yang ada. Luasan lahan pertanian tersebut terbagi atas lahan persawahan seluas 18.311 ha, tegalan 20.317 ha, kebun campur 4.532 ha, perkebunan 16,4 ha, dan perikanan 95,3 ha.

Wilayah Purbalingga daerah selatan merupakan dataran rendah yang cocok untuk pengembangan tanaman bahan makanan berupa padi-padian dan tanaman palawija. Selain kondisi tanah yang subur serta iklim yang cocok, ketersediaan air untuk irigasi pun dapat dikatakan mencukupi dengan baik. Bahan makanan banyak ditanam di Kecamatan Bukateja, Kemangkon, Kalimanah, Padamara, sebagian Kutasari, dan Bojongsari. Di daerah yang lebih tinggi pun seperti di Kecamatan Karanganyar, Kertanegara, dan Karangmoncol tanaman bahan makanan dapat berproduksi dengan baik.

Selain sektor pertanian, sektor peternakan dan perikanan Purbalingga juga cukup berpotensi. Saat ini saja terdapat lima produk unggulan peternakan di Purbalingga, yaitu sapi potong, kambing, ayam buras, ayam broiler, ayam layer, dan itik selain juga berkembang peternakan dalam skala kecil antara lain sapi perah, kerbau, kuda, babi, kelincing, burung puyuh, mentok, dan angsa. Sementara untuk sektor perikanan, Purbalingga menjagokan ikan gurami yang mensuplai sekitar 64,8 persen dari produksi ikan di Purbalingga, diikuti produksi ikan lele dumbo, tawes, nila, bawal air tawar, mujair, nilem, dan karper.

PRIORITAS: Sesuai dengan kebutuhan makanan pokok masyarakat Purbalingga yang berupa beras, maka padi sawah menjadi salah satu prioritas untuk dikelola. Saat ini, padi sawah di Purbalingga memiliki luas panen yang cukup besar, yaitu mencapai 34.566 ha luas panen dengan rata-rata produksi 2,33 ton per ha. Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Purbalingga, Ir Lily Purwanti, jumlah total produksi padi gabah yang dihasilkan adalah sebesar 178.000 ton per tahun. Selain padi sawah, produksi padi masih ditambah dari padi ladang sebesar 3.426 ton yang berasal dari areal panen seluas 759 ha. Produksi padi gabah tersebut melebihi kebutuhan rumah tangga dan industri masyarakat Purbalingga. Dapat dikatakan, Purbalingga telah mencapai swasembada beras dengan kelebihan produksi sebanyak 39.000 ton gabah per tahun.

Mengingat potensi sumber daya lahan yang dimiliki, nampaknya Pemerintah Kabupaten Purbalingga betul-betul serius menggarapnya demi optimalisasi pembangunan ketahanan pangan di wilayahnya. Berbagai program yang inovatif dijalankan untuk menunjang itu semua. Terutama yang terkait dengan off farm khususnya penanganan pasca panen.

Untuk Padi Gabah sendiri tak kurang dari tiga program terkait dengan ketahanan pangan. Pertama, pengembangan Program Padat Karya Pangan (PKP) untuk menjangkau ketersedian pangan keluarga miskin. Kedua, pengembangan stok pangan melalui optimalisasi lumbung pangan masyarakat desa. Ketiga, optimalisasi keberadaan Pusat Pengolahan Hasil Pertanian Utama (Puspa Hastama) khususnya divisi pergudangan.

Program PKP sendiri merupakan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana fisik pedesaan yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan bahan pangan beras sebagai kompensasi upah kerjanya. PKP dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat agar dapat terlibat aktif dalam pemanfaatan potensi dan sumber daya lokal serta pelaksanaan pembangunan dan pelestariannya. Sementara, keberadaan lumbung pangan masyarakat desa digunakan sebagai penyangga stok pangan selain juga fungsi-fungsi resi gudang. “Tahun ini kami mencoba membangun lumbung pangan di dua desa sehingga kami harapkan bisa menjalankan fungsi-fungsi resi gudang di tingkat desa,” jelas Lily.

Di samping itu, keberadaan Puspahastama sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dimaksudkan sebagai penyangga sistem ketahanan pangan dan pendukung pengolahan hasil pertanian. Lembaga ini juga difungsikan sebagai pengamanan harga dasar gabah di tingkat petani dengan memotong mata rantai tengkulak. Puspahastama sendiri merupakan sarana pengolahan hasil pertanian yang terintegrasi meliputi dyer, rice mill, gudang, dan sarana pelengkap lainnya.

Beberapa program di atas setidaknya menggambarkan bahwa ketahanan pangan di Purbalingga dibangun dengan mengedepankan pemberdayaan masyarakat terutama para petani. Hal ini dimaksudkan guna lebih meningkatkan peran serta masyarakat dalam mewujudkan sistem ketahanan pangan di Purbalingga.

***

WAWANCARA BUPATI PURBALINGGA
Drs. H. Triyono Budi Sasongko, M.Si:
“Membantu Petani untuk Mendapatkan Harga yang Baik”

Kepala Daerah yang satu ini tampaknya begitu dicintai rakyatnya. Terbukti dengan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Purbalingga pada tahun 2005 lalu, H.Triyono Budi Sasongko meraup kemenangan mutlak 84,65 persen yang juga tercatat sebagai Pilkada dengan suara terbanyak di Museum Rekor Indoensia (MURI).

Kecintaan rakyat Purbalingga terhadap Triyono adalah bentuk “kompensasi” atas kerja keras Triyono membangun Purbalingga. Kepiawaiannya menggali potensi dengan semangat local wisdom melalui program-programnya yang inovatif mengantarkan Purbalingga menjadi kabupaten mandiri dan berdaya saing. “Kewenangan dan potensi ini harus kita manage agar bisa memberikan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat” tuturnya kepada Tri Aji dari Majalah PADI saat mewawancarainya di Pendopo Dipokusumo Purbalingga. Berikut petikannya:

Bagaimana kondisi pertanian ketika awal Anda menjabat?
Pada saat itu kondisi pertanian di Purbalingga, khususnya padi gabah, produksinya masih belum optimal, artinya masih biasa-biasa saja. Sehingga begitu masuk, saya bertekad agar kesejahteraan petani betul-betul tersentuh oleh kami dengan suatu treatment di dalam rangka menangani masalah pertanian khususnya padi gabah baik sektor on farm maupun off farm-nya. Artinya, mulai dari memilih bibit, menanam, menggunakan pupuk berimbang, sampai kepada panen untuk mendapatkan produksi yang baik kami betul-betul total menangani. Di samping itu, untuk off farm-nya kami menangani pasca panennya supaya petani ini betul-betul mendapatkan harga yang baik. Di dalam pasca panen ini, saya mengambil kebijakan yang cukup drastis dari sebelumnya.

Kebijakan seperti apa yang Anda maksud?
Pertama, kami memfasilitasi pelaksanaan pasca panen itu dengan menyiapkan unit usaha yang disebut dengan Puspa Hastama (Pusat Pengolahan Hasil Utama Pertanian Purbalingga) pada tahun 2003. Jadi, Puspa Hastama ini merupakan BUMD yang kami bangun dengan fasilitas Rice Milling Unit (RMU) dengan kapasitas besar, mempunyai pengering 2 unit dan gudang dengan kapasitas 3.500 ton.

Apa tugas Puspa Hastama dalam kaitannya dengan penanganan pasca panen padi di Purbalingga?
Tugas Puspa Hastama adalah, yang pertama, mereka memfasilitasi pasca panen para petani ini dengan sarana-sarana tadi. Yang kedua, yang lebih penting adalah untuk menjaga stabilitas harga padi gabah. Khususnya ketika musim panen raya. Dan yang ketiga, karena sifatnya BUMD kami mengharapkan Puspa Hastama ini learning by doing melakukan bisnis usaha tani untuk setidak-tidaknya menopang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita. Tapi, sekali lagi, fungsi yang kedua tadi yang lebih penting yaitu untuk stabilitas harga.

Bisa diceritakan, dari mana Puspa Hastama memperoleh permodalan?
Di samping kami berikan modal dari APBD untuk membeli gabah petani kemudian diproses dan dijual pada saat harga bagus, kami juga mengusulkan bantuan kepada provinsi untuk memberikan bantuan permodalan. Akhirnya, mulai tahun 2006, provinsi memberikan dana talangan Gubernur untuk juga membeli gabah petani melalui Puspa Hastama. Saat ini, dana talangan yang dikucurkan Gubernur telah mencapai Rp2 miliar per tahun. Ini digunakan untuk modal Puspa Hastama dalam membeli gabah petani.

Di samping itu, dalam rangka menambah permodalan selain dari APBD tadi, saya juga meminta kepada para PNS di lingkungan Kabupaten Purbalingga supaya ikut membantu petani. Apa maksudnya? Maksudnya adalah PNS yang pada jaman pemerintahan Gus Dur menerima uang sebagai pengganti beras saya minta untuk mendapatkan beras lagi dengan cara membelinya melalui petani setelah itu diproses di Puspa Hastama kemudian berasnya dibagikan kepada PNS. Dan saya jamin kepada mereka berasnya bagus, baru, bahkan saya subsidi dari APBD.

Bagaimana dengan harga beli gabah Puspa Hastama ke petani?
Harga beli yang diterapkan Puspa Hastama menggunakan standar pemerintah yaitu Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kami mencoba memotong mata rantai tengkulak karena kita membeli langsung dari petani. Di samping itu kami terapkan juga program kemitraan kepada petani di mana petani diberikan modal awal. Setelah panen, baru nanti dihitung pada saat petani menyetorkan hasil panennya.

Terkait dengan program ketahanan pangan di Kabupaten Purbalingga, program apa yang telah Anda lakukan?
Kami punya suatu program trobosan yang kami sebut dengan program padat karya pangan (PKP). Program ini saya ambil dari falsafah food for work. Saya melihat bahwa di Purbalingga ada daerah yang surplus beras tapi ada juga daerah yang kering, dan biasanya daerah yang kering ini adalah daerah yang miskin. Dalam rangka menjaga ketahanan pangan masyarakat, pada tahun 2003 saya me-release program padat karya pangan yang merupakan inovasi asli dari Purbalingga.

Bagaimana aplikasi program tersebut?
Jadi, saya membuat proyek perbaikan fisik sarana dan prasarana desa yang sederhana dan bisa dilakukan oleh masyarakat dengan teknologi yang sederhana. Contoh, jalan desa yang tadinya tanah dibuat menjadi jalan kerikil atau perbaikan irigasi dengan beronjong ditata diisi batu misalnya. Pekerjaan itu saya berikan kepada masyarakat miskin yang belum punya pekerjaan. Kepada mereka yang bekerja di situ, tidak diberikan upah uang tetapi diberikan upah beras bagus. Satu hari minimal 4 jam bekerja diberikan 2,5 kg. Artinya bahwa kalau mereka tidak punya uang untuk menebus beras miskin (raskin), mereka harus mau bekerja supaya dapurnya ngebul.

Secara umum, apa tujuan program PKP ini?
Tujuannya, pertama memberikan pekerjaan sementara pada mereka yang menganggur. Kedua, saya ingin mereka mendapat ketahanan pangan masyarakat, artinya, mereka dijamin dapurnya ngebul gitu. Karena saya melihat yang namanya raskin itu kadang-kadang pembagiannya tidak tepat. Raskin itu dulu, diasumsikan bahwa orang miskin itu punya saving uang Rp20 ribu untuk menebus beras raskin per bulan, namun kenyataannya pada saat di desa dibuka counter raskin, mereka sering kali harus meminjam uang untuk menebus beras raskin. Oleh karenanya, PKP memberikan alternatif bagi mereka yang memang tergolong miskin dan tidak memiliki uang untuk menebus beras raskin.

Ketiga, material lokal seperti batu kali, pasir dan lain sebagainya dimanfaatkan. Keempat, sarana dan prasarana fisik desanya tentu menjadi bagus dan ada manfaatnya. Dan yang kelima yang kami suka adalah kami bisa menstabilkan harga gabah petani. Karena apa? Kami butuh beras begitu banyak untuk melaksanakan program ini setiap tahunnya yang mencapai Rp3 miliar. Saya harus punya stok beras untuk membayar upah pekerja program PKP ini. Maka saya tugaskan Puspa Hastama untuk membeli gabah kepada para petani, diproses, dan diturunkan ke desa-desa yang rawan untuk melaksanakan program PKP.

Adakah apresiasi pemerintah pusat terhadap program PKP ini?
Pada tahun 2004, kami Juara I nasional ketahanan pangan karena menerapkan inovasi PKP ini. Dari 239 desa/kelurahan kami masih punya kurang lebih 80 desa miskin. Sehingga ini harus dijamin

Terkait dengan on farm-nya, sebenarnya berapa potensi lahan persawahan di Purbalingga?
On farm-nya ini sudah barang tentu karena lahan persawahan kita tidak terlalu besar, yaitu hanya sekitar 34.000 ha luas panen. Maka kami bermaksud ingin menjaga konsistensi, dengan menjaga melalui program sawah lestari. Tapi kadang-kadang daerah perkotaan ini kan susah untuk dibendung karena intervensi dari sektor industri.

Apa langkah anda guna memproteksi lahan yang ada saat ini?
Tata ruang kan ada. Di samping itu harus ada komitmen pimpinan juga. Tapi kadang-kadang kalau itu alihnya ke industri dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi ya kami pikir ini kan tidak terhindarkan. Karena permasalahan kita juga pengangguran. Sehingga di sini banyak PMA yang tidak kurang dari 18 PMA. Artinya memang, daerah kota ini tidak terhindarkan untuk hal-hal semacam ini, tapi kompensasi kami adalah bagaimana melakukan usaha intensifikasi pertanian yang sungguh-sungguh. Artinya bahwa, yang kami harus jamin adalah bagaimana agar petani bisa melakukan intensifikasi. Satu adalah pengairan, Kedua, adalah bagaimana membina mereka untuk betul-betul bertani secara berkelompok. Ketiga, pendayagunaan teknologi.

Teknologi sering kali dianggap sebagai sesuatu yang mahal bagi petani. Bagaimana Anda mengatasi hal ini?
Oleh karenanya petani juga kami bantu. Kami punya program yang namanya BUMA (Bantuan Uang Muka Alsintan). Bentuk bantuannya yaitu 25 persen dari harga barang kami bantu. Tapi yang penting sekali, kalau kita menggunakan teknologi, menggunakan peralatan, harus didukung dengan pendanaan. Omong kosong kalau tidak, karena pertanian ini padat modal, maka harus ada dukungan yaitu pembiayaan. Oleh karenanya pemerintah kabupaten yang tadinya menyentuh UKM termasuk petani dengan model kredit program yang kadang-kadang macet di tengah jalan mulai kita geser menjadi subsidi bunga. Ini inovasi kami juga, bahkan mungkin di Jawa Tengah baru kami, karena beberapa waktu yang lalu dari provinsi juga studi banding ke sini.

Bagaimana aplikasi program subsidi bunga ini?
Saya mengalokasikan dana APBD untuk memberikan subsidi bunga kepada kegiatan usaha yang betul-betul strategis dan mempunyai prospek, terutama di sektor pertanian. Subsidi bunga ini bisa mencapai 50 persen. Jadi memang harus tetap bankable. Ada kriteria-kriteria yang harus dipenuhi. Kriteria ini kita bagikan kepada bank penyalur. Ada 27 lembaga keuangan yang menjadi penyalur program subsidi bunga. Di antaranya Bank BRI, Bank Jateng, Bank BPR, BMT, dan lain sebagainya. Jadi, misalkan seorang petani ingin mengambil kredit dengan bunga 18 persen di Bank Jateng, maka yang 9 persennya itu ditanggung oleh kami.

Dalam proses aplikasi pijaman ke bank petani sering kali terkendala dengan agunan yang ditetapkan oleh bank. Bagaimana anda menyikapi hal tersebut?
Ya memang di samping itu kami lihat kesulitan petani dalam peminjaman itu karena masalah agunan makanya kami buat program pensertifikatan dari UKM. Kita mensubsidi biaya pensertifikatan sebesar Rp500 ribu per bidang. Misalkan petani punya tanah yang masih girik, kemudian mau diagunkan ke bank untuk mendapat pinjaman dari bank, maka tanah tersebut kita sertifikati dengan subsidi per bidang Rp500 ribu. Paling mereka kenanya sekitar Rp600-700 ribu, nah yang Rp500 ribu kita bantu. Program ini diharapkan bisa mempermudah akses ke lembaga keuangan serta membuat mereka percaya diri untuk mengambil pinjaman karena sudah punya dasar hukum yang kuat.

Nampaknya banyak program baru yang inovatif yang belum pernah diterapkan di daerah lain. Apa yang melatarbelakanginya?
Inti dari otonomi sebetulnya adalah inovasi dan kreativitas. Karena kewenangan sudah di tangan dan potensi sudah ada di depan mata. Kewenangan dan potensi ini harus kita manage agar bisa memberikan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Caranya bagaimana? Caranya dengan trobosan dan inovasi, dengan spirit yang pertama adalah local wisdom (kearifan lokal) seperti kegotongroyongan, kebersamaan harus kita daya gunakan. Seperti PKP itu kan sebetulnya nilai-nilai kita. Yang kedua adalah semangat entrepreneur (kewirausahaan). Dan yang ketiga adalah semangat networking (jejaring kerja). Bahwa kita kalau maju tidak mungkin berjalan sendiri. Pemda ini tidak akan maju kalau apa-apa kita kerjakan sendiri. Kita harus bermitra dengan semua kalangan. Karena tidak mungkin untuk memakmurkan rakyat hanya dari pemda saja. Maka dinas-dinas yang mampu untuk berkerja sama dengan pihak luar itu saya acungi jempol.

Terakhir, menyikapi gejolak pangan yang saat ini melanda dunia, yang ditandai dengan menggilanya harga pangan di pasar dunia, adakah masukan Anda untuk lingkup nasional?
Saya pikir, dalam rangka kita menghadapi krisis pangan, di samping krisis energi yang juga sudah mulai nampak. Maka, mau tidak mau, kita harus lebih serius lagi kepada pembangunan dunia pertanian ini dengan suatu program-program yang tidak perlu populis tetapi yang betul-betul memberdayakan masyarakat. Di samping itu, optimisme harus kita bangun dan menatap masa depan yang lebih baik, khususnya dengan pembangunan pertanian yang lebih baik juga. Artinya jangan meninabobokan mereka (petani-red). Justru seharusnya bagaimana memberdayakan petani dengan keteladanan, dengan dorongan-dorongan dan sentuhan-sentuhan, maka saya pikir dunia pertanian kita akan lebih baik. AJI

Biodata
Nama Lengkap
Tempat Tanggal Lahir
Jabatan
Istri
Anak
:
:
:
:
:
:
Drs. H. Triyono Budi Sasongko, M.Si
Purbalingga, 4 Juni 1956
Bupati Purbalingga
R. lna Ratnawati
1. Dyah Hayuning Pratiwi (Jakarta, 11 April 1987)
2. Dyah Handayani Nastiti (Jakarta, 4 Oktober 1991)
3. Lintang Putra Perwira (Purbalingga, 5 Februari 2004)

Riwayat Pendidikan:
SD Kristen Purbalingga, tahun 1969
SMP Negeri 1 Purbalingga, tahun 1972
SMA Negeri Purbalingga, tahun 1975
Sarjana Muda/ Bakaloreat Fakultas Sosial Politik, Jurusan Administrasi Negara, Universitas Diponegoro, Semarang, 1978
Sarjana Muda/ Bakaloreat Fakulatas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Tahun 1980
Sarjana Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Diponegoro, tahun 1981
Magister Ilmu Pemerintahan, Universitas Satyagama, Jakarta, Tahun 2002

Riwayat Jabatan:
Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana pada Subdit Bina Pertumbuhan Wilayah, Direktorat Pembinaan Pengembangan Wilayah Ditjen Pembangunan Daerah DEPDAGRI, TMT 10 Desember 1987
Kepala Seksi Sosial Budaya pada Subdit Bina Pertumbuhan Wilayah, Direktorat Pembinaan Pengembangan Wilayah Ditjen Pembangunan Daerah DEPDAGRI, TMT 2 April 1993
Kepala Seksi Wilayah Perbatasan dan Kepulauan Terpencil Direktorat Pembinaan Pengembangan Wilayah Ditjen Pembangunan Daerah DEPDAGRI, TMT 7 Februari 1995
Kepala Sub Direkorat Bina Pengendalian Dampak Lingkungan pada Direktorat Pembinaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Ditjen Pembangunan Daerah DEPDAGRI, TMT 25 April 1996 (Kepmendagri No. 131.33-123, tanggal 17 Maret 2000)
Bupati Purbalingga Masa Bhakti 2000-2005, Masa Bhakti 2005-2010

Penghargaan yang Pernah Diterima :
1. Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karma Satya dari Presiden RI, Jakarta, 11 Mei 1999.
2. Certificate Disaster Management Under Umbrella, Realizing and Wishing of United Nations Organization and Asian Disaster Preparedness Centre, dari Asian Institute of Technology Bangkok, Jakarta, 9 Juli 1999.
3. Penghargaan Manggala Karya Kencana dari Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional/ BKKBN RI, Jakarta, 30 Agustus 2004.
4. Penghargaan Ksatria Bhakti Husada Arutala dari Menteri Kesehatan RI, Jakarta, 25 Nopember 2004.
5. Penghargaan Pemberantasan Buta Aksara dan Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dari Menteri Pendidikan Nasional Rl, Jakarta, Desember 2004.
6. Penghargaan Juara l Sebagai Kabupaten Pro Invertasi Tingkat Propinsi Jawa Tengah, dari Gubernur Jawa Tengah, Semarang, 6 September 2004.
7. Penghargaan MURI atas Perolehan Persentase Suara Terbanyak (84,65%) PILKADA se-lndonesia atas pasangan Bupati-Wakil Bupati Purbalingga Terpilih, Purbalingga, 2005.
8. Anugerah Prestasi Kepemudaan dari Menteri Pemuda dan Olah Raga RI, Jakarta. 2005.
9. Penghargaan Swasti Saba sebagai Kabupaten Sehat Kategori Wiwerda/ Pembinaan dari Presiden RI, Jakarta, 2005.
10. Penghargaan Anubawa Sasana Desa atas Pembinaan dan Pengembangan Desa Sadar Hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 5 April 2005.
11. Penghargaan Otonomy Award di Bidang Pelayanan Kesehatan, Pendidikan, dan Investasi dari Harian Umum Suara Merdeka, Semarang, 29 April 2006.
12. Penghargaan Otonomy Award di Bidang Pelayanan Kesehatan dan Invertasi dari Jawa Pos Institute Pro Otonomi/ JPIP, Semarang, 2006.
13. Penghargaan atas Prestasi Percepatan Pemberantasan Buta Aksara Tahun 2004 - 2006 dari Menteri Pendidikan Nasional Rl. Jakarta, 9 September 2006.
14. Penghargaan Piala Citra Bhakti Abdi Negara Bidang Pelayanan Publik dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI, Jakarta. 2006.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Halo, nama saya Nona. Dwiokta Septiani Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu, saya tegang finansial dan putus asa, saya scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Anita Charles pemberi pinjaman cepat, yang meminjamkan jumlah pinjaman tanpa jaminan dari 430 juta dalam waktu kurang dari 12 jam tanpa tekanan atau stres pada tingkat bunga rendah dari 2%. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah i diterapkan untuk, dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan. Jadi saya berjanji Ibu Anita saya akan berbagi kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda membutuhkan semacam pinjaman, hubungi Ibu Anita melalui email: anitacharlesqualityloanfirm@mail.com.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: septianidwiokta@gmail.com
Sekarang, semua saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran angsuran bulanan saya, yang saya kirim langsung ke rekening bank perusahaan.