Rabu, 07 Januari 2009

Nusantara

Menggenjot Produktivitas Pertanian Organik

Kabupaten Bantul

Satu hal yang ingin dicapai Pemerintah Bantul yakni kesejahteraan rakyatnya di segala sektor. Petani bukan saja dianggap sebagai kaum buruh semata, melainkan sebagai subyek penghasil utama. Bahkan, lahan pertanian yang ada bakal dialihfungsikan sebagai lahan pertanian organik untuk ke depannya.

Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari empat kabupaten yang termasuk dalam wilayah administrasi Propinsi Daereh Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 508,85 Km2 (15,905 dari luas wilayah propinsi DIY) dengan topografi sebagai dataran rendah 140 % dan lebih dari separuhnya (60%) daerah perbukitan yang kurang subur.

Secara garis besarnya, Bantul terdiri dari bagian barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari utara ke selatan seluas 89,86 km2 (17,73% dari seluruh wilayah). Bagian tengah, adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.94 km2 (41,62%). Bagian timur, adalah daerah yang landai, miring dan tejal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian barat , seluas 206,05 km2 (40,65%). Dan bagian selatan, merupakan bagian tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikit berlagu, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek.

Sebanyak 1.400 ha lahan pasir yang berada di Kecamtan Kretek, Srandaka, dan Sanden bakal dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan. Persoalan pasokan air untuk irigasi dan lahan yang sebagian pasir perlu ada pemikiran untuk membuat lahan tersebut dapat digunakan untuk pengembangan tanaman pertanian. Ide ini salah satu bentuk terobosan yang menjadi pemikiran Bupati Bantul, Idham Samawi dalam mengenjot perekonomian Bantul secara keseluruhan.

Secara geografis, Bantul terletak antara 07° 44' 04" - 08° 00' 27" Lintang Selatan dan 110° 12' 34" - 110° 31' 08" Bujur Timur. Kabupaten bantul terletak di sebelah selatan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berbatasan dengan sebelah utara kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Gunung Kidul dan di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Kulon Progo.

Dalam data statistik, masyarakat Bantul menggantungkan hidupnya dari pertanian yang jumlahnya sekitar 49% atau setengah dari rakyat bantul. Urutan kedua adalah dari pasar tradisional yang berjumlah 32 pasar tingkat kabupaten dan berjumlah sekitar 15% sesuai data tahun 2000. Kemudian menyusul sektor kerajinan usaha kecil yang berjumlah 9%.

Ya, angka 9% tersebut lebih didominasi pada produk industri kerajinan cinderamata. Di kabupaten yang memiliki 17 kecamatan itu kini terdapat sejumlah sentra cenderamata, macam gerabah di Kasongan, barang kulit di Manding, topeng kayu di Pendowoharjo dan kerajinan bambu di Muntuk. Ada pula industri kerajinan batil di Imogiri dan Srandakan, perak dan imitasi di Banguntapan, keris di Girirejo, serta kerajinan serat gelas (fibres glass) di Karangjambe, Banguntapan.

Pemerintah kabupaten sendiri sangat serius menangani pengembangan industri kecil tersebut. Data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bantul menunjukkan, tahun 1999 terdapat 17.741 unit usaha yang menyerap 56.512 tenaga kerja. Salah satu contoh adalah dalam pengembangannya mendapat binaan pemerintah setempat. Salah satu contoh adalah kerajinan tatah sungging (pahatan sosok wayang) yang sudah menjadi industri kecil unggulan. Di samping mampu menyerap tenaga kerja, pemasarannya telah merambah pasaran ekspor. Belum lagi keberadaan industri besar di kabupaten ini seperi pabrik gula Madukismo dan Pabrik tekstil Samitex.

Kendati sektor industri tumbuh subur di Bantul, tingkat pencari kerja di kabupaten ini juga lumayan tinggi. Tahun 1999, jumlah pencari kerja mencapai 10.147 orang. Salah satu upaya yang dirintis pemerintah kabupaten Bantul untuk mengatasi soal angkatan kerja, antara lain melalui progam pengelolaan kawasan industri rakyat. Kerajnan seluas 100 hektar di kecamatan Piyungan, ke arah kabupaten Gunung Kidul.

Sektor industri memang bukan satu-satunya sumber pemasukan kas daerah. Masih ada lagi sumber lain yang tak kalah potensialnya, yakni sektor pariwisata. Obyek wisata yang terkenal di daerah ini, antara lain Pntai Parangtritis dan pemakanan raja-raja Mataram di Imogiri. Ada pula Pantas Samas dan Pandan Simo yang merupakan tempat bertapa Pangeran Mangkubumi.

Obyek wisata itu juga menambah popularitas kabupaten yang konon berdiri pada tahun 1931 degan nama awal “Bantul karang”. Sektor pariwisata ini termasuk perdagangan, hotel, dan restoran baru mampu memberi kontribus sebesat 16,22 persen bagi kegiatan ekonomi Bantul tahun 1999.

SEKTOR ANDALAN: Sektor pertanian masih menjadi andalan utama pemasukan kas daerah. Di kabupaten seluas 506,85 kilometer persegi yang dipadati sebanyak 777. 748 jiwa (sensus penduduk 2000) itu sebagaian besar penduduknya mengandalkan hidup dari sektor pertanian. Luas areal pertanian mencapai 16. 596 ha lahan sawah dan 28. 671 ha lahan kering.

Tahun 1999 daerah ini menghasilkan 139.988 ton padi dari 26.711 hektar luas panen. Sektor pertanian telah menjadi kontributor terbesar bagi kegiatan ekonomi bantul. Tiap tahun sektor ini rata-rata menyumbang sekitar 24 persen, bahkan terjadi peningkatan di tahun 1999 menjadi 29,22 persen.

Selain padi, tanaman palawija juga tumbuh subur di daerah ini. Tanaman seperti jagung, ubi kayu, ubi jalat, kedelai, dan kacang tanah mampu menghasilkan ribuan ton tiap tahun. Belum lagi sayuran, perti bawang merah, bawang putih, cabai, kacang panjang, dan bayam. Tanaman kelapa yang menjadi bahan baku utama pembuatan geplak juga banyak tumbuh di daerah ini.

Di sektor pertanian, pemerintah kabupaten Bantul menyediakan anggaran sekitar Rp3,5 miliar untuk membeli hasil pertanian di daerah tersebut ketika harga jatuh. Dengan dana tersebut Pemkab bersedia membeli dengan harga lebih tinggi dibandingkan yang diputuskan pemerintah.

Kepala Dinas pertanian dan Kehutanan, Edy Suharyanto mengatakan, setiap musim panen biasanya harga hasil panen selalu jatuh. Sehingga perlu adanya penyelamatan hasil produk pertanian. Produk pertanian yang dibeli oleh Pemkab antara lain padi, jagung, kacang tanah, bawang merah, cabai merah, dan kedelai.

Untuk harga dari produk pertanian tersebut menurut Edy sudah ditetapkan hargaya. Untuk gabah pihaknya mematok harga Rp 2.100/kg, jagung Rp 2.000/kg, kacang tanah basah Rp 1.500/kg dan kering Rp 3.000/kg, bawang merah Rp 2.800/kg, cabe merah Rp 1.500/kg dan kedela Rp 2.500/kg.

Ketetapan harga tersebut untuk mengatasi jika harga di pasaran sedang tidak baik atau di bawah harga yang Pemkab tetapkan. Untuk gabah, harga yang ditetapkan oleh Pemkab Bantul lebih tinggi dari ketetapan pemerintah sebesar Rp 100kg. Pemerintah menetapkan harga pembelian petani sebesar Rp 2.000/kg. Untuk harga gabah pemkab mematok harga Rp 2.100/kg.

Menurut Edy, pihaknya juga tidak memaksa petani untuk menjual hasil panennya kepada Pemkab Bantul. Jika memang mekanisme pasar mendukung, petani dipersilahkan untuk mengukutinya. Untuk 2008, pihaknya sudah membeli gabah sebanyak 20 ton. Jumlah tersebut di dapat dari paen pertama pada tahun ini. Bahkan, tanpa disangka-sangka di bidang pertanian, Bantul mampu menghasilkan 7,3 ton gabah per ha.

Angka tersebut lebih banyak dibandingkan produksi gabah kering pungut (GKP) nasional yag baru mencapai 5,5 ton per ha. Sebuah angka yang cukup signifikan, terlebih Bantul meruapakan daerah yang berlahan pasir. Untuk mengenjot sektor pertanian ini, Idham Samawi juga lagi gencar-gencarnya menyuarakan soal pertanian organik di Bantul.

Sebanyak 48 varietas benih padi lokal dan nonlokal organik ditangkar di Dusun Paten, Sumberagung, Jetis, Bantul, DI Yogyakarta. Benih padi organik ini nantinya akan disebarkan kepada para petani di seluruh Indonesia dan diharapkan akan membuka jalan menuju pertanian organik nasional tahun 2010 nanti. PIT

***

Wawancara Bupati Bantul
Drs. HM. Idham Samawi

Keberhasilan yang diraih Kabupaten Bantul tentunya tak terlepas dari peran kebijakan sang pemimpin. Ya, sosok pemimpin yang bersahaja, tanggung jawab, dan mampu merealisasikan inspirasi dan kebutuhan rakyat, sudah tentu menjadi dambaan rakyat. Lewat program, strategi dan kebijakan yang dicetuskan Drs. HM. Idham Samawi menjadikan Bantul lebih berprestasi. Tidak heran, jika Idham dipercayakan sebagai Bupati Bantul dua periode berturut-turut.

Satu hal yang menjadi pemikiran dan visinya yakni ingin melihat rakyatnya sejahtera. Untuk mencapai visi tersebut, Idham tidak pernah lelah untuk memberikan dukungan dan pemikirannya melalui program-program kerakyatan guna mengantarkan Bantul menjadi kebupaten mandiri dan berdaya saing.

Bahkan, ia amat bercita-cita menjadikan Bantul sebagai daerah yang produktif dengan memanfaatkan pertanian organik sebagai terobosan. Melalui dedikasinya, di bidang pertanian, Bantul mampu menghasilkan 7,3 ton gabah perhektar. Angka tersebut lebih banyak dibandingkan produksi Gabah Kering Pungut (GKP) nasional yang baru mencapai 5,5 ton perhektar.

Sudah puaskan beliau terhadap angka tersebut? Lalu, bagaimana pemikiran-pemikirannya dalam memajukan kesejahteraan rakyat Bantul? Berikut wawancara eksklusif Safitri Agustina dari majalah PADI saat ditemui di rumah dinasnya di Trirenggo, Bantul, Yogyakarta:

Bagaimana kondisi Bantul pada awal Anda menjabat sebagai Bupati Bantul tahun 1999?
Saat pertama kali, saya tidak mau memimpin dengan meraba-raba di tempat yang gelap, sehingga saya tidak tahu apa isinya. Di tahun pertama menjabat, agak miris ya melihat kondisi Bantul secara keseluruhan. Makanya, untuk membenahi kondisi tersebut saya tidak segan untuk membuat strategi dan kebijakan yang tentunya bisa mendongkrak sektor perekonomian. Tentunya, ada pro dan kontra soal kebijakan tersebut.

Hal lain yang perlu dibenahi adalah sektor pertanian. Mengingat sekitar 49% masyarakatnya menggantungkan hidupnya di sektor ini, 19 % di pasar tradisional, dan sisanya 9% di bidang kerajianan. Angka 49%, berarti separuh masyarakat Bantul, hidup sebagai petani, makanya saya berpikir sektor ini harus menjadi perioritas, walau tak menutup kemungkinan sektor riil lainnya juga harus diperhatikan. Pikiran saya saat itu, bagaimana membuat rakyat Bantul hidup sejahtera. Inilah yang menjadi inspirasi saya dalam memimpin.

Khusus pertanian, bagaimana kondisinya?
Ketika itu tanah pertanian yang ada di Bantul, ada sekitar 16 ribu ha lebih. Tapi hampir 3.000 ha belum teraliri air. Kebayang dong, pertanian tanpa air? Sudah pasti hasil produksinya juga menurun, banyak petani yang gagal panen gara-gara sawahnya kering. Maka, salah satu tugas pertama saya adalah membangun irigasi. Ternyata untuk membangun irigasi itu mahal sekali, saya hanya mampu mengairi kurang dari 2.000 ha. Pemkab memprioritaskan pembangunan bendungan primer dan sekunder. Bahkan rakyat bisa terlibat dalam bendungan tertier dan kwarter.

Perioritas utama Anda adalah kesejahteraan rakyat. Langkah apa yang Anda tempuh untuk mencapainya?
Upaya kesejahteraan petani tidak hanya tanggung jawab bupati semata, tetapi juga sampai ke seluruh jajaran aparatur terkait. Untuk mencapai hal tersebut, saya seringkali melibatkan PNS Bantul dalam pendistribusian hasil panen petani seperti beras, bawang merah, cabai dan lainnya. Ada PNS yang ikut menjual cabai sampai ke pasar induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Mereka juga pernah jualan 16 truk. Bahkan untuk komoditi bawang merah sudah sampai Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan. Uapaya ini demi membantu para petani Bantul.

Pastinya ada pro dan kontra terhadap kebijakan yang Anda ambil? Bagaimana Anda mengatasi hal ini?
Sudah pasti. Pernah ya, ada seorang bupati yang sempat melontarkan kritik atas kebijakan Bantul soal pertanian. Menurut sang pengkritik, dalam penjualan tersebut seharusnya mekanisme pasar yang terjadi. Tapi Bantul tetap teguh pada pendiriannya, petani tetap harus diberi proteksi. Bagaimana pun kapitalnya negara seperti AS, perlindungan terhadap petani tetap dilakukan. Permainan tengkulak itu luar biasa dan petani tidak mungkin mengimbangi.

Dalam hitung-hitungan itulah maka satu-satuanya yang bisa menyeimbangkan kekuatan hanya pemerintah. Intervesi dilakukan ketika pasar tidak sehat, tetapi disaat pasar sehat pemerintah hanya mengawasi, karena tugas pemerintah hanya menyeimbangkan bukan mencari keuntungan. Inilah seharusnya tugas utama Perum Bulog.

Selain soal pemasaran, apa hal lain yang menjadi kendala dalam sektor pertanian?
Soal penelitan padi di Indonesia yaitu tempat penelitiannya hanya ada di Sukamandi, Jawa Barat. Yang menjadi masalah adalah apakah iklim dan alam Sukamandi sama dan cocok dengan Bantul atau daerah lainnya dan bibit padi yang ditanam di sana cocok? Mungkin itu yang harus dipikirkan oleh pemerintah pusat. Saat ini, Bantul punya 4 varietas padi yang ditemukan di bumi Bantul dan cocok dengan iklim Bantul yang mampu menghasilkan di atas 9 ton per ha dalam sekali panen.

Seperti kita ketahui harga pupuk melambung tinggi, strategi apa yang Anda miliki dalam penggunaan pupuk?
Bantul sangat berhati-hati dalam penggunaan pupuk produksi pabrik. Karena hasil penelitian dan pengalaman di lapangan ternyata pupuk ini dapat merusak tanah dalam waktu panjang. Saat ini kita baru menyarankan dan pada waktunya nanti kita buat aturannya untuk melarang penggunaan pupuk pabrik. Langkah konkret yang sedang dilakukan Pemkab adalah dengan sosialisasi penggunaan pupuk pabrik yang layak untuk mengembalikan kesehatan tanah.

Penggunaan maksimal pupuk pabrik semacam ini hanya 200 kg/ha yang tadinya 1.200 kg/ha. Kondisi tanah yang baik di Bantul saat ini hanya 80%. Selebihnya rusak karena pupuk. Pengurangan dan pada gilirannya pelarangan total penggunaan pupuk pabrikan jelas membutuhkan pupuk alternatif.

Dan, pupuk kandang menjadi pilihan
Pemkab saat ini merancang peraturan daerah untuk melarang keluarnya kotoran hewan dari Bantul. Ini bukan tanpa masalah yaitu menyangkut jarak antara pembersihan kandang hewan dengan masa tanam. Dalam beberapa kejadian di lapangan ada jeda karena pada saat masa potong sudah selesai, tetapi saat yang bersamaan petani belum membutuhkan pupuk. Akhirnya kita membuat staregi dengan membuat unit-unit usaha atau BUMD yang akan mengatur. Atau pemerintah dulu yang membeli lalu pada saatnya kita jual kepada petani tanpa untung.

Bagaimana dengan harga gabah yang sering menyusahkan petani?
Dalam kurun waktu 20 tahun tiada panen tanpa jatuhnya harga gabah. Ini riil loh, harga jatuh terlama itu 173 hari dan paling pendek 41 hari. Sedangkan rata-rata 20 tahun kurang lebih 50 hari harga gabah jatuh. Suply tinggi, tetapi demand tetap mengakibatkan turunnya harga. Cara mengatasinya adalah dengan mengambil suply yang ada di pasaran sampai harga normal lagi, dan mengeluarkannya lagi ke pasaran begitu suply menipis. Dalam situasi normal, kita kembalikan lagi pada mekanisme pasar.








Tidak ada komentar: