Kamis, 08 Januari 2009

Sosok

Soetrisno Bachir
Pembawa Pesan Kedaulatan Pangan

Ada yang berbeda kalau melihat aura maupun performa Partai Amanat Nasional (PAN) belakangan ini. Gerakan politiknya terlihat lebih membuka diri dan diterima di semua lapisan masyarakat. Kalau sebelumnya hanya dikenal di kalangan masyarakat perkotaan, partai berlambang matahari ini kini juga mulai akrab dengan warga di desa-desa di penjuru nusantara. Jika selama ini hanya dikenal di kalangan berdasi dan bersepatu, kini masyarakat bersandal jepit pun mulai menaruh perhatian pada partai ini.

Inklusif dan merakyat. Begitulah gambaran singkatnya. Perubahan ini terasakan makin kencang tatkala PAN dipimpin oleh Soetrisno Bachir. Sosok pengusaha yang menggantikan Ketua Umum DPP PAN sebelumnya, M. Amien Rais, ini memang mengemban tekad yang besar untuk menjadikan PAN sebagai organisasi politik terdepan dalam melakukan advokasi maupun pembelaan terhadap rakyat banyak.

Seperti itukah gambaran yang diinginkan SB, inisial Soetrisno Bachir, tentang PAN masa depan? Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, 10 April 1957, ini merendah. “Sebetulnya saya hanya meneruskan kepemimpinan lama. Saya meneruskan program partai dan membawa perubahan yang lebih baik,” katanya. Perubahan, lanjutnya, adalah sebuah keniscayaan.

“PAN klaksonnya adalah menjalankan hukum alam, perubahan yang lebih baik, modern, serta demokratis,” tutur SB. PAN, lanjutnya, adalah rumah besar yang akan menampung seluruh warga negara Indonesia untuk senantiasa memperjuangkan demokrasi, kedaulatan, martabat, dan kesejahteraan bangsa.

Pendiri Grup Sabira ini memang terbilang masih hijau dalam dunia politik. Namun bila profesionalitas memang diperlukan untuk mengembangkan PAN menjadi partai berpengaruh, ia menyatakan siap menjalankan amanah itu dengan seluruh kemampuan dan daya yang dimilikinya. Ia pun menjanjikan akan berusaha meraih 100 kursi DPR untuk Pemilu 2009, dan memenangi 10 persen pemilihan kepala daerah. “Pilihlah saya bukan karena dekat dengan Amien Rais, tapi karena saya ingin meneruskan perjuangannya,” ujarnya, dalam sebuah kesempatan.

Sutrisno lalu menerjemahkan keinginannya membesarkan dan memodernkan PAN pada empat pokok garis perjuangan. Yakni, partai dan pemenangan pemilu, pengaderan yang andal, partai yang dicintai rakyat, serta membangun organisasi PAN yang modern. Garis perjuangan itu dia operasionalisasikan lagi ke dalam sejumlah program.

Program-program itu antara lain, penataan sistem kerja partai, pengembangan sistem informasi kepartaian, pelatihan-pelatihan kader dan pengurus, pengembangan kapasitas DPP, DPC, DPD sebagai ujung tombak partai, serta membangun dan mengukuhkan citra sebagai (satu-satunya) partai modern di Indonesia.

Program maupun target yang diusung partai yang diklaim lahir dari rahim reformasi ini memang boleh berubah seiring pergantian kepemimpinan PAN. Namun, satu hal yang senantiasa gigih diperjuangkan semenjak pembentukannya, PAN memiliki komitmen yang tinggi untuk memperjuangkan kemandirian maupun kedaulatan bangsa, di semua lini kehidupan. Bangsa yang bermartabat dan disegani di kancah pergaulan dunia adalah misi PAN.

Demikian pula dalam hal kemandirian pangan dan pertanian. Dalam pikiran SB, pangan dan pertanian bukan lagi sekadar komoditas, tapi juga bersinggungan dengan ketahanan bangsa. “Untuk membangun kemandirian, kita harus berani menolak barang-barang impor, walaupun ditekan oleh dunia luar. Kalau apa-apa mesti impor, kita semakin jauh dari hal-hal yang membanggakan sebagai bangsa,” ujar Soetrisno, saat ditemui Qusyaini Hasan dan Safitri Agustina dari Majalah PADI, di rumah pribadinya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Berikut wawancara lengkapnya:

Berbicara soal pertanian, pemikiran apa yang berkembang dalam PAN?
Kami memiliki sayap Solusi Bangsa Center. Ada beberapa sektor yang harus diselesaikan tahun 2009, salah satunya sektor pertanian dan pangan. Kami bikin diskusi yang berkaitan dengan sektor pertanian dan pangan. Yang menjadi pembicara adalah orang-orang yang berkompeten di bidang pertanian dan pangan. Lalu bertemu Menteri Pertanian, beberapa ahli pertanian dari IPB, juga para pelaku bisnis, ternyata masalah kebijakan atau visi pangan pertanian kita tidak saling nyambung, antara demokrasi, akademisi, dan birokrat

Apa catatan-catatan yang dihasilkan lembaga ini?
Kita adalah negara yang subur, seperti lagu Koes Plus “tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” Tapi kita mengimpor banyak hal, bahkan dari negara yang tidak beda jauh dari negara kita, baik itu alamnya atau kulturnya, yaitu Thailand. Kita mengimpor, padi, kedelai, jagung, buah-buahan, bawang putih, hingga gula. Kalau kita lihat di hotel-hotel, bukan buah-buahan produksi dari dalam negeri yang ditonjolkan, tapi semua dari luar.

Ada kaitannya dengan persoalan sumberdaya manusia?
Contoh yang gampang, saya tanya Rektor IPB (Institut Pertanian Bogor, Red.), Anda punya doktor IPB berapa orang? Dia jawab, 800 orang. Tapi dari semua itu ada yang banyak jadi wartawan, administratur, atau politisi. Jadi, problem yang dimiliki negara kita adalah tidak adanya visi bersama di antara elemen bangsa, khususnya akademsi, birokrasi, dan pengusaha. Akademisi bisa menghasilkan penelitian yang bagus, harus ditindak lanjuti oleh pemerintah dan pengusaha.

Kenapa beras Jepang terbaik di dunia? Dulu Jepang mengimpor terus dan petani jadi menderita. Akhirnya kaisar mengatakan, “Wahai rakyatku, marilah kita makan beras sendiri.” Itu semua dari mulai akademisi, birokrasi, dan pengusaha meningkatkan produksi beras baik jumlah maupun kualitas. Walaupun beras mereka lebih mahal ketimbang beras Amerika atau Thailand, rakyatnya enggak mau beli, mereka rela untuk mengomsumsi beras sendiri.

Anda ingin mengatakan, kita tidak punya visi bersama dalam membangun pertanian?
Bangsa Indonesia tidak punya visi bersama membangun pertanian dan pangan. Padahal visi ini adalah salah satu solusi agar pertanian dan pangan kita bisa mandiri dan sejahtera. Jadi, harus ada kebijakan yang komprehensif di bidang pangan dan pertanian ini. Dan jangan sampai kita bisa mandiri dan swasembada, tapi petaninya miskin. Enggak ada gunanya. Sekarang adalah bagaimana kita ini swasembada dan petani kaya. Harus ada kebijakan pemerintah yang mengatur soal ini. Misalnya hasil pertanian diekspor supaya harganya lebih mahal. Kalau perlu, pemerintah membeli gabah petani dengan harga yang menguntungkan.

Anda pernah mengatakan, arah pembangunan ekonomi pemerintah SBY-JK saat ini tidak fokus pada sektor pertanian dan pedesaan.
Padahal jumlah rakyat miskin berada paling banyak di pedesaan. Sensus BPS 2006, jumlah warga miskin di pedesaan sebesar 27.8 juta jiwa dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian/perkebunan/perikanan/buruh. Ketidakfokusan ini berasal dari paradigma yang tidak menempatkan rakyat miskin, seperti buruh, petani, nelayan, pekebun sebagai sasaran utama kebijakan pembangunan ekonomi. Dengan tidak fokusnya arah pembangunan ekonomi tersebut, rakyat miskin ini tidak dapat ikut secara maksimal dalam pembangunan ekonominya.
Bukankah pemerintah telah menetapkan revitalisasi pertanian sebagai bagian dari strategi membangun pertanian?
Tapi, konsepnya tidak jelas dan implementasinya tidak intensif dan efektif karena minimnya koordinasi antar lintas sektor yang sampai ke daerah. Saat bersamaan, pemerintah juga tidak menghasilkan pola tata niaga perekonomian sehingga kurang memberikan peran yang maksimal pada Koperasi dan BUMN. Dalam beberapa tahun, terbuktikan bahwa kinerja pertumbuhan pertanian tercatat negatif sehingga menjadi bukti bahwa program revitalisasi pertanian tidak maksimal. Akibatnya, daya beli masyarakat miskin petani di pedesaan menjadi sangat rendah.

Anda pernah mencetuskan gagasan ekonomi desa yang mandiri sebagai solusi dalam mengatasi masalah pangan. Bisa dijelaskan?
Untuk negeri seluas Indonesia, sangatlah riskan jika masalah pangan masih bergantung dari impor. Makanya, ekonomi desa harus digerakkan sehingga masyarakat mandiri bidang pangan. Pertama, kita mendirikan yang namanya gerakan masyarakat ekonomi desa, mereka terdiri dari kepala desa. Ekonomi desa harus dituntaskan melalui mereka sendiri. Selama ini banyak kepala desa yang mengeluh karena program pusat banyak yang tidak sampai ke desa. Sehingga upaya yang kita lakukan bagaimana menggerakkan mereka agar masyarakat desa bisa mandiri di bidang ekonomi.

PAN selama ini memiliki komitmen yang kuat dengan persoalan kedaulatan atau kemandirian. Terkait dengan kedaulatan di bidang pangan, apa solusi yang ditawarkan?
Untuk negara yang besar seperti Indonesia, kedaulatan pangan itu harus. Beda dengan kedaulaan pangan untuk negara kecil seperti Singapura tidak perlu. Dia mengimpor tidak apa-apa karena negaranya enggak cukup untuk itu. Tapi, kita punya negara yang luas dan rakyat yang banyak. Tidak sekadar mengharapkan impor yang murah, tapi ini perlu kedaulatan bangsa di bidang pangan. Karena rakyat kita yang banyak, konsumsi lebih banyak, kita enggak boleh tergantung dengan negara lain.

Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa pangan dan pertanian bukan sekadar komoditas, tapi lebih pada sektor ketahanan bangsa. Bukan sekadar komoditas yang dijualbelikan tapi harus diatur di dalam satu aturan yang mengutamakan kepentingan ketahanan bangsa. Itu bukan pangan saja, tapi juga energi. Untuk membangun kemandirian, kita harus berani menolak barang-barang impor, walaupun ditekan oleh dunia luar.

Apa mungkin efek ketergantungan ini berlanjut di masa mendatang?
Kalau ini terjadi, kita bukan sebagai negara yag kita harapkan mandiri dan bermartabat. Kita semakin jauh dari hal-hal yang menbanggakan bagi seorang bangsa. Kita punya daya saing kuat, bekerja keras, ulet, tahan banting, merasa bangga menggunakan produk dalam negeri karena kita amat mudah mendapat dari mana-mana. Kita sebagai sebuah bangsa memang tidak bisa lepas dari globalisasi, tapi globalisasi bukan berarti kita sebagai korban dari globalisasi itu.

Kita harus mendapat manfaat. Misalnya kita punya tanah subur, mestinya kebijakan pemerintah harus menahan semaksimal mungkin dorongan impor barang-barang dari luar negeri dengan segala cara. Katakanlah, kalau kita melanggar ketentuan WTO (World Trade Center, Red.) kita bisa lakukan berhasil, ya kita lakukan. Negera seliberal apapun, mereka melindungi petaninya. Kita ini negara Pancasilais tapi lebih liberal dari Amerika, Jepang ataupun Eropa sehingga petani terpuruk, masyarakat di bawah menderita. Industri dalam negeri terpuruk karena bnayak serbuan barang impor dari luar negeri.


***

Sepanjang tahun 1976 hingga 1980, Soetrisno aktif menggeluti usaha batik. Lalu, ia bersama kakaknya, Kamaluddin Bachir sejak 1981 mulai mengibarkan bendera bisnis Grup Ika Muda, kini menaungi tak kurang 14 badan usaha perseroan terbatas. Grup itu bergerak di bidang budidaya udang, properti (real estate), ekspor-impor, rotan, peternakan, dan media massa. Soetrisno kemudian mengembangkan bisnis sendiri melalui Grup Sabira, induk bagi 10 perusahaan yang bergerak di bidang keuangan atau investasi, perdagangan, konstruksi, properti, ekspor impor, pelabuhan, dan agrobisnis.

Citra sebagai pedagang, profesional, sekaligus aktivis selalu melekat dalam dirinya. Ia banyak menyumbangkan materi hasil berdagang ke berbagai organisasi sosial keagamaan. Ia memberikan banyak dukungan ketika Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) lahir. Demikian pula di lingkungan HMI, Muhammadiyah, serta PII dalam 25 tahun terakhir sangat mengenal Soetrisno sebagai penyumbang yang dermawan.

Kendati dikenal sebagai pengusaha sukses, Soetrisno memiliki perhatian dan kepedulian yang kuat terhadap kemajuan pangan dan pertanian di Tanah Air. Tanpa sungkan, ia bahkan turun ke sawah dan bergabung dengan petani, baik musim tanam maupun panen raya. Salah satunya saat melakukan panen raya padi varietas unggul MIRA-1 bersama petani di Desa Bojong, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, beberapa waktu silam.

Kepada para kadernya, Soetrisno berpesan agar berbagai kegiatan partai yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat luas harus terus ditingkatkan. "Kegiatan panen raya ini tentu bukan merupakan klimaks dari upaya para kader PAN dalam mendarmabaktikan dirinya di tengah petani," katanya. Panen raya padi, menurut dia, seharusnya diikuti oleh aktivitas lain, baik dalam intensifikasi dan diversifikasi hasil pertanian serta pengolahan maupun pemasaran hasil.
***

Apa wacana advokasi atau pembelaan petani yang selama ini terus bergulir di PAN?
PAN sangat berbeda dengan partai-partai lain yang lebih seremonial atau kosmetis di dalam menyampaikan pembelaan pada masyarakat petani. Melalui Solusi Bangsa Center ini PAN akan memberikan solusi pada bangsa dan negara ini bagaimana masalah pertanian dan pangan menjadi satu sektor yang sangat penting dan strategis. Bukan sebuah komoditi semata, tapi lebih menjadikan sektor ketahanan bangsa. Untuk itu semua sektor yang terlibat harus memberikan added value atau kesejahteraan pada bangsa kita.

Waktu saya jalan ke Austria, para petaninya kaya-kaya. Kalau di sini petani buruh sudah dimiliki orang-orang Jakarta. Tidak ada pembagian yang baik. Misalnya tanah yang diberi enggak boleh dijual, karena pertanian ada skalanya. Mesti ada policy bagaimana lahan pertanian di Indonesia harus aman. Kalaupun akan berkurang, ada teknologi baru lagi yang menghasilkan. Kalau dulu 1 hektar bisa mencapai 4 ton, sekarang bisa 10 ton. Mungkin tanah bisa dikecilkan dan bisa digunakan untuk industri lain. Industri yang ada jangan yang merusak, enggak cocok buat real estate, buatlah industru yang ramah terhadap lingkungan.

Padi sempat jadi komoditas politik. PAN sepertinya tidak tertarik.
Mungkin ini pilihan seorang anak manusia yang meyakini hidup di dunia in hanya sementara. Kita dalam berpolitik tidak mau membohongi masyarakat. Misalnya masalah pertanian, partai lain menggunakan politik, kalau perlu berbohong. Tapi akan ada hakim yang lebih tinggi yaitu Tuhan. Kalau kita bisa menjadi nomor satu tanpa harus berbohong, yang itu yang kita pilih.

Apakah hal ini berarti PAN tak memiliki perhatian di bidang perbernihan?
Tidak, perhatian kita lebih pada kebijakan. Boleh kita membantu petani mencari bibit, tapi bukan PAN sendiri yang mengerjakan bibit unggul. Biar saja tugas itu dikerjakan oleh lembaga yang lebih mengerti dan ahli. Kata Nabi, tunggulah kehancurannya apabila sesuatu dikerjakan bukan oleh ahlinya.

Seharusnya partai lebih mengajarkan rakyat soal politik, memberikan informasi mengenai hak-hak yang harus dimiliki rakyat, memberikan kritik pada negara. Itu tugas partai. Partai mempengaruhi kebijakan kepada institusi yang terkait untuk menghasilkan benih bibit unggul. Partai memberikan dorongan melalui UU di DPR. Memberikan dorongan pada pemerintah untuk memberikan subsidi kepada petani. Partai sbukan sebagai eksekutor.

Latar belakang Anda adalah entrepreneurship. Apa benar semua bidang kehidupan ini memerlukan naluri di bidang kewirausahaan?
Segala kehidupan kita yang kita temui pasti tidak terlepas dari masalah entrepreneurship. Di dalam kehidupan globalisasi, saya menyakini pemimpin bangsa atau pengambil keputusan harus ditambah pengetahuan pada era sekarang, mau dia presiden, menteri pertanian, dinas pariwisata harus ditambah wasasan soal entrepreneurship dan korporasi.

Saya ke Cina, ketemu pemimpin partai di sana. Mereka bukan pengusaha, tapi mereka ngerti soal ekonomi, bisnis, tahu taktik soal bisnis. Mereka jemput bola. Beda banget sama kita. Kita nggak ngerti soal keduanya. Contoh, presiden dikasih tahu ada blue energy dari air jadi bahan bakar, karena dia gak ngerti soal wawasan bisnis dan korporasi, dia percaya saja. Seharusnya, panggil ahli-ahlinya untuk memastikan, tapi dia percaya pada ahlinya. Sama juga dengan benih Super Toy, dia bukan percaya pada ahli, justru percaya sama orang yang enggak ngerti bibit.

Sebagai seorang entrepreneur, setujukah Anda akan ucapan bahwa agribisnis adalah bagian dari masa lalu?
Saya tidak percaya itu. Yang ngomong itu mungkin lagi mabuk. Yang namanya pertanian, yang kita makan, mana mungkin pertanian agrobisnis masa lalu, terus kita hidupnya dari plastik? Kalau kursi rotan bisa diganti plastik menyerupai rotan. Tapi kalau makanan enggak bisa. Air dan makanan enggak ada masa lalunya, dari zamannya Nabi Adam sampai kiamat tetap dibutuhkan. Kalau mau maju, lihat saja negara tetangga. Belanda mengekspor bunga tulip, Swiss dengan coklatnya. Rakyatnya pun maju karena itu.

Lalu, apa yang salah jika agribisnis kurang diminati dan tidak berkembang di Indonesia?
Orang Indonesia itu kuper, baik itu visi maupun akademisnya. Sehingga tidak ada sesuatu yang kita dapatkan. Dunia berkembang terus, tapi kita tidak memiliki visi. Di Malaysia, yang disekolahkan ke luar negeri itu lulusan SMP, SMA, tapi kita jutsru menyekolahkan orang-orang yang sudah tua, seperti di departemen maupun instansi pemerintahan.

Itukah sebabnya, Anda begitu gencar menyiarkan slogan, “Hidup adalah perbuatan”
Jadi, itu sebetulnya sebuah political marketing, mencari kalimat yang mudah dimengerti oleh rakyat banyak. Menebar bakti, menuai simpati, itu tagline PAN. Hidup adalah perbuatan adalah satu kalimat yang tujuannya agar bisa gampang diingat dan punya makna oleh semua kalangan. Hidup adalah perjuangan, itu seolah-olah orang yang bukan pejuang enggak bisa memaknai itu. Tidak semua orang pejuang. Hidup adalah Pengabdian, tidak semua orang merasa mampu mengabdi atau berkarya.

Hidup adalah perbuatan, semua orang bisa memakai itu. Makanya ada tagline berikutnya, Berbuat untuk Rakyat. Selanjutnya, Bersama Membangun Rakyat. Cuma, begitu iklan kedua digulirkan tidak bisa diterima oleh masyarakat, justru yang pertama yang sangat diterima. Sehingga, saya bikin baleho dengan slogan, “Hidup adalah Perbuatan.”

Apa makna yang ingin Anda sampaikan dari slogan ini?
Kita ini di dalam era reformasi, sekarang ada euforia demokrasi yang paling berasa adalah kebebasan pendapat. Media massa sangat menikmati era reformasi ini bisa mengatakan apa saja. Situasi ini kalau kita lihat di tv dan koran semuanya adalah ucapan, caci maki, dan hujatan. Namun, bangsa ini perlu perubahan yang lebih baik, bukan dengan ucapan tapi pada perbuatan. Itu makna yang terkandung. Saya mengajak pada seluruh elemen bangsa untuk tidak banyak bicara, tapi banyak berbuat nyata.

Sebagai seorang politisi, apa prestasi paling tinggi bagi Anda?
Saya enggak bisa menjawab prestasi tinggi apa yang saya peroleh. Saya akan memberikan yang terbaik buat bangsa dan negara. Saya menyakini kalau saya berbuat baik tanpa pamrih akan membahagiakan saya. Ketika saya berbuat untuk orang lain, kalau bisa saya lupa, agar saya bisa berbuat yang baik lagi. Filosofi saya adalah melupakan apa yang kita beri, tapi jangan perlu lupa dengan apa yang sudah kita terima. Kalau saya ditolong sama orang, saya tidak akan lupa. Tapi, apa yang sudah kita lakukan buat orang, sebisa mungkin saya lupakan.

Apa upaya Anda agar gagasan Anda ini diterapkan dalam kehidupan nyata?
Siapapun presiden yang terpilih nanti, saya akan memberikan sumbangsih sebagai anak bangsa. Saya akan memberikan solusi dan jalan keluar agar bangsa ini mampu mengatasi masalah-masalahnya sendiri, termasuk dalam hal pangan dan pertanian.

***

BIOGRAFI

Nama: Soetrisno Bachir Lahir: Pekalongan, Jawa Tengah, 10 April 1957 Jabatan: Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Istri: Anita Rosana Dewi (Menikah 1989) Anak: Meisa Prasati, Layaliya Nadia Putri, Maisara Putri, Muhammad Izzam Pendidikan: SD di Pekalongan (1969), SLTP di Pekalongan (1972), SLTA di Pekalongan (1975), Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti (tidak selesai), Fakultas Ekonomi Universitas Pekalongan Pengalaman Kerja: Usaha Batik (1976-1980), Vice President Direktor Ika Muda Group (sejak 1981), Presiden Direktur Grup Sabira (Merupakan induk bagi 10 perusahaan bergerak di bidang keuangan, investasi, perdagangan, konstruksi, properti, ekspor impor, pelabuhan, dan agrobisnis).

Tidak ada komentar: