Kamis, 08 Januari 2009

Nusantara

Pertanian Sebagai Penyangga Ekonomi Daerah

Kabupaten Purworejo

Dalam mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan yang layak, bermartabat, dan berkecukupan sandang, pangan dan papan, Purworejo memantapkan sektor pertanian sebagai penyangga utama perekonomian. Sejatinya, sentra beras di Jawa Tengah ini optimis menjadikan Purworejo sebagai lumbung padi nasional.

Kabupaten Purworejo memiliki sejarah yang cukup panjang. Hamparan wilayah yang subur di Jawa Tengah selatan antara Sungai Progo dan Cingcingguling sejak zaman dahulu kala merupakan kawasan yang dikenal sebagai wilayah yang masuk Kerajaan Galuh. Saat melintasi jalan raya di Purworejo dari arah kota terasa nyaman. Jalan lebar dan beraspal halus, ditambah hijaunya pepohonan di sepanjang jalan. Suasana adem ayem tampak menjadi aura kabupaten di perbatasan Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta ini. Alam tampak menyatu dengan kehidupan masyarakat sekitar. Tak heran jika pertanian masih menjadi penyumbang terbesar perekonomian daerah.

Purworejo memiliki luas wilayah 1.034.817,62 Km dan terbagi dalam 16 wilayah kecamatan, 494 desa dan kelurahan. Batas wilayah Purworejo di sebelah Timur berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kebumen. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Magelang. Dan sebelah selatan adalah Samudra Indonesia. Berdasarkan statistik tahun 2001, jumlah penduduk Kabupaten Purworejo sebanyak 767.381 orang yang terdiri dari 377.495 pria dan 389.869 wanita. Dan sebagian besar ekerja di bidang pertanian disusul bidang perdagangan, jasa dan industri.

Secara geografis, Purworejo terletak pada posisi 109° 47' 28"-110° 8' 2o" Bujur Timur dan 7° 12'-7° 54' Lintang Selatan. Sedangkan secara topografis Purworejo merupakan wilayah beriklim tropis dengan suhu antara 19 C-28 C, pada kelembapan udara antara 70%-90% dan curah tertinggi pada Desember.

Selain itu, Purworejo terkenal sebagai salah satu penghasil utama berbagai komoditas pertanian di Jawa Tengah dari mulai durian, jeruk, manggis, salak hingga empon-empon. Bahkan, produksi empon-emponnya memasok mayoritas kebutuhan industri jamu di Jawa Tengah, seperti produksi temulawak, kencur, kunyit, dan jahe pada 2005 mencapai angka 1. 901,77 ton. Selain itu, hasil pembiakan kambing ettawa yang disilangkan dengan kambing lokal pun diminati pasar. Jenis kambing yang dikenal dengan sebutan peranakan ettawa (PE) ini setiap tahun dipasarkan hingga ke luar rata-rata 51.654 ekor per tahun.

Dengan segala potensi pertanian yang dimiliki, perekonomian Purworejo telah terdorong ke tersier sebagai penggerak utamanya, setidaknya selama tahun 1993-2005. Selama periode itu, sektor tersier yang terdiri atas subsektor perdangangan, hotel, dan restoran, subsektor pengakutan dan komunikasi, subsektor keuangan, serta subsektor jasa-jasa, menyumbangkan rata-rata 46,74 persen per tahun bagi ekonomi daerah. Di sisi lain, subsektor pertanian dan pertambangan (sektor primer) menghasilkan 38,16 persen. Perdagangan berkembang untuk mendukung produksi subsektor pertanian. Tahun 2005, subsektor perdangangan besar dan eceran menghasilkan Rp 451,88 miliar.

Pertanian tanaman pangan merupakan penyangga utama perekonomian Kabupaten Purworejo. Berdasarkan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2004 bidang pertanian Tanaman Pangan mempunyai peranan 34,75 persen, meningkat bila dibandingkan tahun 1999 yang hanya mencapai 24,75 persen. Ya, pertanian tanaman pangan diarahkan pada upaya ketahanan pangan dalam peningkatan kesejahteraan pertanian, SDM, pemberdayaan kelembagaa, produktifitas lahan, diversifikasi pangan dan gizi, pengembangan agrobisnis, serta agro indutri tanaman pangan.

Sebagai kabupaten dengan sumberdaya agraria, komoditas pertanian menjadi kunci perekonomian Purworejo. Dengan komunitas penduduk yang relatif homogen baik secara etnik maupun profesi membuat kehidupan masyarakat sudah terpola sedemikian rupa dan cenderung turun menurun. Hal ini juga berlaku dalam sistem pertanian dan sisi kehidupan lain seperti niaga, home industri dan lainnya.

Komoditas utama pertanian adalah padi yang dapat tumbuh di semua lahan basah ataupun kering. Areal persawahan yang luas dapat dijumpai misalnya di Kecamatan Ngompol, Grabag, dan beberapa kecamatan lain. Namun begitu palawija juga dapat dijadikan primadona terutama di daerah yang mengandalkan pengairan sistem tadah hujan. Padi ditanam saat musim hujan dan palawija saat musim kemarau.

Bahkan menurut Dri Sumarno, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Purworejo, pada tahun 2007 produksi beras mencapai 292.466 ton. Sedangkan kebutuhan di dalam daerah hanya 71.907. Angka tersebut menunjukkan surplus produksi sebesar 112.930 ton.

KOMODITAS HORTIKULTURA: Purworejo memiliki komoditas pertanian tanaman hortikultura yaitu diantaranya alpukat, belimbing, duku, durian, jambu biji, jambu air, siem, jeruk besar, mangga, manggis, nangka/cempedak, nenas, pepaya, pisang, rambutan, salak, sawo, sukun, melinjo, dan petai. Komoditas pertanian tanaman hortikultura yang memiliki luas panen paling besar yaitu rambutan engan luas panen 529.206 pohon, diikuti siem/keprok dan mangga pada urutan kedua yaitu sebesar 135.755 pohon, dan pada urutan ketiga yaitu salak dengan luas panen 57.003 pohon. Sedangkan untuk tanaman sayuran, Purworejo memiliki 12 komoditas antara lain bawang merah, kacang panjang, cabe besar, cabe kecil, tomat, terung, buncis, mentimun, labu siam, kangkung, bayam, dan semangka.

Sedangkan untuk komoditi tanaman pangan, Purworejo memiliki komoditas pertanian tanaman pangan yaitu antara lain padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar. Komoditi pertanian tanaman pangan yang memiliki luas panen paling besar yaitu komoditas padi sawah dengan luas panen 46.999 ha, diikuti oleh ubi kayu pada urutan kedua dengan luas panen sebesar 7.305 ha dan komoditi kedelai dengan luas panen 2.142 ha. Sedangkan, dari sisi produksi komoditas padi sawah memegang peranan pertama dengan jumlah produksi 256.969 ton. Kedua, ubi kayu dengan jumlah produksi sebesar 122.242 ton, dan terakhir komoditi jagung pada jumlah produksi 6.912 ton.

BUDIDAYA ETTAWA: Peternakan mempunyai peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi khususnya protein hewani. Kegiatan bidang peternakan diarahkan pada upaya peningkatan populasi produksi dan makan ternak, ketrampilan peternak, dan penggunaan tekonologi, pengembangan usaha dan peningkatan sapi potong di wilayah Pantai Selatan dan bimbingan, pemanfaatan pemeliharaan sarana dan prasarana serta kesehatan hewan dan lingkungan. Perkembangan populasi dan produksi ternak menujukkan peningkatan yang cukup signifikan seperti ternak sapi, kambing PE, domba, ayam, dan itik. Bahkan, populasi ternak itu jadi potensi andalan Purworejo.

Untuk bisa memajukan Purworejo sekaligus meningkatkan taraf hidup petani yang layak, Bupati Purworejo, Kelik Sumrahadi mengatakan akan memberdayakan potensi petani. “Kita kembalikan lagi kepada petani untuk mengurus apa yang menjadi kebutuhannya. Prinsipnya dari petani, oleh petani, dan untuk petani,” tegasnya. Dengan demikian, cita-cita Purworejo untuk memakmurkan raykatnya diharapkan segera terwujud. PIT

Wawancara Bupati Purworejo H. Kelik Sumrahadi, S.Sos, MM

“Jadikan Purworejo Sebagai Lumbung Pangan”


Harapan dan cita-cita sebagai pemimpin ingin menjadikan Purworejo sebagai kabupaten yang makmur dan mandiri. Lewat kebijakan dan program yang di cetuskan H. Kelik Sumrahadi, S.Sos, MM, ada visi yang diemban yaitu kesejahteraan dan motivasi rakyatnya agar berani bersaing di segala sektor kehidupan. Baginya, tidak ada sesuatu yang dipetik secara instan, tapi semuanya mesti lewat proses panjang. Citra kesederhanaan yang melekat pada Purworejo nampaknya sesuai pula dengan sifat kesederhanannya.

Hanya satu yang ingin diwujudkan Kelik dalam memimpin Purworejo, yakni mewujudkan masyarakat yang adem, ayem, dan tenteram. Tidak hanya itu, untuk kedepan Kelik berharap jika Purworejo bisa ditetapkan sebagai lumbung padi nasional. Di sektor pertanian, Purworejo sejak dulu dikenal sebagai lumbung “emas hijau” di Jawa Tengah. Tidak heran, jika Lulusan S1 di ISIPOL, Universitas Tidar Magelang, dan Magister Manajemen STIE Mitra Indonesia, Yogyakarta, ini amat gencar menggenjot potensi daerahnya khususnya di sektor pertanian, baik itu tanaman pangan dan holtikultura.

Lantas apa bentuk pembangunan bidang pertanian yang ingin ditargetkannya? Dan apa harapannya terhadap kemajuan Purworejo kelak? Berikut wawancara eksklusif Safitri Agustina dari majalah PADI saat ditemui di rumah dinasnya di Jalan Setia Budi, Purworejo, Jawa Tengah:

Bisa dijelaskan bagaimana kondisi Purworejo saat Anda menjabat?
Ya, sosialisasi masyarakat di sini bisa dibilang tipe ayeman atau mudah puas. Kalau ditanya bagaimana kondisi Purworejo di awal saya menjabat, ya begitu-gitu aja. Ini sudah turun-temurun dari pemerintahan sebelumnya, tidak ada sesuatu yang dianggap luar biasa. Masyarakat di sini 70 % bermata pencaharian sebagai petani, sisanya bekerja di sektor lain seperti buruh, PNS, dan usaha. Dari dulu, Purworejo terkenal karena potensi pertaniannya baik itu tanaman pangan dan holtikultura. Bahkan, Purworejo juga memiliki potensi andalan seperti kambing Ettawa dan beberapa komoditi lain. Nah, pada kepemimpinan saya saat ini, saya berusaha untuk meneruskan dan meningkatkan.

Bagaimana dengan kondisi pertaniannya?
Kita masih mengandalkan pertanian tradisional yang dipakai sejak nenek moyang terdahulu. Bahkan bisa dibilang metode yang digunakan petani di sini juga masih tradisional. Ya, penggunaan pupuk non organiklah yang menjadi perubahan besar seperti pola tanam sampai waktu panennya. Cara ini sudah turun-temurun dipakai sampai sekarang, bahkan pendahulu saya. Bisa dikatakan pertanian ini bentuk nyata sebagai soko gurunya perekonomian. Bagi saya, sejatinya karena tanah ini ajeg, hampir sebagian lahan berkurang dimanfaatkan buat bangunan. Pada intinya saya mengajak petani agar lebih greget dalam meningkatkan pertanian.

Apa saja kebijakan Anda terkait dengan sektor pertanian?
Ya, pertanian salah satu sektor yang kita perioritaskan di luar sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Untuk sektor pertanian kita mengupayakan prioritas pada kegiatan pertanian, seperti penyediaan bibit, pupuk, pengairan, sampai masalah penyesuaian harga gabah. Kita ingin memberdayakan potensi petani. Kita kembalikan lagi kepada petani untuk mengurus apa yang menjadi kebutuhannnya. Prinsipnya dari petani, oleh petani, dan untuk petani. Pokoknya semua kita kembalikan ke tangan petani. Mereka bukan semata-mata sebagai objek yang dirugikan, tapi mereka juga berhak ambil keputusan. Terlebih, pertanian itu bisa terwujud dari tangan-tangan petani. Dan saya pun berusaha mengajak petani untuk berpikir secara luas. Selain itu, saya juga mengajak petani untuk berpikir bersama-sama soal kesulitan mereka dan memecahkan persoalan secara bersama.

Bagaimana dengan pengadaan pupuk yang kerap kali dianggap sebagai masalah terbesar bagi petani?
Penggunaan pupuk non organik memang menjadi masalah besar, apalagi biaya yang dikeluarkan petani untuk pembelian pupuk sangat mahal. Kelangkaan pupuk di pasar sering kali jadi masalah. Nah, untuk itu saya sedang mengupayakan penggunaan pupuk organik kepada petani. Dan saya lihat padi yang ditanam menggunakan pupuk 100 kg sama dengan 150 kg jumlah produksinya sama. Dulu, nenek moyang kita selalu menggunakan pupuk dari sisa-sisa kotoran hewan. Dan hasilnya sangat memuaskan, di sisi lain tanah yang ada tidak rusak akibat pemakaian pupuk non organik.

Apa ada niatan untuk mendirikan pabrik pupuk organik sendiri?
Saya tidak ingin memutuskan mata rantai. Saya ingin petani sendiri yang berpikir untuk itu. Kalau kita yang bikin, pastinya petani akan beli dari kita. Saya tidak ingin seperti itu, tapi justru saya ingin mengajak petani untuk mengelola pupuk organik sendiri. Kalau mereka bisa membuat pupuk sendiri kenapa mesti beli, iya tidak?

Terkait upaya peningkatan ketahanan pangan. Apa kebijakan Anda untuk program ini?
Pemkab bersama Kodim 0708 Purworejo melakukan gerakan tanam jagung dan kedelai. Meskipun hanya jagung dan kedelai, namun kedua jenis ini termasuk komoditas andalan di Purworejo. Bahkan kondisi terakhir harga kedelai melambung dan sempat jadi perdebatan di tingkat atas. Diharapkan masyarakat mulai tergugah dan ikut menanam komoditas ini, terutama memanfaatkan lahan kurang produktif.

Menurut Anda, bagaimana prospek pertanian di kabupaten ini?
Bisa dibilang pertanian masih menjadi penyangga perekonomian di daerahnya ini. Hampir sekitar 70% masyarakatnya menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Jadi, pertanian punya andil dan prospek yang besar bagi Purworejo untuk ke depan.

Kira-kira apa masalah krusial yang Anda hadapi untuk pertanian?
Sekarang aturan-aturan pusat kadang dalam pelaksanaannya di daerah sangat menyusahkan. Sebagai contoh pengadaan bibit beberapa waktu lalu. Menteri Pertanian berharap kita harus mengadakan, padahal dengan jumlah yang tidak sedikit sekitar Rp3,6 miliar. Buat saya ini sangat menyimpang, bisa dibilang itu proyek pusat untuk pengadaan bantuan benih. Dan diharapkan bupati menunjuk, tapi saya tidak berani.

Soal gagal panen Supertoy kemarin yang sempat jadi perdebatan di kalangan nasional. Bagaimana Anda menyikapinya?
Buat saya, kasus Supertoy tidak bisa dikatakan gagal dan tidak bisa pula dikatakan berhasil. Di sini kan baru uji coba, apapun hasilnya untuk dilaporan ke Mentan untuk dimintai sertifikat. Ya, kalau dalam kenyataannya hasil uji coba itu tidak melampau target masih perlu mempelajari lagi. Terlebih baru uji coba kelayakan, ya seperti yang saya katakan jika kasus tersebut tidak bisa dikatakan gagal ataupun berhasil.

Pastinya kasus tersebut menyeret nama Purworejo dan Anda sebagai bupati yang punya kewenangan?
Pemkab Purworejo tidak pernah ikut campur dalam kesepakatan antara PT Sarana Harapan Indopangan (SHI) dan petani. Kami hanya membantu mengawasi jalannya proyek penanaman percontohan Supertoy HL-2 di lahan masyarakat. Dan dalam pengawasan tersebut melibatkan dinas pengairan dan peternakan.

Ke depan, apakah Purworejo akan terbuka jika ada penawaran demplot baru?
Pastinya. Kita akan terbuka untuk berbagai uji coba kok. Jangan hanya kasus Supertoy ini lantas kita menutup diri dari setiap uji coba bibit baru.

Apa harapan Anda untuk Purworejo ke depannya?
Paling utama kesejahteraan rakyat. Rakyat tidak ada yang lapar dan miskin. Saya ingin Purworejo menjadi lumbung pangan. Terlebih potensi daerah yang sangat mendukung, tinggal bagaimana kita mengoptimalkan potensi tersebut. Pastinya saya ingin membawa Purworejo sebagai kota mandiri, berani bersaing, dan sejahtera.







Tidak ada komentar: