Kamis, 08 Januari 2009

Empat Mata

Ujung Tombak Pertanian Padi Indonesia

Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Hasil Sembiring,Ph.D,

Sebagai lembaga penelitian padi yang telah berkiprah sejak tahun 1972, BB Padi dituntut untuk terus menghasilkan varietas-varietas unggul guna menunjang produktifitas padi nasional. Lalu apa dan bagaimana kiprah BB Padi di bawah kepemimpinan Hasil Sembiring, Ph.D dalam mengemban tugas berat ini?

Keberadaan lembaga ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena mengemban tugas yang cukup berat sebagai salah satu ujung tombak pertanian padi di Indonesia. Jika menilik sejarahnya, meskipun lembaga ini telah berkiprah sejak 1972, namun baru pada tahun 1980, setelah seluruh fasilitas perkantoran, laboratorium, rumah kaca, dan kebun percobaan selesai dibangun, lembaga ini diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan nama Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi (Balittan Sukamandi).

Pada tahun 1994, Balittan Sukamandi menjadi institusi penelitian yang khusus menangani komoditas padi dan namanya berubah menjadi Balai Penelitian Tanaman Padi (Balittpa). Seiring perjalannya, melalui SK Mentan No.12/Permentan/OT.140/3/2006 tanggal 1 Maret 2006, Balittpa berubah status dari unit kerja Eselon IIIa menjadi Eselon IIb dengan nama Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi). Sesuai dengan tugasnya sendiri, didirikannya balai ini bertujuan untuk menjadikan BB Padi sebagai lembaga satu-satunya untuk melaksanakan penelitian padi.

Menurut Kepala BB Padi, Hasil Sembiring, sejak berdirinya, BB Padi telah menghasilkan berbagai teknologi terobosan, terutama varietas unggul berdaya hasil tinggi, komponen teknologi budidaya, dan sistem budidaya terintegrasi yang diyakini mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan keamanan hasil produksi padi nasional di masa mendatang. Selain terobosan tersebut BB Padi juga memberikan pelayanan jasa penelitian kepada para pengguna.

Terkait dengan berapa jenis varietas yang ada di Indonesia, Sembiring mengungkapkan bahwa sejak dimulainya penelitian padi pada tahun 1943 sampai dengan 2008, Indonesia melepas sekitar 230-an varietas baik inbrida maupun hibrida. Sementara, tambahnya, Pada tahun 2008 ini, BB Padi melepas sembilan varietas baru, yaitu Inpari 1-6 dan Inpara 1-3.

Menurutnya, produktivitas yang tinggi merupakan target yang diharapkan dari varietas unggul. Padi hibrida Maro dan Rokan, HiPa-3, HiPa-4, HiPa-5 Ceva, dan HiPa-6 Jete hasil perakitan BB Padi telah dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian karena memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya yaitu IR-64 di daerah bukan endemik hama dan penyakit. Di samping itu, beberapa padi hibrida generasi berikutnya juga telah siap dilepas seperti H6, H17, H25, H29, H30, H43, H51, H53, H57, dan H73 yang mampu berproduksi hingga 7-12 ton per hektar dan memiliki tingkat ketahanan lebih baik terhadap beberapa hama penyakit utama seperti wereng coklat atau hawar daun bakteri.

Sementara itu, tambahnya, selain Varietas Unggul Baru (VUB), telah dikembangkan juga varietas unggul tipe baru (VUTB) dan varietas unggul hibrida tipe baru (VUHTB) yang merupakan tipe varietas unggul masa depan. Saat ini, VUTB yang telah dilepas adalah Fatmawati dengan pemulia Dr. B. Abdullah dkk, semi VUTB adalah Gilirang dan Ciapus dengan pemulia Ir.Suwito, MS, dkk, serta Cimelati dengan Pemulia Adijono P, dkk.

BIBIT UNGGUL: Keunggulan VUTB ini sendiri terdapat pada jumlah anakan lebih sedikit (6-12 anakan) dan semuanya produktif, batang kokoh, daun tegak dan tebal, jumlah gabah per malai lebih dari 250 butir, dan potensi hasil mencapai 10-15 ton per hektar. Sebagai buktinya keberhasilan produksi padi dari 20,2 juta ton tahun 1971 menjadi 54 juta ton pada tahun 2006. “Ini menunjukkan besarnya peranan inovasi teknologi padi dalam menunjang peningkatan produksi,” tandasnya.

Saat ini, dalam rangka melaksanakan program perakitan dan perbaikan suatu varietas unggul, kebijakan strategi BB Padi telah diarahkan pada pengembangan dan perakitan varietas unggul spesifik wilayah dan preferensi konsumen. Selain VUB sawah irigasi, telah berhasil pula dikembangkan beberapa varietas padi untuk lahan pasang surut yang toleran keracunan besi dan alumunium.

Sementara, untuk antisipasi ke depan terutama mengatasi dalam perubahan iklim global (global climate change) yang saat ini menjadi isu dunia, yang diprediksi akan menyebabkan terjadinya anomali iklim yang manifestasinya berupa banjir dan kekeringan, para peneliti BB Padi telah berupaya mengidentifikasi calon-calon varietas padi yang toleran terhadap rendaman, salinitas, dan kekeringan. Dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan telah teridentifikasi 10 calon varietas yang tahan rendaman. Galur-galur tersebut saat ini sedang diuji di sejumlah sentra produksi padi yang secara musiman rutin terendam.

Disinggung mengenai program apa yang cukup dirasakan petani saat ini, pria kelahiran Brastagi, Sumatra Utara, 10 Februari 1960 ini mengemukakan yaitu melalui penyediaan berbagai varietas padi unggul baru yang adaptif terhadap kondisi agroekosistem spesifik. Menurutnya, VUB padi telah dirasakan oleh petani sebagai salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas padi, baik melalui peningkatan daya hasil maupun melalui toleransi dan atau ketahanannya terhadap cekaman biotik dan abiotik.

“Dampak ekonomi pergeseran adopsi IR-64 ke VUB hasil pemuliaan dalam negeri seperti Ciherang pada periode 2000-2005 yang dapat dihitung dari luas penyusutan areal tanam IR-64 dikalikan dengan selisih hasil panen dan harga gabah, mencapai nilai Rp 1,5 triliun, sama dengan 200 kali lipat dari anggaran operasional penelitian yang diperuntukan bagi penelitian tanaman padi,” terangnya kepada PADI.

Dalam melihat kondisi pertanian saat ini, Sembiring mengatakan, kondisi pertanian pangan kita saat ini tergolong aman. Hal ini ia lihat dari angka produksi kita naik tahun lalu 4,8% sedangkan tahun depan kita dituntut untuk terus meningkatkan produksi beras kita 5% lagi. Keadaan ini, menurutnya sangat berat tetapi dengan kerjasama yang keras semua pihak angka itu masih dapat dicapai.

Terkait dengan kerjasama semua pihak dalam penelitian padi, saat ini telah dibentuk konsorsium. “Jadi kita malah minta peneliti-peneliti padi dari universitas-universitas terkemuka di tanah air untuk duduk bersama dalam konsorsium tersebut, saling berdiskusi, tukar pikiran mengenai materi penelitian yang mereka miliki dan yang kami miliki untuk sama-sama kita terapkan dilapangan,” jelas Sembiring.

Hal itu, tentu saja dimaksudkan agar lebih memperkaya materi-materi penelitian yang mungkin saja datang dari luar BB Padi sendiri. “Intinya kami terbuka untuk itu, supaya nantinya terjalin komunikasi yang baik antara peneliti dari BB Padi dan peneliti dari luar BB Padi,” terangnya. AJI

BIODATANama lengkap: Hasil Sembiring, Ph. D. Tempat, tanggal lahir: Brastagi, 10 Februari 1960 Istri: Ir. Asmanur Jannah, MP Anak: Sindy Sembiring, Tania Sembiring Jabatan: Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Fungsional: Peneliti Utama Riwayat Pendidikan: SMAN Lab, IPB Bogor (1979), Jurusan Tanah, IPB Bogor (1983), Magister Agronomi, Oklahama State University, AS (1993), Doktor bidang tanah, Oklahama State University, AS (1993) Prestasi dan penghargaan: Gamma Sigma Delta dan Outstanding Ph.D Student dari Oklahama State University, AS

Tidak ada komentar: