Kamis, 08 Januari 2009

Profil

Usaha Penggilingan Pembawa Berkah

H. Rimin

Menggeluti bisnis penggilingan padi bukanlah sesuatu yang baru buat H. Rimin. Ya, berkat keuletan dan kerja kerasnya dia mampu menunjukkan diri sebagai anak betawi yang sukses.

Sebutan anak betawi ketinggalan zaman tidak berlaku buat pria satu ini. Sosoknya yang ceplas ceplos, lugu, dan doyan bersenda guraulah yang membuat H. Rimin banyak dikenal orang. Bahkan, keramahtamahan pula yang mengantarkannya menjadi pengusaha penggilingan padi yang sukses. Walau saat ini, aktivitas produksi penggilingannya sedang mandek, pria kelahiran 3 September 1944 tetap berbesar hati dan optimis. “Gara-gara nggak ada bantuan dari LUEP (Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan, Red.) terpaksa dah, usaha saya mandeg,” ujarnya dengan logat Betawi kental.

Kendati demikian, Rimin tidak pernah menyesal dengan apa yang sudah terjadi. Walau tidak mendapatkan kucuran dana bantuan, Rimin tetap mempertahankan usahanya. “Saya merasa banyak memperoleh keuntungan dari usaha ini. Biar kata cuma dikit, tapi enggak pernah ‘mati’. Seliter-dua liter sih ada aja, lumayan buat makan,” ujarnya sedikit bergurau.

Untuk mengembalikan kondisi awal, Rimin saat ini tengah sibuk mengumpulkan modal usahanya. Bahkan, dia tidak segan-segan untuk memulai dari nol sebagai petani timun. “Hasil panen nanti bakal saya kumpulkan buat modal usaha lagi. Yang penting penggilingan saya bisa jalan lagi, sayang kalau enggak dijalanin,” kata pria yang sempat jadi penilik sekolah ini miris.

Usaha penggilingan padi miliknya dirintis sejak tahun 1970. Walau hanya bermodalkan alat sederhana, Rimin yang juga seorang guru di daerah Bekasi, Jawa Barat, ini mengaku optimis dengan bisnisnya. Modal awal hanya Rp 2.800, uang tersebut dia belikan 2 unit mesin sederhana seharga Rp 1.200 dan sepetak lahan berukuran 5 X 10 meter persegi. “Kalau cuma ngandelin gaji bulanan, guru bisa pusing sendiri, makanya saya nekad bikin usaha ini. Dan alhamdulillah, rejeki ada aja. Anak-anak saya bisa kuliah, bisa ngumpulin dikit-dikit buat tabungan hari tua,” katanya buka bocoran.

Tidak heran jika ayah dari empat anak ini sangat telaten menekuni bisnisnya. Walau omset yang didapat tidak terlalu besar, Rimin mengaku amat serius terhadap usaha perberasannya ini. Menurutnya, usaha jual beli beras amat menguntungkan ketimbang bisnis lainnya. Dalam menjalankan usahanya ini, Rimin dibantu sang istri, yang dipercaya untuk mengelola keuangan. Usaha keluarga ini mampu bertahan dan menghidupkan Rimin dan keluarganya.

Buat Rimin, kepercayaan pelanggan adalah modal utama. Bahkan, melalui pemasaran yang sederhana dari toko ke toko, Rimin mampu membuka jaringan. Dalam satu bulan, Rimin mampu memproduksi beras sekitar 160 ton. Itupun, hanya 25 hari kerja. Sebab, kondisi perekonomian yang tidak stabil inilah yang membuat Rimin mesti pintar putar otak. Ya, bukan saja roda produksinya yang dia pikirkan, tapi juga masalah lain seperti bahan bakar, harga gabah yang kadang melonjak, sampai masalah musim hujan.

Berbagai cara dia tempuh untuk mempromosikan dan menarik minat pelanggan agar mau menggilingkan padi di penggilingannya. Sebagai bonus, terkadang dia memberikan cuma-cuma sisa penggilingan seperti dedak halus maupun kasarnya. Justru langkah ini disambut baik oleh pelanggannya.

PENDIDIKAN: Untuk menjaga kemitraan dengan petani, Rimin seringkali berbagi soal pertanian kepada sebagaian petani di sekitar rumahnya. Bahkan, dia tidak segan-segan memberikan ilmunya soal pertanian kepada mereka yang membutuhkan terutama kepada mereka yang awam soal pertanian. Tidak heran jika PERPADI mempercayakannya sebagai Ketua DPC PERPADI Bekasi. “Alhamdulillah, buat saya ini amanat yang harus saya jalankan. Saya pun tidak merasa terbebani, justru organisasi ini memberikan banyak saya keuntungan,” pungkasnya.

Tak pelak, usaha penggilingan ini membawa keberkahan tersendiri buat Rimin. Sejatinya, Rimin berhasil menyekolahkan keempat anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, bisa menunaikan haji, dan memiliki perkebunan seluas 1 ha. Karena pada awalnya Rimin berkarier di bidang pendidikan, sebagai apresiasi dia di bidang pendidikan Rimin juga mendirikan yasayan pendidikan untuk TK, SD, dan SMP yang dia beri nama Yayasan Harapan Bangsa. Yayasan ini sengaja dia dirikan persis di samping rumahnya. Untuk pengelolaannya sendiri Rimin mempercayakannya kepada anak-anaknya.

Ide membuat yayasan ini muncul karena Rimin melihat minimnya sarana pendidikan di daerah tempat tinggalnya, apalagi banyak lahan yang dijadikan proyek perumahan. Rasa kuatir soal pendidikan yang makin terbelakang inilah yang membuat Rimin makin terpacu untuk mendirikan sebuah yayasan sekolah. Yayasan ini dibangun secara bertahap, dan kesemunya itu dihasilkan dari keuntungan usaha penggilingan yang dia miliki.

“Alhamdulillah saya bisa memetik hasil apa yang udah saya tanam. Biar sedikit tapi saya sangat bersyukur,” ucap Rimin bernada haru. Ke depan, Rimin berharap usaha ini bisa diturunkan kepada anak cucunya. Hitung-hitung sebagai warisan buat anak cucu kelak. “Sampai kapan pun saya enggak pernah ngizinin usaha ini ditutup, terlebih pada anak cucu. Makanya saya pengen ada yang nerusuin, kalo saya ntar sudah nggak ada atau enggak mampu lagi,” imbuhnya. Betul. PIT






Tidak ada komentar: