Rabu, 28 Januari 2009

Varia

Benih Penangkal Dampak Pemanasan Global

Varietas Tahan Sanitasi

Pemanasan global saat ini memang bukan isu yang baru. Namun demikian, dunia masih terus mencari solusi bagaimana cara mengatasi masalah yang berpotensi mengancam kebetersediaan pangan dunia ini. Lalu bagaimana kesiapan varietas padi di Indonesia dalam menghadapi ancaman dampak pemanasan global?

Perubahan iklim global dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan kehidupan di bumi. Di sektor pertanian, dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim global antara lain adalah penurunan produksi dan bahkan tanaman tidak mampu berproduksi karena kekeringan akibat kemarau panjang atau kebanjiran akibat tingginya curah hujan dan naiknya permukaan air laut. Hal ini menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi penyelenggaraan Konferensi Internasional Perubahan Iklim Global di Bali, setahun lalu yang dihadiri oleh perwakilan dari berbagai negara.

Mengapa perlu dikhawatirkan? Pemanasan global telah mengacaukan musim hujan dan musim kemarau. Para petani kini sulit menentukan jenis varietas dan kalender tanam, lantaran iklim sulit diduga. Di berbagai wilayah Indonesia kekeringan dan banjir menggagalkan produksi pangan. Sawah banyak puso atau gagal panen lantaran kemarau panjang dan banjir.

Yang mengkhawatirkan adalah jika peningkatan suhu ini diikuti oleh naiknya air laut, sehingga intrusi air laut akan lebih jauh menyusup ke daratan, terutama pada lahan rawa pantai (tidal swamp) yang landai. Sebagian besar tanaman pangan tidak toleran terhadap kondisi salinitas tinggi akibat intrusi air laut tersebut.

Pada sektor pertanian, yang lebih mengkhawatirkan adalah perubahan perilaku iklim yang semakin sulit untuk diprediksi, terutama terkait dengan intensitas dan distribusi hujan. Saat ini semakin sering terjadi ketidaklaziman hujan. Pada musim hujan terjadi kekeringan, sebaliknya pada musim kemarau terjadi hujan lebat.

Intensitas hujan juga semakin sering sangat ekstrim. Hujan terus menerus selama beberapa hari yang mengakibatkan banjir, sebaliknya juga terjadi periode panjang tanpa hujan. Akibatnya, makin banyak kejadian gagal panen, baik karena dirusak banjir maupun akibat kekeringan.

Pada saat kondisi iklim yang tengah berubah dan sulit diprediksi seperti ini, tentu dibutuhkan inovasi baru. Salah satunya, jika selama ini lebih fokus pada upaya menghasilkan varietas unggul dengan daya hasil tinggi (high-yielding varieties, HYV), maka sekarang harus lebih fokus pada upaya menghasilkan varietas tanaman yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi tanah dan iklim yang sub-optimal, terutama pada kondisi tanah dengan salinitas tinggi, kekeringan, dan genangan tinggi.

Akhir-akhir ini produksi padi di beberapa negara penghasil padi, termasuk di Indonesia, cenderung turun, padahal komoditas ini merupakan pangan penting sebagian besar penduduk Asia dengan laju pertambahan penduduk yang relative tinggi. Penurunan produksi antara lain disebabkan oleh sebagian areal pertanaman didera kekeringan atau kebanjiran, yang merupakan dampak dari perubahan iklim global tersebut.

Saat ini, beberapa lembaga terkait di Indonesia telah berupaya mencari solusi untuk mencari varietas yang cocok untuk menghadapi ancaman pemanasan global. Salah satu lembaga tersebut adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bekerja sama dengan The International Rice Research Institute (IRRI) Filipina, yang saat ini sedang mengembangkan penelitian gen padi tahan kekeringan dengan mengupayakan mengaambil gen dari padi itu sendiri. Atau, jika memang tidak bisa ditemukan, nantinya memang bisa dicarikan alternatif lain dari mikroorganisme.

Selain LIPI, lembaga yang saat ini juga berjibaku adalah Badan Litbang Pertanian. saat ini Badan Litbang Pertanian terus berupaya mengantisipasi dampak perubahan iklim global terhadap keberlanjutan sistem produksi pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan beserta unit pelaksana teknis penelitiannya telah menghasilkan varietas unggul padi toleran kekeringan dan toleran salinitas, serta varietas unggul jagung dan kacang-kacangan toleran kekeringan. Bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian serta Balai Besar Penelitian Tanaman Padi juga telah dihasilkan varietas yang dapat menekan emisi gas metana (CH4) yang berasal dari lahan sawah.

Di samping itu, selain bekerjasama dengan lembaga di atas Badan Litbang Pertanian juga bekerja sama dengan IRRI telah dilakukan pula pengujian terhadap beberapa galur padi yang beberapa di antaranya menunjukkan toleransinya terhadap genangan. Varietas-varietas unggul tersebut diharapkan menjadi pilihan untuk dikembangkan dalam menghadapi dampak perubahan iklim global. AJI


Boks
Varietas yang dihasilkan untuk mengantisipasi dampak pemanasan global.

1. Padi Toleran Kekeringan: Silugonggo, potensi hasil 5,5 ton/ha, umur 85-90 hari, tekstur nasi agak pulen, tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2, dapat ditanam di lahan sawah dan lahan kering.

2. Padi Toleran Genangan: GH TR 1, IR 69502-SRN-3-UBN-1-8-3, IR 70181-5 PMI-1-2-B-1, IR70213-9-CPA-12-UBN-2-1-3-1, dan IR 70512-2-CPA -2-1-8-1-2.

3. Padi Toleran Salinitas: Way Apoburu, potensi hasil 8,0 t0n/ha, umur 115-125 hari, tekstur nasi pulen, tahan hama wereng coklat (WCk) biotipe 2, penyakit hawar daun bakteri (HDB) strain III dan IV, cocok ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang (600 m dpl). Margasari, potensi hasil 4,5 ton/ha, umur 120-125 hari, tekstur nasi pera, toleran keracunan besi, cocok untuk daerah pasang surut dengan pH tanah rendah. Lambur, potensi hasil 5,0 ton/ha, umur 113-117 hari, tekstur nasi pulen, tahan penyakit blas daun, agak tahan penyakit bercak daun, cocok untuk lahan rawa pasang surut.

4. Padi Rendah Emisi Gas Metan: Ciherang, potensi hasil 8,5 ton/ha, umur 116-125 hari, tekstur nasi pulen, tahan wereng coklat biotipe 2, agak tahan biotipe 3, tahan hawar daun bakteri strain III dan IV, cocok untuk lahan irigasi dataran rendah. Cisantana, potensi hasil 7,0 ton/ha, umur 118 hari, tekstur nasi pulen, agak tahan wereng coklat biotipe 2 dan 3, cukup tahan hawar daun bakteri strain III dan IV, dapat dikembangkan pada lahan irigasi kurang subur. Tukad Balian, potensi hasil 7,0 ton/ha, umur 105-115 hari, tekstur nasi pulen, agak tahan wereng coklat biotipe 3, tahan penyakit tungro, agak tahan hawar daun bakteri strain III dan IV.

Tidak ada komentar: